Hari lima. Tanpa bosan aku menghitung hari. Betapa menyedihkannya aku? Aku termenung dengan posisi yang tidak pantas alias seperti orang yang sudah kehilangan semangat hidup. Ya, sebenarnya semangat hidupku hari ini tidak begitu tinggi. Dan untuk bunuh diri, sebaiknya tidak. Dosaku masih banyak.
Dan pada akhirnya, aku memutuskan untuk melangkahkan kakiku menuju dapur. Mungkin kalau aku makan semangat hidupku untuk hari ini akan bertambah. Sial, aku malah semakin kacau.
Hari ini aku sendiri dirumah, Cameron sedang pergi dengan teman-temannya. Bagaimana aku tahu? Teman-temannya datang kesini dan meneriakkan nama Cameron seperti anak kecil.
Karena Cameron tidak kunjung keluar, aku pun membukakan pintu dan bertemu dengan 4 orang yang sepertinya sebaya denganku. Entahlah. Aku ingat saat itu mereka berempat tersenyum kepadaku dan mengenalkan dirinya. Yang kuingat, disana ada yang bernama Matthew, Carter, Taylor dan siapa yang bermata biru itu? Aku melupakan namanya. Mereka semua sangat ramah denganku.
Dan Cameron, bagaimana bisa dia mendapatkan teman seperti mereka dengan kelakuannya yang kelebihan menyebalkan dan dingin? Apa dia mencampurkan sesuatu diminuman mereka? Hanya Tuhanlah yang tahu.
Dan ada dua hal yang membuatnya semakin menyebalkan. Pertama, Cameron melarangku untuk pergi keluar rumah. Bagaimana bisa dia membuat peraturan seperti itu? Dia bahkan mengancamku dengan memberitahu Mom kalau aku tidak penurut dan apalah.
Dan yang kedua, ini jauh lebih menyebalkan dari yang pertama. Aku tidak diijinkan mengundang Kian untuk kerumah. Sungguh, saat ini aku sangat ingin menelannya hidup-hidup! Apa dia ingin aku gila dengan keadaan seperti ini? Jika iya, dia hampir berhasil.
Sebenarnya, disatu sisi aku sangat menyesal menyetujui pernikahan Mom. Dan disisi lainnya, aku merasa sangat bersalah karena aku sudah berjanji agar aku akur dengan Cameron dan yang terjadi malah aku berusaha mengutuknya menjadi batu. I’m sorry, Mother. He always wanted to die. So, yeah.
Dan kini, aku sudah berada dibalkon kamarku dan Cameron. Memandangi kamar Kian dikarenakan kurang kerjaan. Dan aku harus hati-hati. Jangan sampai Kian melihatku dan berkata, ‘Aku bosan dirumah,L. Bolehkah aku kerumahmu? ’
Harus aku jawab apa nanti?! Dan sekarang, aku malah dikagetkan dengan pintu kamar Kian yang bergerak perlahan. Dan saat itu juga aku sangat panik. Aku membalikkan badanku dan berusaha keras agar bisa masuk kamar. Jujur saja aku asal buka pintu. Setelah berhasil masuk, aku pun terduduk dilantai dikamar yang jelas-jelas bukan kamarku.
Tunggu, ini bukan kamarku! Aku melirik sekeliling. Seketika mataku membulat. Aku berada di kamar Cameron! Bagaimana bisa dia keluar rumah tanpa mengunci pintu kamarnya? Bukan pintu kamar sih. Pintu balkon tepatnya. Ah entahlah, aku melupakan sebutannya.
Apakah aku harus menjahilinya? Tidak tidak. Nanti aku akan kena semprot mulut pedasnya. Siapa yang tidak merasa ngeri? Jika ada, tolong datang kesini dan latih aku agar aku bisa membalas ucapan pedasnya. Dan juga, telingaku sudah sangat panas mendengar ocehan pedasnya.
Perlahan aku berdiri. Melihat isi kamar seorang Cameron the prince of north pole. Kamarnya lumayan rapi. Buku-buku terletak ditempatnya, pakaian kotor tidak berserakan dan kasurnya rapi. Sepertinya dia lebih rapi dariku.
Aku berjalan menelusuri kamar itu. Dan pada akhirnya, aku berhenti di meja kecil disamping kasur Cameron. Seperti yang kulihat dulu, disana ada dua foto wanita. Aku pun mengambil foto-foto itu yang diberi bingkai berwarna hitam.
Benar dugaanku, wanita didua foto ini berbeda. Terdapat tulisan dikedua foto itu. Difoto pertama, disana ada wajah seorang wanita yang mungkin usianya 21 tahun. Dia terlihat sangat cantik dengan rambut panjang gelombangnya yang panjang lebih dari bahu. Mungkin sepinggang. Dan disana terdapat tulisan ‘Hurry back, I miss you, sister!’
Dan difoto satunya, terlihat wanita yang mungkin usianya diatas 30 tahun. Seperti gambar pertama, wanita itu cantik bedanya wanita itu memiliki yang panjangnya rambut sebahu. Dan disana juga terdapat tulisan ‘I know you never come back. But, you should know that I miss you so much, Mom.”
Sekarang aku dibuat bingung. Cameron memiliki saudara? Dimana? Kenapa dia pergi? Dan ibunya Cam. Dia kemana? Kenapa disana ada kalimat ‘I know you never come back?’ ?
Aku pun meletakkan foto pertama ke meja kecil tadi. Aku takut foto itu terjatuh yang membuat bingkai foto yang melindunginya pecah. Bisa-bisa aku dibunuh Cameron dirawa-rawa.
Aku kembali melirik wanita difoto kedua. Mengamati setiap inci wajahnya dan kalimat itu. Menebak-nebak apa maksud kalimat itu. Tiba-tiba ada suara pintu terbuka. Dan reflex, aku melirik keasal suara dan disana terdapat Cameron dengan wajah kagetnya.
Matilah aku.
Dan pada saat itu juga, foto yang ada ditanganku terjatuh. Membuat bunyi yang seakan-akan memberitahuku kalau aku sedang dalam bahaya besar. Membuat tubuhku menjadi dibasahi keringat dingin.
“What are you doing here?!”
Author Note:
Hi guys! Gimana chapter ini? Hope ya like it!
Please leave vote/coment (voment) if you like it! i work hard for this!
And yeah, thanks for read my freak story! xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother ; C.D
Novela JuvenilAku selalu berharap memiliki seorang kakak. Namun, ketika aku sudah mendapatkannya, dia tidak seperti yang aku impikan. Aku selalu berusaha mengubahnya. Tapi, hal itu bukan hal yang mudah. Haruskah aku berjuang atau terkukung dalam keadaan ini? [Edi...