Pragya Darel Sualang
Bandung, 11 Oktober 2018
Menjadi mahasiswa tingkat pertama tentu belum saatnya - masih terlalu dini, untuk merasa sibuk dengan segala kegiatan kemahasiswaan.
Gue termasuk orang yang sejak dulu dekat dengan kehidupan keorganisasian, tidak selalu organisasi besar memang, tapi gue hampir selalu menjadi sosok penting dalam sebuah organisasi.
Maka yang terjadi saat gue beranjak menjadi seorang mahasiswa adalah gue bisa dengan mudahnya membentangkan tangan dalam kehidupan keorganisasian yang lebih besar dan terasa lebih nyata.
Kertas pendaftaran BEM Fakultas sudah gue isi sejak dua hari yang lalu, dan hari ini adalah hari dimana gue diharuskan mendatangi sekretariat BEM pusat untuk menjalani wawancara.
Perjalanan dari gedung FK ke gedung sekretariat BEM yang terletak tepat di belakang Rektorat hanya meghabiskan waktu gue lima menit, maka setelah selesai jam mata kuliah terakhir - pukul 16.40 tadi, gue bisa mampir sebentar ke mushola FK untuk sholat ashar baru kemudian pergi ke gedung sekretariat.
Saat sampai di halaman gedung sekretariat BEM pusat, kerumunan orang sudah mendahului gue untuk berkumpul di pelataran gedung.
Vigo - salah satu teman gue yang juga memutuskan untuk ikut wawancara, memberitahu kalau dia masih berada di parkiran karena hari ini kelas dia selesai agak siang yang membuat dia bisa mampir terlebih dahulu ke kostannya.
Bundaran di depan gedung terlihat banyak diduduki oleh mahasiswa yang sepertinya akan melakukan wawancara juga.
Padahal wawancara dilaksanakan satu sesi perhari - ada 7 sesi untuk keseluruhan kalau gue nggak salah, tapi masih saja membuat halaman bangunan sekretariat terasa penuh.
Pandangan gue menangkap space kosong - sekitar 1 meter, di bundaran dan gue memutuskan untuk duduk disana sambil menunggu Vigo.
Sambil duduk gue memeriksa kembali berkas yang akan gue serahkan sebagai administrasi awal ke pihak BEM - jika ada yang kurang gue bisa langsung memperbaikinya, "boleh duduk disini nggak?" suara seorang perempuan membuat gue mengalihkan mata dari kertas-kertas yang gue pegang.
Seorang perempuan berkulit kuning langsat menatap gue sambil tersenyum, "oh iya boleh" gue sedikit menggeser badan ke arah kiri.
"Daftar BEM FK, ya?" suara perempuan yang duduk di sebelah kanan gue terdengar, gue meliriknya sebentar.
Sebuah dress berwarna biru langit yang dipakainya terlihat tertiup angin, "iya, lo juga?" Gue mengeluarkan pertanyaan yang sama, untuk menghargai.
Senyum di wajah ovalnya terlukis, "nggak, aku cuma nganter" kepala gue mengangguk dua kali sebagai jawaban, "aku anak Psikologi, btw" kalimatnya berlanjut.
"Oh, that's great."
Atensi gue yang tadinya ada di lembaran kertas kini beralih ke wajahnya, "Not at all, ini bukan kemauan aku" kedua tangannya saling menggosok bergantian.
Gue selalu suka saat ada kesempatan untuk menanyakan pendapat kepada seseorang di berbagai kesempatan. Sebenarnya point utamanya adalah, gue sangat suka beradu pendapat dengan orang-orang.
"Kenapa?"
Dia terlihat tertawa, entah apa yang membuatnya seolah pertanyaan gue ini lucu, "karena aku inginnya ada di posisi kamu sekarang" jawaban dari mulutnya terdengar beberapa saat setelah tawanya reda.
Karena dia menjawab dengan tertawa - walau kalimatnya terdengar menyedihkan, gue ikut tertawa dibuatnya, "I know someone who also failed the exam" wajah Yhara terlintas di benak gue.
Sudah terhitung tiga minggu sejak kami bertemu - saat itu Nadhin meminta gue untuk menjemputnya di kostan Yhara.
Entah apa yang kedua perempuan itu lakukan, gue tidak tertarik untuk mengetahuinya.
Lagi-lagi perempuan di sebelah gue ini tertawa, "banyak orang yang juga gagal, dan itu bikin aku nggak ngerasa terlalu menyedihkan" tiba-tiba tangan kanannya terulur ke depan.
"Fany"
Tangan gue terulur juga ke arahnya, tapi sebelum gue sempat mengucapkan nama sebagai jawaban, dia melanjutkan kalimatnya, "Darel, isn't it?"
"Wow, di psikologi diajarin cara nebak nama orang juga?"
Pertanyaan gue membuat Fany tertawa sampai badannya sedikit mundur ke belakang.
Fany belum sempat menjawab saat sosok Vigo terlihat muncul dari kerumunan orang, "simpen dulu berkasnya, dude" suara khasnya terdengar dibarengi dengan sosoknya yang juga berjalan mendekat.
Gue bangkit kemudian mengarahkan pandangan pada Fany, sebelum sempat mengucapkan selamat tinggal, Fany juga bangkit dari duduknya dan mengucapkannya terlebih dahulu.
"See you when I see you, Pragya"
Lalu sosoknya hilang di tengah kerumunan.
Why does she know my fucking first name?
"I know someone who also failed the exam"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sembilan Satu Satu
De TodoBiar semua tahu adanya, dirimu memang punyaku - Menghitung Hari 2 dari Anda