「 Chapter 6 」

2.3K 454 107
                                    

Rintihan kembali terdengar, beserta cairan merah pekat yang mulai membasahi lantai basement. Kun tidak dapat bergerak, semua tubuhnya terasa sakit, terutama di kedua kakinya. Perih yang teramat sangat, membuat kun tidak bisa merasakan kedua kakinya.

Kepalanya mendongak; menatap yangyang dengan cairan bening yang menggenang di matanya. Memberi remaja itu tatapan memohon, meminta agar menghentikkan ayahnya untuk tidak memukulkan tongkat baseball lagi pada tubuhnya.

"AGH!"

Tendangan keras pada perut sampingnya membuat wajah kun kembali menyentuh tanah, air liur bercampur darah menetes melalui mulutnya. Sungguh, kun benar-benar tak memiliki tenaga lagi untuk melawan.

"HENTIKAN PAPA!"

"Jangan sakiti dia! Kumohon.." Suara yangyang bergetar. Jika bisa, ia sudah menghampiri kun dan membebaskan kaki mahkluk itu dari penjepit tikus. Namun sayang sekali, tenaga yangyang kalah dengan sang ibu yang tengah menahannya.

Taeil menoleh. Matanya menatap yangyang tajam. "Berhenti?" Taeil tersenyum miring. "Kau mau mahkluk ini membunuh kita semua?!" Bentaknya, seraya menekan tongkat baseball ke leher kun. Membuat mahkluk itu mengeluarkan suara seperti orang tersedak.

"Kau pikir papa tidak mengetahui percakapanmu dengan mahkluk ini? Dia berbahaya yangyang! Dan kau—kau dengan santainya menjalin pertemanan dengannya." Wajah taeil memandang jijik tubuh tak berdaya kun. Ya walaupun mahkluk itu tidak pernah menyakiti keluarganya, namun taeil begitu membencinya.

Yangyang menggeleng cepat. "Dia tidak berbahaya papa! Aku bisa membuktikannya. Lihat aku.. Tubuhku tak ada bekas cakar atau luka bukan?" Yangyang sangat berharap, setelah mengucapkan ini sang ayah dapat mendengarkan, dan berhenti memukul kun.

Namun dari wajah taeil, sangat terlihat jika pria itu tidak peduli. "Papa tidak peduli. Memang dia baik sekarang, tapi suatu saat nanti? Anggota keluarga kita pasti berkurang satu karena ulahnya!"

"ARGGHH!"

"PAPAA!"

Mau sebaik apapun mahkluk ini, tetapi tetap, taeil tidak percaya. Ia sangat yakin, suatu saat mahkluk ini akan melukai dirinya atau kedua orang yang sangat taeil sayangi. Maka dari itu, mahkluk ini harus mati.

"Doyoung," taeil kembali menoleh. "Bawa yangyang ke dalam kamarnya, dan kunci pintunya. Aku tidak mau dia menggangguku membasmi mahkluk ini." Ucapnya pada doyoung.

Yangyang segera menepis tangan sang ibu yang tengah mendekapnya. Remaja itu melangkah mundur, meninggalkan basement dengan mata sembab. Apa yangyang akan membiarkannya? Tentu tidak. Ia tidak berjalan menuju kamarnya, tetapi menuju dapur; untuk mengambil pisau buah.

Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, yangyang kembali menuju basement. Ia mengalihkan wajah sejenak seraya menutup kedua mata, sungguh, yangyang tak kuat melihat betapa kasarnya sang ayah memukul kun tanpa ampun.

"Hentikan papa!"

"AKU BILANG HENTIKAN! Atau—kau akan kehilanganku juga." Ujung pisau itu yangyang arahkan pada pergelangan tangannya.

"Yangyang! Apa yang kau—"

"Berhenti mama! Diam disitu!" Yangyang semakin menekan ujung pisau itu pada pergelangan tangannya. Membuat kulit putih miliknya sedikit memerah.

Taeil menatap yangyang dan kun bergantian. Wajahnya menunjukkan raut bingung. Taeil tidak menyangka jika yangyang senekat itu. Hatinya semakin teriris saat ujung pisau itu mulai membuat goresan kecil pada pergelangan tangan putranya.

"Hyung," doyoung berucap lirih. "Kumohon hentikan hyung.. Aku tidak ingin yangyang semakin melukai dirinya." Bergerak sedikit pun tidak bisa. Karena jika doyoung mendekati yangyang, maka putranya itu akan semakin menggoreskan pisau pada pergelangan tangannya.

Memilih mengalah, taeil akhirnya melemparkan tongkat baseball itu ke sembarang arah. Bersamaan dengan itu, yangyang menjatuhkan pisau buahnya. Ia berlari mendekati kun, lalu melepas penjepit tikus yang masih menjepit kakinya.

"Sstt, tenanglah. Aku disini." Yangyang membawa kun ke dalam pelukannya. "Papa," yangyang menatap sang ayah. "Percayalah padaku, kun tidak sejahat yang kau kira. Dia tidak akan melukai jika bukan kita yang menyerangnya terlebih dahulu. Jadi kumohon.. Biarkan dia hidup, jangan sakiti dia lagi."

Taeil diam, raut wajahnya tidak menandakan bahwa ia ingin merespon ucapan yangyang.

Menghela nafas. Lalu dengan susah payah, yangyang mencoba mengangkat tubuh kun. Walaupun yangyang seorang lelaki, tapi tetap-ia kesulitan mengangkat tubuh kun. Tentu saja, tubuh kun jauh lebih besar darinya.

"Biar mama bantu."

"Terima kasih ma."

Yangyang mengukir senyum. Sang ibu bersedia membantunya mengangkat tubuh kun. Keduanya meninggalkan basement, meninggalkan taeil sendirian dengan sejuta kalimat yang ingin pria itu ucapkan.

---

Memar yang terdapat di tubuh kun terlihat samar. Bulu-bulu yang terdapat pada tubuhnya lah yang menutupi memar tersebut. Kedua mata kun masih terpejam, namun wajahnya sudah tidak begitu pucat.

Yangyang tak henti-hentinya mengusap rambut kun. Remaja itu memilih untuk tidak pergi ke kampus pagi ini; mengambil ijin. Ia ingin menjaga kun, takut jika sang ayah kembali menyakiti kun saat dirinya sedang tidak ada di rumah.

"Bahkan disaat kondisi seperti ini kau masih terlihat tampan," yangyang terkekeh. "Cepatlah sadar kun, agar kau bisa memberitau kedua orang tuaku, bahwa kaummu tidak berbahaya seperti yang mereka pikir." Kemudian kecupan kecil ia berikan pada pipi kun.

Seperti biasa, tubuh kun kembali mengalami perubahan. Bulu-bulu yang terdapat pada tubuhnya perlahan menghilang, membuat memar di tubuhnya terlihat jelas. Yangyang menatap perubahan itu dengan mata berbinar. Wajah kun terlihat semakin tampan saat bulu-bulu itu lenyap. Dan jangan lupakan bentuk tubuhnya, sangat gagah.

Cklek

"Apa dia sudah sadar?"

Doyoung mematung. Matanya menatap tak percaya sosok yang tengah berbaring di ranjang putranya. Ia berjalan mendekati yangyang dengan mulut tergagap. Mahkluk itu, apakah mahkluk yang sama, yang dipukul oleh suaminya kemarin?

"Dia.."

"Mahkluk yang dipukul oleh papa," yangyang tersenyum. "Ya mama, dia kun. Unik bukan? Tubuhnya akan mengalami perubahan jika aku reflek menciumnya."

Alis doyoung mengerut. "Kau?.. Pernah menciumnya?!" Tanyanya dengan nada tinggi.

Yangyang mengangguk. "Benar. Tapi aku tidak tau sudah berapa kali menciumnya. Mungkin hari ini adalah yang ketiga kalinya." Ucapnya disertai cengiran lebar. Yangyang mengucapkan itu dengan nada santai.

Tubuh doyoung terasa lemas. Astaga, ia seperti melihat cerita dongeng di dunia nyata. Peristiwa yang dialami putranya hampir mirip dengan cerita Beauty and The Beast. Oh tuhan, doyoung berharap jika putranya tidak sampai mencintai mahkluk itu, hanya sekedar menyayanginya saja. Jika itu terjadi, doyoung tidak akan pernah merestuinya. Karena bagaimana pun juga, yangyang harus menjalin hubungan percintaan dengan sesama manusia.

"Emm.. Mama akan mengambilkan makanan untukmu.. Dan juga untuknya." Setelah mengucapkan itu, perlahan doyoung menutup pintu kamar putranya.

Fokus yangyang kembali pada kun yang masih terpejam. "Aku harap wujudmu tetap seperti ini kun. Agar kau bisa pergi kapanpun, tidak hanya di malam hari."

.

.

.

TBC

Sesuai omongan gua di chapter 4, gua udh publish ff baru lagi :D

Silahkan di check.

Creatures Of The Night •kunyang•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang