Kopi pahit dicampur gula akan manis rasanya. Kalau hidupmu sedang pahit, coba cari gulanya. Siapa tau jadi manis.
🐣🐣🐣
"Bang, ogah banget, ya gue sekolah di situ. Satu sekolah sama nenek lampir. Amit-amit banget gue!"
Ketukan berkali-kali dilayangkan ke kaca mobil Bagas dan berkali-kali pula berpindah dari kepala ke kaca. Terus saja seperti itu. Rasa kesalnya semakin mendekati puncak Gunung Everes tatkala yang diajak bicara cekikikan, tertawa terbahak tanpa tahu perasaan sang adik.
"Gak lucu, Bang! Gak usah ketawa, pokoknya gue mau pindah, titik."
Bagus memutar bola matanya malas, sedang Bagas masih berusaha menahan tawanya dan mencoba bicara baik-baik pada adiknya.
"Eh, Selotip Kusut ...."
Bagus menatap tajam kakaknya, namun lagi-lagi Bagas tidak peduli. Ia melanjutkan bicaranya dengan santai. "Lo pikir sekolahan kayak mainan yang seenaknya pindah-pindah? Udah enak gue kasih sekolah paling bagus di sini, lo mau pindah? Bener-bener gak menghargai gue sebagai kakak yang baik lo. Durhaka gue kutuk jadi daki kuda baru tau rasa lo."
Bagus mengembuskan napas kasar, penampakan rumah mereka sudah terlihat jelas di depan mata. "Rese lo, Bang!" ucapnya lalu membanting kasar pintu mobil, hal itu kembali mengundang gelak tawa Bagas. Mudah sekali membuat adiknya itu naik pitam.
🐣🐣🐣
"Elo?!" jerit mereka berbarengan merasa tak percaya dengan apa yang mereka lihat satu sama lain. Bencana akan segera dimulai.
Raut wajah panik serta kesal dari para guru mulai terlihat. Seorang guru perempuan berjalan menghampiri keduanya, namun terhenti karena adu bacot sudah dimulai.
"Lo pikir ini sekolahan nenek moyang lo yang dengan seenaknya marah-marah sambil teriak-teriak gitu, hah?!" pekik Cia tak bisa menahan amarahnya. Pasalnya, suara laki-laki itu sangat melengking hingga telinganya terasa sakit.
Bagus berkacak pinggang, ia mengatur strategi sebelum membalas penghinaan itu terhadap dirinya. Seringai tajam terbit dari wajahnya, dan dengan sorot mata tajam, Bagus menatap intens Cia.
"Suka-suka gue dong? Emangnya ini sekolah punya nenek moyang lo yang dengan seenaknya ngatur-ngatur?" ucap Bagus masih bersikap tenang, menjaga citra hari pertamanya bersekolah namun sangat menekankan intonasi suaranya.
"Aahh ... aaa ... aaa ... sakit!" ringis keduanya mendapati jepitan jemuran sudah bertengger sempurna di telinga mereka masing-masing.
"Ikut saya ke ruang BK, se-ka-rang!" titah pak Galuh tegas tak terbantahkan. "Jangan lepasin jepitannya! Lepas dari telinga, artinya lari lapangan lima puluh kali," lanjutnya sembari terus berjalan dan tentu saja diikuti dua manusia itu.
Selepas memberi wejangan pada keduanya, pak Galuh memutuskan tidak membiarkan keduanya ada di dalam kelas yang sama. Sebelas IPA dua untuk Cia dan sebelas IPA tiga untuk Bagus. Cia cukup bernapas lega untuk itu.
"Lulu, di sekolah ini lo masuk ekskul apa, ya?"
Tengah hari ini lumayan terik sinar mataharinya. Cia menenggak habis air mineral yang dibawanya dari rumah sebelum ia dehidrasi. Gadis itu tak henti-hentinya mengajak Lulu--teman barunya--untuk mengobrol. Cia menunggu jawaban gadis bernama Lulu yang menjadi teman sebangkunya di kelas sejak beberapa jam yang lalu pak Galuh memintanya duduk bersama Lulu.
Gadis cantik namun lugu. Rambutnya terkepang satu menjuntai, bola matanya kebiruan dan kulit putih bersih melekat di dirinya. Cia curiga kalau teman barunya itu memiliki darah orang-orang Eropa. Namun, penampilannya terkesan culun, entah karena apa ia seperti itu. Padahal, Lulu bisa sangat cantik setelah di-make over.
"Emm ... gue ekskul teater, Cia. Lo mau gabung?" Penawaran yang sangat menarik bagi Cia.
"Kalo lo izinin gue, gue gabung," ujarnya penuh semangat. Lulu melengkungkan senyuman manis di bibirnya, menyetujui ucapan Cia dalam senyumannya.
Saat pulang sekolah, entah bagaimana keributan terjadi di depan ruang Wakasek, ruang kepala sekolah serta ruang guru. Mereka seperti para demonstran karena terlihat dari sikap mereka. Membawa karton bertuliskan suara mereka dan salah seorang siswa membawa toa untuk bersuara lebih lantang.
Cia bersama Lulu yang melangkahkan kakinya menuju ruang di mana ekskul teater akan berkumpul pun menjadi tertarik dengan sekumpulan itu. Saat hendak melihat lebih dekat, Lulu melarangnya.
"Lo jangan ke sana. Berbahaya. Perwakilan dari ekskul kita udah ada yang wakilin, kita diam aja di sini," ucapnya hati-hati lalu menarik lengan Cia untuk cepat sampai ke tempat berkumpul.
Sebetulnya, jujur Cia tidak paham apa yang dimaksudkan lulu tadi. Perwakilan ekskulnya ada di sana? Dan apa yang mereka lakukan? Aish, Cia tidak paham apa pun.
"Selamat sore semuanya," sapa Lulu, setengah napasnya terengah akibat laju jalan mereka yang terlalu cepat.
Sekitar lima belas orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ada di dalam ruangan itu. Di depan pintunya tertuliskan TEATER. Hal itu jelas menjelaskan kalau ruangan itu adalah milik ekskul teater.
"Candra sama Tino ada dalam pendemo itu, kan?" tanya Lulu pada mereka semua. Penampilannya memang katakan sajalah ia culun, tetapi di ruangan ini Lulu seperti penguasa. Agak jengkel sekaligus penasaran yang Cia rasakan.
Sebentar, kenapa? Ada yang aneh. Beberapa di antara mereka berpenampilan sangat aneh. Seragam boleh SMA, namun mereka seolah sengaja menempelkan kumis-kumis palsu, wig, serta riasan wajah menyerupai orang tua atau pejabat negara. Apa pertunjukan teater akan dimulai? Secepat itu.
"Oke, kita tunggu mereka kembali."
Lima belas menit kemudian, sudah tidak terdengar lagi suara keributan itu. Dugaan mereka mengatakan kalau mereka sudah bubar. Canda tawa terdengar di koridor depan ruangan. Nampaknya ada orang yang berjalan mendekat ke pintu yang tertutup bertuliskan teater di depannya.
"Selamat sore semuanya," sapa seorang lelaki sesaat pintu terbuka dan menampilkan tiga orang laki-laki.
"Oke, rapat kita mulai. Sebelumnya, perkenalkan dulu anggota baru kita Cia," ucap Lulu lantang seraya berdiri lalu melangkah maju ke depan ruangan sedang yang lain duduk lesehan. Lulu menolehkan kepalanya pada ketiga lelaki itu, dua di antara mereka mengambil tempat untuk duduk dan yang satunya lagi, melangkah maju mendekati Lulu. Ia adalah orang yang sama yang menyapa ketika akan masuk tadi.
"Bukan hanya Cia, nih yang gabung di ekskul kita. Tapi ada dia juga, silakan Bro, maju perkenalkan diri."
🐣🐣🐣
"Candra! Gimana demo tadi?"
Lelaki dengan nama Candra itu mengulum senyum. Ia terlebih dahulu mengacak rambut Lulu dan mencolek hidung gadis itu sampai sebuah kepalan tangan tertuju pada Candra.
"Tenang aja, aman kok," sahutnya singkat lalu lanjut membereskan kertas yang betebaran usai rapat.
🐣🐣🐣
Ada yang tau gak kenapa tuh, ya? Hemm...
Lanjut part, yah!😉
05-06 Septermber 2020
![](https://img.wattpad.com/cover/239517990-288-k986339.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintik Hitam
Novela Juvenil☡DON'T COPAST MY STORY!☡ 🔥SEQUEL OF JERAWAT🔥 🌻Jujur, kau itu seperti layangan. Semakin erat ditarik benangnya, ia akan putus dan hilang. Namun bila diulur, seakan mencoba memahami sesuatu, kau kembali datang dan menghampiri. Lalu memporak poranda...