Aku, masih bingung. Setelah pelukan hangat Novan, aku tertidur. Entah karena terlalu lelah tadi di kampus atau memang aku lelah menangis dan juga masih mencerna semuanya makanya aku malah tertidur. Saat terbangun, lampu kamar sudah mati hanya menyala lampu tidur di tas nakas sebelah kasur. Aku juga merasakan hembusan nafas di tengkuk ku membuat bulu kuduk ku tiba-tiba meremang. Refleks aku bergerak menjauh, tapi rupanya terlalu cepat sehingga membuat gerakan di sampingku.
Lampu seketika menyala terang, dan aku bisa melihat dengan jelas wajah Novan yang tampak mengantuk. Tapi begitu melihatku dia benar-benar membuka matanya.
"Ara kenapa?"
Dia mengernyitkan kening lalu mengulurkan tangan untuk menyentuh kepalaku. Aku hanya menggelengkan kepala dan kini bergeser sedikit jauh lagi bahkan hampir jatuh dari atas kasur kalau saja Novan tidak menarik tanganku.
"Hei.. Kenapa seperti takut begitu?"
Novan menatapku lekat. Aku akhirnya bisa bersikap tenang. Bayangkan saja, sudah 2 tahun lamanya aku tidak bertemu dengan Novan, apalagi tidur bersama begini. Tentu saja aku terkejut saat terbangun ada seseorang di sampingku dan sangat dekat."Ehm Ara cuma terkejut Kak. "
Akhirnya aku mengatakan itu. Novan malah mengerutkan kening tapi kemudian dia tersenyum maklum. Dia kini sudah berganti dengan kaos putih dan juga celana tidur. Aku masih hafal betul pakaian tidurnya. Ternyata selama 2 tahun dia masih belum berubah, hanya saja memang postur tubuhnya, dan juga struktur wajahnya makin terlihat lebih dewasa. Ada cambang halus di wajahnya yang membuat makin terlihat tampan. Rambutnya juga dibiarkan sedikit panjang melewati telinga, beda dengan Novan yang dulu, selalu rapi.
"Owh, maaf ya. Aku... Ehmmm terlalu merindukanmu
Jadi... "Novan mengusapkan tangan di tengkuknya. Lalu dia tersenyum lagi tapi kemudian dia beranjak turun dari atas kasur.
"Kalau Ara masih belum terbiasa lagi, Kakak bisa kok tidur di sebelah kamar ini. Ara butuh privasi kan?"
Sebelum aku menjawab, Novan sudah mengambil ponsel yang ada di atas nakas lalu tersenyum kembali kepadaku.
"Udah, bobok lagi ya? Aku tidur di sebelah."
Dia langsung berbalik dan keluar dari dalam kamar. Aku masih terduduk dan menatap pintu kamar yang sudah tertutup. Ah ada apa denganku? Aku ingin bertemu Novan selama ini, rindu dengannya, tapi setelah Novan di sini aku malah mendorongnya pergi?
Aku membaringkan tubuhku lagi di atas kasur. Kantuk ku sudah sepenuhnya hilang. Aku menatap langit-langit kamar. Mencoba mencerna semua yang terjadi. Apakah aku marah? Iya aku marah dengan sikap Novan yang seenaknya sendiri membohongiku selama 2 tahun ini. Mungkin alasannya bisa jadi pembenaran buat dia, tapi tetap dia salah. Aku merasa hanya dijadikan boneka di sini. Cewek yang nggak tahu apa-apa dan terlalu polos. Ah malam ini aku pasti tidak bisa memejamkan mata lagi.
*****
Semalam baru bisa tidur jam 3 pagi. Tapi sudah di bangunkan Novan saat subuh. Aku akhirnya terbangun meski mataku masih berat. Setelah salat subuh aku tidak bisa tidur lagi. Novan berpamitan untuk lari pagi di sekitar kompleks tapi aku memilih untuk tetap di dalam kamar. Aku masih canggung, dan masih belum bisa bersikap seperti biasa. Jarak selama 24 bulan itu terasa sangat lama bagiku. Aku masih belum terbiasa mendapati Novan kembali hadir di sisiku.
Entah aku yang kurang bersyukur atau memang aku yang masih belum bisa menerima. Entahlah.
Sampai akhirnya aku bersiap untuk berangkat ke kampus, dan turun ke ruang makan. Novan sudah duduk manis di sana, dan sedang berbincang dengan Tante Imel.
"Eh anak cantik udah siap. Sini sayang, sarapan dulu."
Tante Imel menatapku dan menyuruh aku duduk di samping Novan. Suamiku itu menganggukkan kepala tapi tersenyum kalem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Halal
RomanceNara tidak pernah tahu kalau pria yang sudah menjadi suaminya itu kuliah di kampus dan fakultas yang sama dengannya. Setahu dia, sang suami menuntut ilmu di luar negeri seperti pamitnya dulu. selama itu mereka berkomunikasi lancar, tapi Novan tidak...