Gengs, update tiap Rabu dan Sabtu ya. Stay tune terus.
***
BAB 1
Kembali Masuk Kerja
Kalau disuruh milih antara kerja selama dua shift atau kerja bareng kepala toko, jelas gue lebih milih kerja dua shift. Alasannya simpel sebenarnya. Pertama, gue jomblo. Seenggaknya pekerjaan itu bisa bikin gue lupa dan nggak merasa ngenes. Tiap hari, gue selalu nangis sesenggukkan saat denger tetangga kosan gue, Mbak Isna, ngobrol sama pacarnya.
"Ayang, ayang, sun dulu dooong!"
"Eh, eh, ini hatiku lagi penuh. Iya, penuh sama nama kamuuuu."
"Besok jalan yuk, Yang ... aku bakal dandan yang cantik buat kamu!"
Perkataan-perkataan itu masuk ke telinga gue dua kali sehari selama empat tahun enam bulan ngekos. Dan itu udah kaya minum obat. Kalau beneran itu obat, mungkin gue udah mati karena overdosis. Ya, bayangin aja, kemesraan tetangga dengan sang kekasih berbanding terbalik sama gue yang justru lebih banyak jadi pendengar setia dengan badan dililiti selimut. Kadang-kadang gue pengin mencekik diri biar nggak bisa denger kemesraan mereka lagi.
Alasan kedua yang bikin gue milih kerja dua shift alias lembur tak lain karena gue benci sama kepala toko. Dibilang baik, dia baik. Dibilang ganteng, lumayanlah. Tapi mulutnya lemes. Setiap kesalahan kecil yang gue perbuat, nyaris akan diungkit-ungkit dan akan jadi bahan pembicaraannya seminggu ke depan. Selama itu pula, setiap hari gue selalu ngerasa jadi kasir paling bodoh sedunia.
Makannya, gue selalu menunggu jadwal supaya nggak satu shift sama tuh orang. Seenggaknya gue bisa tenang untuk sementara. Penginnya sih, gue pindah ke toko lain biar bisa hidup tanpa ada gangguan. Tapi supervisor gue nggak ngizinin. Katanya, gue baru akan dipindahtugaskan kalo gue jadi kepala toko. Bikin kesel. Gue harus nunggu waktu yang tepat supaya bisa enyah dari toko.
Kebetulan, kemarin gue libur. Kalau hari libur, gue biasanya nyuci pakaian, atau paling enggak dugem sendirian dengan telinga ditutupi headphone. Males aja hari libur harus denger tetangga gue yang ganjen itu. Belum kalau malem, suara centilnya selalu dibesar-besarkan. Ah, sudahlah. Kenapa gue jadi ngomongin tetangga gue sih?
Kabar baiknya, hari ini adalah hari bahagia gue. Gue dan kepala toko sama sekali nggak sejadwal. Gue shift pagi yang kerja dari jam delapan sampai jam empat sore, sementara dia shift siang yang kerja dari jam dua sampe jam sepuluh malem. Lumayanlah. Gue nggak akan terlalu sering lihat wajahnya yang nyebelin itu.
Setelah melamun sepanjang jalan, gue sampe di area toko. Keadaan minimarket tempat gue kerja sudah buka. Padahal seharusnya, minimarket dibuka setelah briefing. Si Bagas kadang-kadnag memang eror. Dua tahun kerja di sini, masih seenak jidat buka toko?
"Manyun aja lo!" teriak gue saat masuk ke dalam toko.
"Iya nih Mbak, gue dapet chat dari si Daffa." Gerakkannya yang sedang menyapu terlihat lemas. "Masa gue disuruh lembur sih hari ini. Katanya dia ada keperluan. Ih, malesin banget!"
Gue berdiri di hadapannya. "Uuuu, kasihan sekali Babang Bagas. Mau gue gantin?"
Dia yang sedang memegang sapu, mendongak dengan mata berbinar-binar. Bola matanya udah mirip ikan sapu-sapu saat dikasih makan. "Beneran Mbak?"
"Beneran." Gue mengangkat kedua alis. "Itu juga kalo lo nggak malu sama cewek!"
Terdengar dengusan Bagas dengan mata kembali fokus ke sapu dan lantai yang sedang dibersihkan.
"Eh Gas, si Agus belum dateng?" Gue bertanya tanpa menoleh. Gue malah ngucek-ngucek roti di rak belakang yang plastiknya sudah pada kempis.
"Gue lagi nggak mau jawab! Gue ngambek!" tegas Bagas. Sekarang dia sedang membereskan permen di depan meja kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Customer Sharelove (Sudah Terbit)
HumorSEBAGIAN PART CERITA INI DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN. *** Gue pikir, Caka sama saja dengan pelanggan lain yang datang buat protes, marah-marah, lalu pergi. Namun ternyata, dia berbeda. Dia datang, marah-marah, lalu kembali. Kadang-kadang...