Kun dan Winwin semakin merenggang. Mereka tak pernah lagi bertemu ataupun meluangkan waktu di sepanjang malam untuk menelpon satu sama lain. Seperti yang dulu mereka lakukan.
Ia juga kesal dengan aturan paranormal yang di rekomendasikan oleh Taeyong itu.
"Daun kelornya harus dikibas-kibaskan di ujung kamarmu, Kun," perintah Taeyong ketika melihat Kun yang ogah-ogahan menuruti perintah itu.
"Ya ya aku tahu, sudah menyelesaikan masalahmu dengan Jaehyun?"
Alis kanan Taeyong sedikit naik. "Masalah dengan Jaehyun?"
"Kau ini pura-pura lugu atau bodoh sih, masalah yang Jaehyun membuat sesuatu di lehermu."
Astaga, Taeyong baru mengerti sekarang.
"Aku hampir lupa dengan hal itu, hari ini aku harus bertemu dengannya." Taeyong memutuskan untuk pergi menemui Jaehyun.
"Lupa atau kau benar-benar menikmati hal itu, Tae?" goda Kun diselingi oleh tawa jahilnya.
"Diam, Kun!"
.
Winwin baru saja mengunjungi kediaman Ten dan Ibunya. Ia terlihat baru saja keluar dari dalam rumah Ten.
Johnny yang mengikuti ke mana arah Winwin melangkah dan menunggui sosok Winwin yang baru saja keluar di bawah pohon yang lumayan rindang.
Ia akhirnya menemukan kediaman Ten. Rumah abu-abu dengan nuansa klasik yang merupakan selera Ten sekali.
"Apa aku harus masuk ke dalam rumah itu ya?"
Kalau dipikir-pikir, sia-sia dong kalau dia nemuin rumah itu tapi gak bertamu.
Dia pengen ngeliat keadaan mantan kekasihnya itu.
"Baiklah, aku akan bertamu ke rumah itu." Dengan langkah gontai, ia mulai memencet bel yang tersedia di samping pintu.
"Ya, tunggu sebentar."
Johnny dapat mendengar suara perempuan tua dari dalam sana.
"Oh, apa yang kau..."
Ibu Ten melongo mendapati sosok jangkung Johnny yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Apa Ten-nya ada?"
"Mau apa kau ke sini?"
.
Taeyong mengirimi beberapa pesan kepada Jaehyun. Entah darimana dia mendapatkan nomor Jaehyun. Sepertinya ponselnya sudah di utak-atik oleh Jaehyun dan secara sengaja menyimpan nomornya ke ponsel milik Taeyong.
"Ah, kenapa keparat itu belum sampai sih?"
Segala macam umpatan terus saja keluar dari mulut Taeyong. Ia sekarang tengah menunggu Jaehyun di salah satu kedai kopi yang terkenal akan kenikmatannya.
Seharusnya secangkir amerikano itu bisa menghilangkan semua rasa penatnya, tetapi karena ia menunggu Jaehyun maka amerikano itu hanya sia-sia ia pesan.
Tak menarik sama sekali, mood-nya langsung hilang begitu saja.
"Maaf sudah menunggu lama, Tae."
Taeyong mendongak, ia bisa melihat Jaehyun yang tersenyum manis ke arahnya.
"Jelaskan padaku, apa yang kau lakukan pada malam itu!"
Belum sempat Jaehyun duduk di bangkunya, ia sudah dihujani Taeyong dengan sebuah pertanyaan.
"Sabar, dong. Akan aku jelaskan."
Jaehyun hanya bisa menghela napasnya pelan, "jadi waktu itu aku gak sengaja ketemu kamu, lagi mabuk di salah satu bar."
"Waktu itu aku juga mabuk dan kamu terus-terusan menggelayuti aku. Tiba-tiba saja kau meracau tidak jelas dan mengatakan jika aku ini adalah kekasihmu. Setelah itu aku lupa, bagaimana kejadiannya."
Sudah dipastikan jika saat ini wajah Taeyong merah padam. Ia sangat malu.
"Kau membuat tanda di tengkuk ku," cicit Taeyong.
"Hah? Benarkah?" Jaehyun sangat kaget. Ia benar-benar "menjamah" tubuh Taeyong secara tidak sadar.
"T-tapi sudahlah, itu sudah kejadian lampau." Taeyong menyeruput amerikano nya yang kini mulai mendingin.
"Maafkan aku ya, jadi apa kita benar-benar sepasang kekasih?"
Kedua manik Taeyong menatap lurus ke arah wajah Jaehyun.
"A-aku tidak tahu."
.
Tidak ada pilihan lain selain mempertemukan Johnny dengan anak semata wayangnya, Ten.
Ibu Ten hanya pasrah setelah mendapati Jhonnya yang bersikeras ingin bertemu dengan anaknya.
"Ibu tidak tahu apakah Ten masih sudi melihat wajahmu, tapi tidak ada salahnya untuk bertemu dengan Ten walau cuma sebentar."
Johnny hanya tersenyum lalu masuk ke dalam salah satu kamar.
Ia bisa melihat wajah damai Ten yang sedang tertidur. Ia sangat merasa bersalah karena meninggalkan Ten dan mangan kekasihnya itu sakit. Mungkin penyebabnya adalah karena Jhonny.
"Ten," panggil Johnny pelan.
Padahal suara Johnny tidak terlalu keras tetapi mampu membuat Ten membuka matanya dengan perlahan.
"John, kau kah itu?"
Alangkah senangnya Ten masih mengenali suaranya.
"Ten, maafkan aku."
Ten melihat ke arah pintu. Iya, sosok itu adalah kekasih yang ia idam-idamkan dulu. Seo Johnny.
"Mau apa kau ke sini? Sudah puas kamu ngeliat aku sakit begini? Iya?"
Johnny menghampiri ranjang tempat Ten berbaring. "Kau pasti sakit karena aku kan? Kau sakit apa?"
Ten tertawa pelan, setelah apa yang Johnny lakukan dengan santainya lelaki jangkung itu muncul di hadapannya.
"Sudah tahu masih bertanya. Intinya aku sakit."
Sebenarnya Johnny rindu dengan Ten. Sangat rindu.
"Lebih baik kau pergi saja dari sini, John. Tidak ada yang perlu di bahas. Aku sudah memaafkan kesalahanmu di masa lalu. Aku ingin istirahat."
Hati Ten sudah tertutup. Johnny merasa jika Ten belum sepenuhnya memaafkan dirinya.
"Oke, aku pergi dari sini. Tapi asal kau tahu, aku sangat menyesal. Aku pergi."
Kepergian Johnny tadi membuat Ten menangis. Ia juga rindu sosok Johnny. Andai saja waktu bisa kembali di putar, ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Johnny.
Berapa lama gue anggurin ini book wkwkkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Sleep | Winkun
AcakQian Kun,seorang mahasiswa fakultas farmasi yang mempunyai gangguan tidur.Ia menderita narkolepsi yaitu penderitanya sangat mudah tertidur,dimana pun tanpa mengenal waktu dan tempat. Dong Sicheng,lelaki yang sering disapa Winwin itu adalah mahasiswa...