______Chapter 4
Vanya menggeliat pelan dalam tidurnya, dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk tubuhnya erat. Awalnya dia akan pergi setelah Reygan benar-benar tertidur lalu melepaskan diri dari rengkuhan Reygan, namun dia ketiduran.
Vanya melihat jam di atas nakas, 01.15, Dini hari. Vanya melepaskan pelukan Reygan yang melingkar di pinggang rampingnya. Sedikit kesusahan karena pelukan Reygan yang erat, namun berhasil Vanya lepas. Kemudian meletakan punggung tangannya di dahi sang Suami, panasnya turun. Ia sedikit lega, hingga ia memilih keluar dari kamar Reygan.
"Cepat sembuh, pak."
***
Reygan terbangun dari tidurnya, kepalanya pusing sekali walau tak separah kemarin. Namun badannya masih terasa lemas. Dengan pelan Reygan bangun kemudian duduk dipinggir kasur.
Ia melihat jam, masih jam tujuh lewat lima menit, kemudian Matanya terpaku pada benda yang terletak di atas nakas, baskom kecil dengan air di dalamnya lengkap dengan handuk kecilnya. Bukankah itu biasa digunakan untuk mengompres, lalu apakah ada orang yang mengopresnya semalam? Tapi siapa? Apa mungkin Vanya? Mana mungkin Vanya peduli padanya. Tapi, hanya Vanya yang tinggal di rumah ini selain dirinya, tidak mungkin orang lain.
Diam-diam ia menarik kedua sudut bibirnya.
Lama asik dengan pikirannya sendiri, Reygan berjalan terlatih menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya kembali.
Setelah mandi dan memakai pakaian santai rumahannya, Reygan pergi ke bawah untuk sarapan.
Saat menuruni anak tangga, Reygan mendapati Vanya yang tengah duduk sarapan di meja makan. Reygan tetap melangkahkan kakinya menuju meja makan.
Vanya yang menyadari kehadiran Reygan pun mendongak, menatap Reygan yang berdiri menatapnya datar. Dengan ragu Vanya bertanya kepada Reygan, "Mau sarapan?" tanya Vanya.
"Iya," ujar nya yang masih tetap berdiri di depan Vanya.
"Saya tadi buat nasi goreng, saya buatnya lebih. Makan itu aja, nggak perlu masak lagi. Mubazir kalau dibuang," ucapnya seraya menunjuk mangkok berisi nasi yang berada di depannya.
Reygan hanya diam kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Vanya. Lalu menatap nasi goreng yang dimaksud sang istri, lalu menatap Vanya yang telah melanjutkan makannya.
Vanya yang merasa ditatap beralih menatap Reygan. "Kenapa? Nggak mau?" tanya pada Reygan. Dan Reygan langsung menggeleng cepat. Ini sungguh ajaib, kapan lagi ia akan menikmati suasana ini. Makan pagi bersama istri, dan masakan istri.
Reygan tersenyum lebar, "Terima kasih banyak ya," ucap Reygan, kemudian beranjak mengambil piring kemudian kembali menyantap sarapan masakan istri.
Betapa nikmatnya.
Disela-sela makannya, Reygan teringat sesuatu yang dari tadi menggerogoti pikirannya. "Oh iya Kamu ... Eum ..." ucapnya ragu-ragu
Vanya melirik sang suami yang berada di hadapannya dengan mengerutkan dahinya, "Apa?"
"Kamu semalam yang mengompres saya?" tanya Reygan sambil melirik wajah cantik istrinya itu.
Vanya kaget, tapi berusaha menetralkan ekspresinya. "Hmmm, ya. Kemarin saya nggak sengaja lihat kamar bapak terbuka dan ya begitu," jawabnya tanpa melihat lawan bicaranya.
Reygan hanya manggut-manggut, sebenarnya dia ingin bertanya lebih lanjut. Tapi, sepertinya Vanya tampak tak mau membahas lebih panjang lagi.
Selesai sarapan, Reygan kembali ke kamarnya. Sedangkan Vanya mencuci piring bekas makan mereka. Reygan pun heran, tak biasanya Vanya sudah lebih dulu sarapan darinya, bahkan sudah memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Dosen [On Going]
General FictionFOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! [BUDAYAKAN TINGGALKAN VOTE SETIAP PART] Ini bukan tentang seorang Dosen dingin, killer. Tapi, tentang seorang Dosen yang memperjuangkan pernikahannya. Reygan Prayoga, Seorang dosen tampan berusia 30 tahun, menikah denga...