02

360 28 2
                                    


happy reading.

***

"Vanya! Sini!" Vanya mengurungkan niatnya untuk menuju gedung fakultasnya, karena ketiga teman dekatnya itu memanggilnya.

"Kok kalian ada disini? Bukannya sekarang jamnya Ma'am Endang?" Tanya Vanya pada mereka yang tampak asyik menikmati milkshake berbagai rasa. "Gue minta dong!"kata Vanya merampas salah satu minuman rasa Taro milik temannya yang berambut panjang dengan gelombang itu. Sudah seperti duta iklan shampoo aja.

"Nih anak! Main asal rampas aja!" Gerutu Ara, Arabella Lucio, Teman Vanya yang seperti duta iklan shampoo itu.

"Ma'am Endang ada acara seminar, jadinya dia cuma ngasik tugas. Katanya suruh analisis artikel yang udah di share di grup kelas," jawab temannya yang paling pinter dan menjadi andalan di kelas English Phonology, namanya Intan Berliana. Heran, sudah intan, masih maruk sama berlian. Pantas saja anaknya jadi mahasiswi emas. Nanti kalau dia punya punya anak, sekalian Emas, Perak, Berlian, Intan, semuanya diborong menjadi nama lengkap anaknya.

Eh! Kok malah bahas anak sih?! Vanya bergidik ngeri saat membayangkan ia memiliki anak bersama Reygan.

"Ih! Najis banget!"

"Vanya! Lo kenapa sih? Kek orang gila aja!" cibir Ara melihat tingkah Vanya yang seperti orang gila. Melamun lalu tiba-tiba bilang najis.

Vanya sedikit gelagapan, "eh? Gakpapa kok. Gue kinget sama kecoak di dapur tadi. Iii ... gede banget! Jijik gue!"

Iya! Siapa lagi kalau bukan Reygan kecoak itu!

"Oh iya, hubungan lo sama Aldo gimana? Makin goals  aja ni." Kalimat itu berasal dari temannya yang memiliki rambut pendek nama panggilannya Lia.

Entah kenapa, perasaannya semakin gelisah kalau ditanya soal hubungan. Bagaimana ia akan bahagia kalau setiap bersama Aldo, ia malah terikat ikatan suci dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.

Tuhan ... Kapan ini akan berakhir.

"Bacot lo pada." Vanya beranjak meninggalkan teman-temannya yang mengernyit heran padanya.

"Sensi banget si Vanya. PMS kali ya."

***

"Aldo!" Vanya yang tengah berjalan di depan gedung rektorat itu memanggil nama kekasihnya, yang kebetulan berjalan tidak jauh darinya.

Terlihat Aldo berlari kecil menghampiri Vanya. Setelah berada di hadapan Vanya, tangan Aldo bergerak mengacak pelan rambut Vanya.

"Aldo, kok diacak sih. Kan hati aku keikut berantakan."

Aldo tertawa gemas. "Gimana aku mau relain kamu sama suami kamu sendiri, kalau setiap detik kamu buat aku makin cinta."

"Maafin aku Al. Maaf."

"Enggak papa. Aku yakin, kalau suatu saat, kita akan bersama," ucapnya seraya menggamit jemari Vanya. "Mau makan? Atau mau apa?"

"Mau ke taman, ngerjain tugas."

"Ayo, aku temenin." Akhirnya keduanya berjalan bersama menuju taman yang berada di belakang kampus, taman yang menjadi tempat para mahasiswa/i belajar kelompok atau nongkrong, bahkan ada yang berpacaran di sini.

"Oh iya, kamu ada kelas nggak?" tanya Aldo saat keduanya tengah duduk berhadapan.

"Enggak ada kok," jawab Vanya yang mulai mengerjakan tugasnya.

"Sini aku bantuin. Butuh bantuan apa?"

Vanya tampak berpikir sejenak. "Eum. Kamu yang nulis aja deh. Aku mau searching dulu. Ini matkul cukup ribet."

"Oke." Keduanya fokus dalam mengerjakan tugasnya. Aldo memang sebaik itu, dan hatinya benar-benar tulus untuk Vanya. Tak khayal kalau Vanya susah untuk berpaling, bahkan pada suaminya sendiri. Diam-diam Aldo tersenyum kecil. Ia percaya kalau Vanya akan menepati janjinya.

Tahun depan. Sabar. Selama itu, ia harus fokus untuk modal masa depannya. Ya! Harus!

"Sayang."

"Iya Al?"

"Ke rumah mama. Mau? Mama Wa aku, kalau kangen kamu."

"Boleh. Ayo."

"Tugasnya udah?"

"Udah. Kamu tenang aja." Vanya bangkit lebih dulu, memasukkan buku ke dalam Tote bag nya, lalu menarik lengan Aldo.

"Ayo." Keduanya bergegas menuju parkiran, namun Aldo menghentikan langkahnya di lorong gedung yang terletak di dekat parkir.

"Ada apa sayang?" tanya Vanya pada Aldo yang kini mengikis jarak darinya.

Aldo tersenyum, tangannya bergerak merapikan anak rambut Vanya yang menutupi kecantikan wajah kekasihnya ini.  Satu tangannya meraih pinggang Vanya. Bahkan Vanya dapat merasakan deru nafas Aldo, aroma pria ini, jadi candunya.

"Al ...." Vanya takut kalau tiba-tiba ada orang yang lewat, mengingat lorong tempat umum dan siapa saja bisa lewat.

Aldo tidak menggubris, malah ia memiringkan kepalanya, mendekati wajah Vanya, dan kedua bibir keduanya bertemu. Hanya menempel beberapa detik, sebelum akhirnya Aldo mulai melumat pelan. Penuh kelembutan, tidak tergesa-gesa, namun sudah cukup membuat Vanya melayang. Ini bukan yang pertama, tapi rasanya susah untuk dideskripsikan oleh Vanya.

Aldo ... Memiliki pesonanya tersendiri.

Tangan Vanya meremas pelan pinggang Aldo. Membalas pelan ciuman Aldo, dan menerima dengan ketulusan.

Sosok ini yang menemaninya dari awal, selalu meyakinkan dirinya saat pesimis, dan Aldo yang membuatnya tertawa. Selama ini, Aldo tidak pernah membuatnya menangis. Tapi, dirinyalah yang merusak hubungan ini.

Vanya memejamkan kedua matanya, nafasnya hampir habis, dan Aldo belum melepas pangutan bibirnya.

"Kalian?"

Sontak tubuh Vanya dan Aldo tersentak dengan ciuman yang terlepas mendengar suara itu.

***

Istri Dosen [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang