Aku marah. Iya marah sama Novan. Dia menipuku selama 2 tahun ini. Kok kayaknya dia malah mainin aku. Sebel.
Udah 2 hari ini aku tidak mau menerima teleponnya dan juga tidak membaca pesan-pesan yang dikirimkannya. Bahkan Mahardika mencarikupun aku menghindarinya.
Ingin curhat sama Mama Novia, tapi aku tidak mau membuat beliau pusing dan mengganggu kesibukannya. Aku tahu, semua keluarga juga menyembunyikan fakta Novan ada di sini dan kuliah di sini. Entah apa alasannya."Ra... Nara... "
Aku menghentikan langkahku saat di depanku persis Mahardika akhirnya berhasil mencegatku.
"Kak, aku capek mau pulang."
Aku mengatakan itu tapi Mahardika menggelengkan kepala.
"Gue cuma mau nyampein pesen Novan."
Ucapannya membuat aku melengos.
"Kalau Kak Novan mau ngomong sama Ara, suruh ketemu langsung."
Air mata sudah menggenang di pelupuk ku. Kenapa Novan tidak langsung menunjukkan dirinya sendiri? Dia tidak tahu apa kalau aku sudah merindukannya?
"Iya dia mau nemuin kamu, kalau udah sampai di sini."
Aku langsung menghentikan langkahku dan berbalik ke Mahardika kembali.
"Memangnya Kak Novan kemana?"
Mahardika menyugar rambutnya yang hitam tebal itu.
"Masih di luar Jawa, nemenin profesor. Lusa dia baru pulang. Ayolah Ra... Ngomong sama Novan."
Aku terdiam mendengar ucapan Mahardika. Kak Novan sesibuk inikah?
*****
Aku bergulingan di atas kasur. Malam telah menjelang tapi kantuk belum juga datang. Mengetahui fakta kalau Novan sudah bekerja keras untuk menjadi yang terbaik di sini membuat aku sedikit merasa bersalah. Mahardika akhirnya bercerita tentang Novan. Katanya Novan Mahasiswa berprestasi; fakta itu aku tidak terkejut. Novan memang cerdas. Lalu Novan terpilih sebagai asisten praktek juga. Hidup dia dua tahun ini sungguh hanya dipenuhi dengan belajar dan belajar. Tapi aku masih belum mendapatkan alasan kenapa Novan tidak jadi pergi ke Luar negeri. Karena hari dimana Novan akan pergi pun, aku mengantarnya sampai bandara. Memeluknya dan menangis.
Ketukan di pintu kamar membuat aku mengernyit. Tante Imel sudah berpamitan tidur sejak pukul 9 tadi. Tidak ada orang lagi di rumah ini.
"Siapa?"
Aku beranjak bangun dan turun dari atas kasur. Hening. Tidak ada jawaban dari balik pintu. Tiba-tiba bulu kuduk ku berdiri. Jangan-jangan...
Aku menggelengkan kepala. Tidak mungkin. Rumah ini tidak berhantu.
Aku melangkah perlahan lalu sudah bersiap membuka pintu. Jantungku berdegup kencang.
"Siapa ya? Tante Imel?"
Aku masih ragu. Tidak juga ada jawaban. Akhirnya dengan cepat aku membuka pintu tapi memejamkan mata.
"Malam, bidadariku."
Deg
Mataku langsung terbuka. Dan...
Aku melangkah mundur. Di depanku berdiri sosok tinggi tegap. Tubuhnya makin berisi dan tingginya makin menjulang di atasku. Lidahku kelu melihat siapa yang kini tersenyum kalem.
"Assalamualaikum istriku."
"Walaikumsalam."
Aku menjawab lirih dan membuat pria yang sudah membuat aku kesal selama dua hari ini kini tersenyum lagi.
"Maafin Kakak ya."
Seperti anak kecil yang sudah lama tidak bertemu bapaknya, itulah aku. Malah ketakutan dan menjauh dari Novan. Pria tampan di depanku ini kini mengernyitkan kening.
"Ara marah sama Kakak? Bisa jelasin nanti ya? Kakak baru aja pulang nih. Lelah. Boleh masuk?"
Pertanyaannya terdengar begitu lembut. Aku hanya menganggukkan kepala. Novan masuk ke dalam kamar yang aku tempati. Dia meletakkan ransel yang berwarna biru ke atas lantai.
"Sini... Peluk Kakak. "
Novan melebarkan kedua lengannya. Tapi aku menggeleng lagi.
"Ya udah, Kakak yang ke situ."
Novan melangkah cepat dan langsung menarikku masuk ke dalam pelukan. Tubuhku terasa kaku. Tapi begitu mencium aroma tubuhnya antara campuran parfum dan bau tubuhnya membuat aku tidak tahan. Aku melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya dan langsung memeluk Novan. Tangisku pecah akhirnya.
******
Aku malu. Menangis terisak, mata sembab dan pipi memerah. Novan menatapku dengan lembut. Kami akhirnya duduk di atas kasur.
"Udah nangisnya?"
Aku mengerucutkan bibir, lalu memukul lengannya.
"Kakak jahat. Kenapa bohongin Ara? Kenapa? Ara nahan rindu 2 tahun ini. Kalau tahu Kakak di sini, kenapa harus nggak pulang?"
Novan hanya tersenyum kalem. Selama dua tahun tidak bertemu membuat dia makin dewasa.
"Aku yang nggak bisa tahan kalau aku bilang di sini. Aku pasti ingin setiap hari pulang. Memelukmu dan menciummu. Semua ini aku lakukan demi aku sendiri Ara. Aku memang ke Inggris tapi hanya satu semester di sana. Jiwaku tidak di sana dan aku tidak bisa." Novan mengulurkan tangan untuk mengusap rambutku.
"Akhirnya, aku berdiskusi dengan Papa dan Mama. Akhirnya mereka semua setuju aku mengambil kuliah di sini dan bukan kedokteran. Passion ku ada di sini Ara, lagipula aku ada dekat denganmu. Itu udah cukup."
Ah aku kenapa begitu terharu mendengar semua ucapan Novan?
"Tapi, Kakak jahat. Ara itu istri Kakak. Kenapa juga Ara nggak di kasih tahu?"
Aku masih merajuk. Novan mengenggam jemariku dan kini membawa ke depan bibirnya. Mencium satu per satu jemariku."Karena aku pasti tidak akan sampai ke titik ini, kalau tahu kamu tahu aku di sini. Paham kan? Aku terlalu cinta sama kamu Ara."
Bersambung
Bucin buciiiiiiin si Nopaaan mah...
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Halal
RomanceNara tidak pernah tahu kalau pria yang sudah menjadi suaminya itu kuliah di kampus dan fakultas yang sama dengannya. Setahu dia, sang suami menuntut ilmu di luar negeri seperti pamitnya dulu. selama itu mereka berkomunikasi lancar, tapi Novan tidak...