{ The Shelter }

79 9 2
                                    

t h e p r o l o g u e

ost: Way Down We Go - Kaleo

Ia melepas boots lalu segera membasuh tubuh. Gadis itu baru saja merangkak ke atas ranjangnya hendak istirahat, dan terdengar sudah ada seseorang yang mengomel dari ruang tengah.

Ellie memutar bola matanya. Dia lelah sehabis mengurus peternakan keluarganya; milik ibunya dan ia sendiri. Tidak termasuk pria yang tak tahu diri di luar sana.

"Oh Ya Tuhan bisakah aku sehari saja merasakan ketenangan batin?" Ungkapnya sesaat sebelum akhirnya ia beranjak memaksa tubuhnya untuk menghampiri orangtua itu.


Pria yang dimaksudnya adalah ayah tiri dari pernikahan kedua ibunya. Ayahnya meninggal lima tahun silam di saat Ellie masih sekolah menengah pertama.

Dengan harapan mendapatkan ayah baru, masalah keuangan mereka setidaknya terbantu sayangnya kian malah memperpurukkan.

Ibunya menikahi pria yang sangat tidak cocok dengannya. Pria yang di tiap harinya bercek-cok mulut dengannya, pria yang kerap kali di bawah pengaruh minuman keras serta obat-obatan terlarang lalu pergi dan datang sesukanya.

Pria itu sesungguhnya tidak terlalu menyebalkan dan menyusahkan, namun di tiap hari, minggu dan bulan bersama, karakter aslinya keluar dengan sendirinya.

"Ada apa?" Ellie menyandarkan punggungnya di kusen pintu kamar.

Brad terlihat berantakan, seperti biasa. Well tidak membuat Ellie terkejut.

"HEI KAU!"

Brad menghampirinya dengan langkah yang panjang. Ekspresinya berapi-api, pitamnya telah naik.

"Kau kemanakan barang-barang milikku?"

Saat menanyakan hal yang sesungguhnya telah diketahui Ellie, Brad menjambak rambut Ellie mengancam. "Barang apa maksudmu?" Ellie mendekatkan wajahnya pada Brad berani. "Maksudmu Ekstasi, ganja? Aku sudah membuangnya. Kenapa kau tidak mati saja dengan barang harammu itu? Tinggalkan kami sialan!"

Usai mengatakan hal yang paling pantang dan fatal tersebut, Brad mendorong Ellie menghempaskannya ke lantai. "Brengsek! Kau anak yang tidak tahu diuntung!"

Ellie yang terjatuh dan belum sempat beranjak berdiri, kembali ditendang oleh Brad hingga membuatnya mengeluarkan air mata karena kesakitan.

"Bukankah sebaliknya?" Ellie menaikkan alisnya sebelah menantang.

"DIAM KAU JALANG!" Brad mencengkram leher Ellie mendekat padanya. Dengan bola mata yang memelotot ke arah Ellie, Ellie memasrahkan dirinya dan berkata, "enyalah." Sekali lagi.

Brad menampar wajah Ellie teramat keras. Belah pipi kanannya terasa perih dan panas.

Ellie meludahi Brad lalu tertawa sumbang dan menangis.

Brad yang tentu tidak menerima hal tersebut mengangkat kakinya hendak menginjak-injak tubuh Ellie.

Namun Ellie berteriak menghentikan pergerakan ayah tirinya itu. "Bunuh aku sekarang!!! Bunuh saja!"

"Apa kau benar-benar pantas dianggap sebagai seorang ayah? Kau bahkan tidak menafkahi kami, kami yang menafkahimu!" Jelas Ellie lantang dengan air mata yang mengucur deras.

Hening. Brad mengeraskan rahangnya. Ia menggaruk rambutnya frustasi dan sesaat sebelum mendekati Ellie tuk ditunjuk-tunjuknya, dering ponselnya berbunyi.

Brad menatap tajam Ellie untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun saat ia akan mengangkat dan menerima telpon tersebut.

Brad berjalan menjauhi Ellie yang masih memilih untuk tidak berdiri, karena masihlah syok.

"Ya?"

"Mr. Austin, maaf aku harus memberitahu jika...."

Semakin Brad meninggalkannya, Ellie tidak lagi dapat menangkap suara seseorang yang memanggil ayah tirinya tersebut.

Ellie mengusap air matanya dengan tangan gemetar. Gadis itu pun beranjak berdiri sembari memegang pipinya yang kini terasa begitu perih dan gatal secara bersamaan.

Ellie berjalan mendekati pintu utama rumah seraya memperhatikan Brad yang masih berbincang dari jendela. Pembicaraan itu cukup membuatnya penasaran.

Ayah tirinya itu nampak tidak santai. Dia menyilangkan tangannya di depan dada dengan tidak memperlihatkan gelagat tubuh yang berlebih. Dia mematung.

Brad yang menerima panggilan dengan membalikkan tubuhnya ke depan, lantas berbalik seketika. Pria itu pikir Ellie masihlah di dalam rumah.

"Sarah, Ell--"

Brad terkejut mendapati anak tirinya itu ternyata tengah memandanginya dari arah pintu rumah.

Ellie mengernyitkan dahinya. "Kenapa?"

Mata Brad memerah, dengan air muka yang terlampau kaget.

"Ada apa?"

"Sarah, ibumu," katanya.

"Ya ada apa dengan ibuku?"

"Ada apa dengan ibuku? KATAKAN PADAKU!"

Brad memberikan kunci mobil. "Pergilah."

••○●○••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••○●○••

Nj

THE SHELTER  (Wylbert)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang