🐌 XXVI 🐌

9 4 0
                                    

Seperti awan yang mencintai langit. Seperti awan yang menangis dan bahagia karena langit. Kau bagai langit, dan aku awannya.

🐣🐣🐣

Hari-hari berlalu dengan begitu indahnya. Suka duka telah dilewati Bagus dan Cia bersama-sama. Mereka bagaikan best couple yang tidak bisa dipisahkan lagi. Di mana ada Cia, di situ ada Bagus. Begitu pula sebaliknya. Selama satu tahun mereka menjalin hubungan, Bagus berhasil menepati janjinya. Dia tidak pernah lagi marah atau membentak. Ia bahkan lebih bisa mengendalikan emosinya. Semua itu berkat Cia. Iya, benar. Entah kenapa, Cia seperti memiliki magic tersendiri untuk itu.

Kasus masa lalu telah berakhir. Dara begitu mengetahui kabar bahwa Bara dipenjara dari Cia, segera kembali ke Bandung dan menemui Bara untuk menyelesaikan perkara mereka.

Lalu untuk Bagas, ia memang dewasa, namun pemikiran Cia lebih dewasa daripada usianya. Bagas banyak belajar dari Cia, untunglah sekarang gadis itu pacar adiknya, kalau tidak, Bagas tidak akan tinggal diam mengetahui kondisi Cia yang jomlo.

Usaha demi usaha terus dilakukan Tito untuk meluluhkan hati kakak dari temanya. Elena, semakin hari selalu dibuat dekat dengan kembaran Bagus itu membuatnya jatuh hati dan kini bersusah payah mendapatkannya. Elena tahu kalau Tito suka padanya, tetapi ia hanya ingin melihat seberapa besar usaha lelaki itu untuk mendapatkannya.

"To, kok lo enggak suka sama gue juga, sih? Kan gue mirip sama Elena, haha!" canda Bagus dalam ruang teater.

"Ah beda! Gue akui kalian emang kembar. Tapi Elena versi fress lo versi busuk! Gue enggak tau aja, kenapa si Cia bisa kepincut sama lo!" balas Tito tak mau kalah.

"Sialan lo! Awas aja nanti enggak gue restuin jadi kakak ipar gue baru tau rasa lo!" ucap Bagus sedikit kesal yang dibuat-buat. Semua anggota lantas tertawa mendengar perdebatan kecil mereka.

Tak lama, Lulu masuk ke dalam ruang teater dengan membawa sebuah map dan senyum yang terpasang di wajahnya. Ia tampak senang, entah lah karena apa.

"Gays! Kita juara satu di acara teater SMA Citra Kirana!" pekik Lulu yang membuat semua perhatian tertuju padanya dan seketika semuanya bersorak sorai.

Kini, ekskul teater tidak lagi dianggap sebelah mata oleh sekolah. Pihak sekolah pun tidak pernah membatas-batasi lagi kegiatan lomba yang akan dilakukan tiap-tiap ekskulnya. Mungkin mereka sudah sadar, ekskul adalah tempat pengembangan bakat, bukan tempat untuk mempekerjakan murid dengan mencari uang melalui cara seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya.

"Serius lo, Lu?" seru Tito bertanya.

"Duarius, To! Ada kabar bahagia lagi!" balas Lulu tak kalah antusias.

"Ada lagi? Apa yang lebih membahagiakan dari kabar yang tadi, Lu?" Kini Cia yang mengeluarkan suaranya setelah sejak tadi hanya menyimak. Pertanyaan Cia mendapatkan respons yang sama dari semua anggota.

"Sekolah kita diminta adakan lomba teater dalam waktu dekat! Gila, gak, sih?!"

"Wah, gila sih parah. Selama gue menjabat sebagai wakil ketua ekskul ini, bahkan sama sekali enggak kepikiran mau adain acara lomba sendiri. Kita jadi tuan rumahnya!" ucap Candra girang.

Mereka semua merayakan semua pencapaian baik yang telah dilakukan selama hampir satu tahun itu. Makan-makan menjadi andalan semuanya. Siapa yang menolak jika mendapatkan makanan gratis, halal pula? Gak akan ada yang nolak pastinya.

Jika bertanya Elena ke mana sehingga hadirnya tidak terlihat di antara anak-anak teater, gadis itu memang tidak berniat masuk ke dalam bagian anggota teater. Tengok ke lapangan, di bawah pohon mangga besar, bersama kawan-kawan perempuannya ia berlatih menari tradisional. Selama di luar negeri, ia ingin sekali menggeluti seni yang satu ini. Maka, ia sudah berada dalam ekskul tari tradisional ini dan tidak akan disia-siakan.

Hari semakin sore, anak teater sudah bubar sejak sepuluh menit yang lalu. Hanya menyisakan mereka yang pulang agak telat.

Bagus menggenggam tangan Cia, tidak ingin gadisnya pergi terlalu jauh darinya. Takut diambil Bagas, hahaha!

Mereka duduk di pinggir lapangan, menyaksikan Elena yang masih berlatih. Gerakannya terbilang lincah untuk pemula seperti Elena. Tidak lama, Tito, Lulu, dan Candra menghampiri dua sejoli itu dan bergabung bersama mereka.

"Cewek gue cantik, ya?" celetuk Tito yang sejak kedatangannya matanya tak henti-henti menatap Elena.

Bagus yang berada tepat di sebelah Tito pun menatap temannya sadis. Seperti ingin menancapkan sedua bola mata Tito ke batu koral agar tidak berani lagi menatap Elana dengan tatapan jahil.

"Ampun, Bang! Selow aja kali, kalem ...."

Di tengah perdebatan antara Tito dan Bagus, Lulu mengambil alih suasana. Ia berbicara dengan intonasi lambat.

"Kita harus segera mempersiapkan siapa bakal calon yang akan gantiin dan Candra sebagai ketua dan wakil ekskul teater ini. Karena setelah acara lomba yang diadain sama sekolah kita, gue sama Candra akan lengser," ucap Lulu yang menjadi pusat perhatian.

"Serius lo, Lu? Kayaknya, baru kemarin gue masuk ekskul ini. Baru kemarin gue liat lo berdiri sebagai ketua. Sekarang udah mau lengser aja," ujar Cia seraya tersenyum kecil.

"Waktu memang secepat itu, Ci," balas Lulu.

"Tapi gue enggak mau, ya. Kalau calon ketua sama wakilnya cewek-cowok kayak kalian berdua! Yang ada ini ekskul jadi ekskul bucin, pacaran kayak kalian berdua. Terus ada pihak yang tersakiti seperti gue karena menyaksikan ke-uwuan kalian terus menerus," kata Tito.

"Curhat lo, Bro?" tanya Candra di tengah tawa mereka semua.

Tak lama, usai merapikan alat-alat setelah digunakan latihan menari, Elena yang melihat ada teman-temannya duduk di pinggir lapangan segera berlari kecil menghampiri mereka.

"Hay, semua?!" seru Elena menyapa.

"Hai, Elena," ucap Lulu dan Cia berbarengan.

"Noh, bidadari tak bersayap lo nyamperin!" celetuk Candra.

"Ada apa nih?" tanya Elena yang tak tahu apa-apa seperti anak bawang.

"Ah, gak ada apa-apa, kok," ucap Tito pada Elena. "Gus, gue boleh ajak Elena, gak?" tanya Tuto kali ini pada adiknya Elena.

"Hah? Mau ke mana? Jangan lakuin yang enggak-enggak lo!"

"Lo kira gue mau ngapain? Pikiran lo yang enggak-enggak aja sih, Gus! Heran gue ...." Tito merasa kesal karena sejak tadi terus saja menjadi sasaran empuknya mereka.

"Emang mau ke mana, To?" tanya Elena membuat Tito langsung menatap gadis itu.

"Ada deh, ikut aja. Gue jamin lo enggak menyesal," ucap Tito yang segera bangkit dan mengajak Elena dan menggandeng gadis itu.

"Gus, gue pinjam kakak cantiknya lo dulu, ya!" pekik Tito setelah agak jauh.

"Lo kira apaan, woi! Main pinjam-pinjam aja! Bayar sewa dulu, kali. Awas aja lo, kembaran gue dibuat nangis, gue pastiin besok lo gak akan bisa masuk sekolah!" ucap Bagus setengah berteriak sedangkan Tito hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

🐣🐣🐣

Ayey, sudah tamat Mas Bro & Mba Sis. 🌚 Apa ada yang mau minta Epilog? 😂

20 Oktober 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bintik HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang