Diam-diam, aku menatap Cameron yang sedang menyantap sarapannya. Ini adalah hari keenam. Ya, aku kembali menghitungnya. Itu sudah menjadi kebiasaan baruku. Menghitung berapa lama aku akan terus bersama dengan seseorang sedingin Cameron.
Tidak. Aku tidak sedang marah dengannya dan memberinya berbagai macam kutukan. Yang kurasakan adalah rasa bersalah. Dikarenakan kemarin aku memecahkan bingkai foto seorang wanita yang sepertinya sangat-sangat berarti untuk Cameron.
Bagaimana aku tahu? Apa Cameron mengatakannya ketika mengomeliku? Tidak. Kemarin itu, dia menatapku dengan tatapan marahnya yang membuatku sangat takut. Dan dia menarikku keluar kamarnya dan membanting pintu kamarnya. Dia sama sekali tidak mengomeliku. Dan itu pertanda dia sangat-sangatlah marah.
Dan sampai sekarang, aku hanya bungkam. Menyantap sarapanku dengan tangan bergetar dan sesekali melirik kearah Cameron yang juga sedang menghabiskan sarapannya dengan wajah tanpa ekspresi.
Dan kejadian ini membuatku teringat dengan ucapan seseorang yang mengatakan kalau orang yang sedang marah itu tidak bisa diganggu. Jika diganggu, dia bisa saja menjadi Singa yang siap menerkam. Dan yang aku takutkan, aku membangkitkan jiwa singa terpendamnya Cameron. Itu akan sangat mengerikan. Karena itu, aku hanya diam.
Setelah menyelesaikan sarapanku, aku mencuci piring dan berjalan kearah ruang keluarga. Disana ada Cameron. Dia sedang menonton acara Spongebob Squarepants. Ini lucu. Bagaimana bisa seorang pria dingin dan menyebalkan seperti Cameron menyukai kartun seperti itu.
Dan detik itu juga terbesit sesuatu dibenakku. Sesuatu yang memang harus kulakukan sejak kemarin. Bagaimana bisa aku melupakan ini? Bodoh sekali kau, L!
Aku pun melangkahkan kakiku perlahan kearah Cameron. Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Berdo'a agar aku mendapat respon baik walaupun kemungkinannya hanya 0,1 persen. Tapi bagaimana lagi? Ini memang kesalahanku. Aku tidak bisa lari. Lebih tepatnya tidak akan bisa.
Aku kembali menarik nafas. Sembari berdo'a didalam hati. Bibirku terbuka perlahan. Berusaha mengucapkan sebuah kata yang sepertinya tersangkut ditenggorokanku. Aku kembali menarik nafasku sembari menutup mataku. Dan menghembuskannya diiringi mataku yang terbuka perlahan.
"M-maaf."
Pada akhirnya kata itu pun berhasil kuucapkan walaupun aku menghasilkan suara yang terbilang cukup pelan. Ralat sangat pelan.
"Saat ini aku tidak sengaja. Itu kecelakan. I swear." Sambungku lagi. Berharap dia berbalik dan memberi respon baik. Berupa anggukan atau akan lebih baik kalau Cameron berbalik dan mengatakan 'Aku mengerti. Maafkan sikapku kemarin.' Pertanda dia benar-benar memaafkanku.
Tapi, harapan ya akan tetap menjadi harapan. Adalah kesalahan besar bagiku jika aku berharap terlalu tinggi kepada Cameron. Apalagi setelah kejadian yang sangat fatal kemarin. Peluang dimaafkan saja kecil. Apalagi diakuinya sebagai adik. Mustahil.
"Jadi masuk kekamarku adalah ketidaksengajaan, hm?" Sahutnya dengan nada sarkastik yang sukses membuatku bungkam. Dan sekarang, otakku menjadi sibuk mencari dan menyusun kata-kata yang tepat.
"I'm not stupid, Miss Dallas." Sambungnya yang membuat tubuhku membeku. Membuatku semakin kehabisan kata-kata. Membuat hawa-hawa dingin disekelilingku. Membuatku menahan nafas dalam beberapa detik.
"Tentang Ka-"
"Shut up your fucking mouth, slut!" Bentaknya yang membuat mataku terasa panas. Dan detik berikutnya, aku menitikkan air mataku. Menatap nanar kearah Cameron yang sekarang masih tidak mengalihkan pandangannya dari televisi.
Aku tidak dapat menahan diriku lagi. Aku pun berjalan perlahan menjauhi Cameron sembari menundukkan wajahku. Tidak. Aku tidak sepenuhnya sedih. Yang kurasakan sekarang adalah marah. Marah yang membuatku sangat ingin memukulnya ditepat wajah. Membuatku sangat ingin menyewa seorang pembunuh untuk membunuh dan mengulitinya saat ini juga.
Aku berhenti. Dan berbalik menatap kearah Cameron yang masih sibuk dengan tontonannya. Aku sangat yakin kalau wajahku sudah memerah saat ini. Sangat merah.
"Aku selalu berusaha agar kau menerimaku sebagai adik, Cameron.Yang terjadi kemarin 100 persen ketidak sengajaan. I swear! And thank you for call me slut, motherfucker!"
Author note:
Hola! who miss me? *hening
So, gimana chapter 7? hope ya like it.
Chaper ini pendek. I know right. Ini dikarenakan aku sering lupa mengetik dan waktunya juga ga banyak gitu.
Komentar pertama bakal didedicate dichapter selanjutnya
Aku rasa cukup buat author notenya. and Thank for read my freak story. Please leave vote/coment because i work hard for this! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother ; C.D
Подростковая литератураAku selalu berharap memiliki seorang kakak. Namun, ketika aku sudah mendapatkannya, dia tidak seperti yang aku impikan. Aku selalu berusaha mengubahnya. Tapi, hal itu bukan hal yang mudah. Haruskah aku berjuang atau terkukung dalam keadaan ini? [Edi...