BAB 06 ADAPTASI

10.2K 2.3K 204
                                    


"Serius lu dianterin Kak Novan? Si keren itu?"
Aku langsung menatap Meta, yang duduk di dekat Anis saat ini. Kelompok MOS berkumpul lagi di kelas. Tadi pagi memang Novan membuat kehebohan dengan mengantarkanku lagi sampai depan kelas. Ah padahal aku tidak mau mendapatkan pandangan penasaran dari setiap orang. Ternyata reputasi Novan di kampus ini juga sudah terkenal, seperti Kak Mahardika. Salah satu senior keren kalau kata Anis.

"Heem."

Aku hanya menjawab itu, tidak tahu juga harus mengatakan apalagi. Karena aku dan Novan memang tidak akan menyangkal lagi status kami, tapi aku juga tidak akan secara gamblang mengumumkan. Biarlah mereka tahu sendiri. Lagipula aku masih kurang nyaman dengan ini semua. Aku juga masih dalam mode setengah ngambek kepadanya. 

"Lha bener kan, makanya kemarin Nara dipanggil sendiri ke Kak Mahardika. Si ganteng dan charming itu kan sahabatan ama Kak Novan."

Celetukan Anis membuatku melirik ke arahnya. 

"Kamu tahu darimana?"

Anis tersenyum lebar "Kakak aku juga kuliah di sini. Satu angkatan sama Kak Mahardika dan Kak Novan, jadi tahu dong. Mereka emang senior terkeren katanya. Cerdas, ganteng dan memang luar biasa."

Aku terhenyak mendengar ucapan Anis, kembali lagi Novan populer di sini. Dan aku tidak suka, dengan kepopulerannya itu pasti juga banyak sekali fans yang mengekorinya. Huft. Percakapan kami terhenti saat dosen masuk. Seharian ini aku harus fokus tidak boleh teralih lagi. Selama dua tahun aku sudah bisa berubah menjadi ARA yang lebih baik lagi. Nilai akademikku juga lebih bagus daripada saat ada Novan dulu. Aku tidak mau fokusku terganggu lagi.

****** 

Tubuhku terasa panas dan kepalaku sedikit pusing. Apa karena kesibukan yang baru saja aku jalani ya? Semalam aku memang tidur larut malam, meski Novan ada di sampingku tapi aku masih belum bisa tertidur nyenyak. Hari ini jadwal sampai sore, dilanjut tugas kelompok yang mengharuskanku tetap berada di kampus dengan Novi dan Galih. Meta, Anis dan Liam yang satu kelompok juga sama masih berada di sini. Novan juga kalau sudah di kampus dia tidak bisa diganggu. Kami seperti orang asing dengan kesibukan masing-masing. Tidak ada pesan lewat ponsel dan juga telepon. Aku yang menginginkan itu karena aku tidak mau konsentrasiku terganggu. Bagaimanapun aku tidak mau mengecewakan Papa Raihan dan Mama Novia. Aku harus menunjukkan kalau aku itu bisa dengan kemampuanku sendiri.

"Ra, kamu kenapa?"

Pertanyaan Galih membuat aku menatapnya. Aku sejak tadi memang cuma memijat pelipis agar rasa pusingku ini perlahan pergi. Novi yang duduk di sampingku ikut menoleh ke arahku. Kami mengerjakan tugas di perpustakaan lagi.

"Kamu pucat Ra."

Novi juga menimpali, tapi aku menggelengkan kepala.

"Enggak. Cuma laper deh kayaknya."

Aku berusaha untuk menutupi rasa pusingku ini. Aku tidak mau mereka tahu, dan menyebabkan tugas ini tertunda lagi.

Galih mengernyitkan kening "Lapar? Aku belikan apa gitu?" Dia sudah akan beranjak berdiri tapi aku menggelengkan kepala. "Aku bisa kok. Ehm aku tinggal ke kantin bentar ya?"

Galih dan Novi langsung menganggukkan kepala "Tapi beneran nggak apa-apa?"

Galih masih menatapku khawatir begitu juga Novi. Aku segera tersenyum dan berusaha terlihat sehat.

"Enggak. Wait ya."

Aku melangkah keluar dari perpustakaan lalu melangkah ke arah kantin di fakultas ini. Aku sudah sedikit hafal letak bagian-bagian yang penting. Seperti mushola, kantin dan lainnya. Sampai di kantin aku bingung juga akan melakukan apa. Karena aku tidak lapar dan malah merasa makin pusing. Akhirnya aku menarik salah satu kursi dan duduk di sana.

Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang