「 Chapter 12 」

3K 461 197
                                    

2075

Prang!

"ASTAGA KAKEK!" Seorang pria berumur 23 tahun menatap sang kakek dengan tatapan tajam. "BISAKAH KAU TIDAK MEMBUAT ULAH SEHARI SAJA?!" Mulutnya seakan tidak merasa berdosa ketika membentak orang yang jauh lebih tua darinya.

Sang kakek—yangyang, hanya terdiam ketika cucu pertamanya lagi-lagi membentak. Yangyang mengalami kesulitan ketika hendak memungut pecahan kaca dari piring yang ia jatuhkan, sedikit membungkuk, punggungnya sudah terasa sangat nyeri.

"Sebaiknya kakek kembali ke kamar. Menyusahkan saja!"

Dengan patuh yangyang meninggalkan dapur. Langkahnya terasa sangat lambat saat menuju kamar miliknya, walaupun sudah berada di dalam kamar, namun yangyang masih mendengar keributan yang mulai terjadi di antara cucu pertama dan keduanya. Selalu seperti itu tiap kali ia berbuat ulah; tidak sengaja merusak beberapa barang.

"Aku tidak mau tau!"

"Kita harus mengirimnya ke panti jompo!"

Pipinya yang telah keriput mulai basah akibat airmata. Yangyang menangis, menangisi keadaannya yang begitu menyedihkan. Samar-samar ia bisa mendengar salah satu cucunya ingin mengirim dirinya ke panti jompo.

Miris rasanya. Kedua cucu yang dulu sangat menyayanginya, kini berubah seakan mereka membenci yangyang. Tidak hanya itu, anak-anak yangyang juga sudah tidak peduli padanya. Mungkinkah ini pengaruh usia? Yangyang tertawa miris mengingat usianya saat ini. Pria tua berusia 73 tahun yang hanya bisa menyusahkan semua orang.

Yangyang sadar usianya sudah tidak muda lagi. Namun bolehkah, ia meminta satu permohonan? Yangyang ingin dimanja oleh anak-anak serta cucunya, bisakah permohonan itu terkabul, sebelum ajal datang menjemputnya?

Tidak, lupakan. Yangyang menepis permintaan itu dari pikirannya, tentu saja itu tidak akan pernah terkabul, mengingat sudah banyak ulah yang ia perbuat—yang tentu membuat anak serta cucunya merasa muak. Yangyang terkadang merasa iri dengan mendiang orang tuanya dulu, mama dan papanya terbaring lemah diatas ranjang, ditemani oleh dirinya serta sang cucu saat ajal menjemput.

"Seandainya kau masih disini louie." Yangyang menatap sendu foto kecil berbingkai kayu itu. Foto itu berisikan pria berkebangsaan Inggris yang berstatus sebagai suami-nya, yang lebih dulu meninggalkannya 20 tahun yang lalu. "Jika saja kau masih disini, tentu aku tidak akan merasakan penderitaan ini sendirian."

Ceklek!

Yangyang tersentak. Pintu kamar dibuka sangat kasar oleh cucu keduanya.

"Malam nanti kakek tidak boleh begadang." Ucapnya dengan tatapan dingin yang diberikan pada sang kakek. "Karena besok pagi, aku dan marvin akan membawamu ke suatu tempat."

Tidak perlu dirahasiakan. Yangyang mendengar semua percakapan itu, airmata kembali membasahi pipinya ketika sang cucu menutup pintu kamar. Sungguh! Yangyang tidak ingin menghabiskan sisa usianya di panti jompo.

---

Bukan pertama kalinya yangyang tidak bisa tertidur nyenyak, saat remaja ia pernah mengalami hal ini. Namun kali ini berbeda, yangyang selalu terbangun dengan airmata yang membasahi pipi.

Sesuatu yang mengganggu pikirannya saat ini membuat yangyang ingin menghirup angin malam. Langkahnya sangat pelan menuju pintu depan, sebelah tangannya dengan bergetar membuka pintu rumah; akibat udara dingin yang menusuk tulang.

Yangyang menatap hamparan padang rumput yang tumbuh di dekat rumahnya. Sesekali ia mengusap lengannya yang mulai terasa dingin.

"T-tidak mungkin.." Bola mata yangyang melebar saat melihat sosok yang tidak asing di matanya.

Mata rabunnya membuat yangyang melangkah maju—memastikan tebakannya tentang sosok itu ternyata benar. Disana, sosok itu berdiri membelakangi, dengan jubah hitam yang ia kenakan. Yangyang sangat mengenali sosok itu! Sosok yang sangat ia rindukan.

"K-kun.."

"Kuunn!"

Teriakan lirih yangyang membuat sosok itu berbalik. Sosok itu perlahan mendekati yangyang, menampilkan wujudnya yang terlihat aneh. Dengan wajah mirip harimau dipenuhi bulu, serta mulutnya yang berbentuk seperti bunga anggrek.

"As i see, remaja mungilku telah menua." Ucap kun disertai senyum lemah. Kun tidak percaya, jika tuhan mempertemukannya kembali dengan yangyang setelah 55 tahun.

"Kun.. Oh tuhan!" Dengan cepat yangyang memeluk kun erat, lalu menangis di dekapan mahkluk itu. "Aku tidak percaya, kau masih hidup! Tapi.. Bagaimana caranya kau bisa selamat dari kebakaran itu?"

"Sebaiknya kita duduk. Kakimu pasti pegal karena berdiri terlalu lama."

Yangyang tersipu. Ah, sudah sangat lama ia tidak mendapat perhatian seperti ini. "Jadi, bisa kau ceritakan bagaimana kau selamat dari kebakaran itu?" Yangyang menyenderkan kepalanya pada pundak kun setelah mendudukkan diri di hamparan rumput.

"Kau tau sumur tua yang terdapat di belakang rumahmu dulu?"

Yangyang mengangguk. "Uhum, bukankah sumur itu tidak ada airnya?"

"Benar. Dibawah sumur itu terdapat lubang besar—yang menghubungkan jalan dengan lubang yang terdapat di basement rumahmu. Saat kebakaran terjadi, aku melarikan diri lewat jalan itu, hingga berhasil lolos dengan memanjat sumur tua. Bukan pertama kalinya aku memasuki rumahmu lewat jalan itu, namun berkali-kali, ketika rumah itu baru saja dibangun."

"Aku berlari menuju semak-semak, hingga tak ada satupun yang melihatku. Bertahun-tahun aku berpindah tempat, mencari makanan dengan memangsa ayam milik warga, lalu membakarnya hingga matang. Aku menderita, namun setelah bertemu denganmu lagi, rasanya penderitaanku sedikit berkurang."

Yangyang mendengarkan cerita kun seraya mengeratkan pelukan. Rasanya hangat sekali ketika berada di dekapan mahkluk itu. "Kalau begitu kita sama-sama menderita." Ucapnya dengan suara pelan. "Saat aku masih bisa berdiri tegak, semuanya seakan bergantung padaku. Tetapi saat aku mulai menua, tak ada satupun yang peduli saat aku membutuhkan mereka."

"Aku sangat menyesal kun.. Maaf karena pernah menuduhmu sebagai pembunuh." Yangyang mendongak, menatap wajah kun dengan mata berkaca-kaca. Sejak kebakaran itu, yangyang menjadi berhati-hati saat berbicara. 

"Tetapi sekarang, aku bersyukur.. Kau masih hidup dan mendekapku seperti ini.." Tatapan itu berubah sayu seperti orang yang tengah mengantuk, suara yangyang bahkan terdengar lemah.

Perlahan yangyang terkulai lemas di pelukan kun. Membuat kun tersenyum saat melihat wajah terlelap itu yang masih terlihat manis. "Selamat malam yangyang, aku mencintaimu.."

Setelah mendaratkan ciuman singkat di pipi yangyang, kedua mata kun perlahan tertutup. Tubuh keduanya terbaring di hamparan rumput, dengan saling berpelukan. Wajah-wajah itu terlihat damai, tertidur tanpa gerakan nafas yang biasanya terjadi di tubuh mereka.

.

.

.

END

Creatures Of The Night •kunyang•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang