Dering ponsel dengan volume cukup keras membangunkan yangyang dari tidurnya. Ia membuka mata seraya mengerang kesal. Yangyang bersumpah! Akan mengutuk orang yang menelponnya sepagi ini.
Mengucek mata, yangyang akhirnya menatap nama yang tertera di layar ponselnya. Alisnya mengernyit, tidak biasanya renjun menelponnya. Kalaupun ada perlu, sahabatnya itu selalu mengatakan lewat obrolan chat.
"Ya! Kenapa menelpon?!" Yangyang tidak mau bertanya dengan lembut. Ia masih kesal karena tidur nyenyaknya diganggu.
Alis yangyang kembali mengernyit ketika suara renjun di seberang sana terdengar lirih. "R-renjun? Kau kenapa? Kenapa menangis?!" Tentu saja yangyang menjadi panik. Ia sangat mengenal renjun, jika menangis seperti ini tanda sahabatnya itu tengah menghadapi masalah besar.
"Yangyang.." Suara renjun sempat terputus karena isak tangisnya yang semakin kencang. "Jeno—jeno meninggal."
Bola mata yangyang melebar. Astaga, padahal kemarin malam ia berpapasan dengan jeno. "JANGAN BERCANDA! Semalam aku baru saja berbicara dengannya, ayolah renjun! Aku tau kau masih dendam dengannya, tidak perlu mendoakannya meninggal!"
Namun isakan renjun membuat yangyang menggigit bibir bawah. Itu tandanya jika renjun serius, tetapi—bagaimana bisa dan kapan? Oh tidak, pikiran yangyang mulai mengaitkan kejadian ini dengan kun. Lalu dengan cepat yangyang menepisnya, ia berusaha berpikir positif, kun tidak mungkin membunuh jeno.
"B-bisa kau jelaskan kenapa dia meninggal?" Kali ini yangyang serius. Ia sedikit merasa bersalah karena melontarkan candaan disaat situasi seperti ini.
"Jam setengah sebelas kemarin, jeno ditemukan dalam keadaan pingsan di pinggir danau. Tubuhnya basah kuyup, dan saat dibawa kerumah sakit jantungnya sudah berhenti berdetak."
Sungguh! Yangyang semakin tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Danau itu letaknya cukup jauh dari rumahnya. Dan untuk apa jeno kesana? Temannya itu tidak bisa berenang. Kecuali, ada sesuatu yang mengejarnya, membuat jeno berlari menyelamatkan diri.
Hal ini membuat yangyang kembali berpikir negatif. Semalam jeno hampir memperkosanya, lalu kun datang menyelamatkan. Apakah benar, kun telah membunuh jeno? Tetapi untuk apa? Jeno bahkan tidak pernah menyakiti mahkluk itu. Jangankan menyakiti—mengetahui kun bernafas saja jeno tidak tau.
"Kita bicarakan ini nanti setelah menghadiri upacara pemakaman jeno, aku tutup telponnya." Yangyang mematikan sepihak telponnya. Pikiran negatif itu membuatnya tidak bisa berbicara lebih banyak dengan renjun saat ini.
Yangyang berdiri, ia berjalan cepat menuju tangga; hendak menuju basement. Dalam hati ia berharap kun berada disana, sehingga pikiran negatif di kepalanya musnah. Kun tidak mungkin dalang dibalik meninggalnya jeno.
"Dia sudah pergi."
Suara taeil menghentikkan langkah yangyang saat hendak menuju basement. Jika kun tidak ada disini, lalu dimana ia sekarang?
"Sekarang rumah kita aman, tidak ada mahkluk yang bisa saja mengancam keselamatan kita." Ucap taeil seraya berjalan menuju meja makan. Hatinya tenang mahkluk itu pergi, jadi ia bisa tidur dengan nyenyak nanti malam.
Yangyang mengikuti ayahnya dengan wajah gusar. Jika yang ia pikirkan memang benar, yangyang merasa sangat menyesal, karena telah menyelamatkan mahkluk itu dari siksaan yang ayahnya berikan.
"Wajahmu kenapa begitu?!" Ya, doyoung selalu bertanya dengan nada tinggi jika melihat gelagat aneh yang ditunjukkan putranya.
"Emm," yangyang menggaruk tengkuk. "Temanku—dia ditemukan tewas di pinggir danau foxie. Nanti siang aku dan renjun akan menghadiri upacara pemakamannya." Jelas yangyang dengan raut wajah yang berusaha dibuat normal.
Baik taeil maupun doyoung sama-sama melebarkan mata; mereka terkejut. Karena selama ini, danau itu tidak pernah memakan korban. Beruntungnya, mereka tidak mengaitkannya dengan kun.
"Hah.. Umur tak ada yang tau." Taeil kembali bersuara seraya memainkan sarapannya. "Sampaikan ucapan duka papa dan mama pada keluarganya nanti ya."
Yangyang hanya merespon dengan anggukan pelan.
---
Peti kayu itu perlahan dimasukkan ke dalam liang lahat. Terlihat ibu jeno yang mulai ambruk karena tak kuat melihat jasad putranya yang akan dikebumikan. Sementara di barisan belakang, yangyang menenangkan renjun yang masih tersedu. Hanya dirinya, yang tidak menangisi kematian jeno.
"Aku kira kau tidak akan sesedih ini." Bisik yangyang tepat di telinga renjun. Sengaja ia lakukan karena tak ingin orang-orang di sekitar mendengar ucapannya.
Renjun menghapus airmatanya menggunakan tissue. Sesekali isak tangis masih terdengar dari mulutnya. "Memang tidak. Aku hanya menangisi kebodohannya yang harus memilih danau untuk bersembunyi."
Mati-matian yangyang menahan mulutnya untuk tidak terbahak. Jika bukan acara kematian, tawa keras itu pasti sudah keluar dari mulutnya.
"Yangyang, ada yang ingin aku katakan." renjun kembali bersuara, ia menyuruh sahabatnya itu berbalik. Dan berjalan menjauhi kerumuman. "Tadi kau mengatakan jika kemarin malam kau sempat berbicara dengan jeno, apa kau tidak melihat ada tanda bahaya yang mengancamnya?"
Yangyang terkejut, lalu raut wajahnya kembali normal. Ah, sudah ia duga jika renjun akan menanyakan ini. "Tidak. Setelah berbicara denganku dia langsung pergi." Untuk kali ini, yangyang pintar dalam berbohong.
"Apa yang kalian bicarakan?"
"Dia.. Menyatakan cintanya lagi. Seperti biasa—aku selalu menolaknya." Yangyang tertawa pelan diakhir ucapannya.
Renjun bingung. Kematian jeno penuh dengan misteri. "Dia tidak mungkin bunuh diri yangyang," renjun tau, jeno bukanlah tipe orang yang mudah patah hati. "Jika memang dia sengaja menjatuhkan diri ke dalam air, lalu bagaimana tubuhnya bisa kembali ke pinggir danau?"
Oh, bagus sekali!
Perkataan renjun membuat yangyang semakin pusing. Ia kembali berpikir, benarkah—kun pelaku dari semua kejadian ini?
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Creatures Of The Night •kunyang•
FanficDi sebuah basement yang gelap; disana lah ia tinggal. Mahkluk tersebut hanya menunjukkan dirinya saat malam tiba. [Lanjutan dari akun; deryxx] BXB CONTENT! Don't like it? Then don't read it! Start : 22/07/2020 Finish : 14/09/2020