Selesai perkuliahan, Dejun Lyla Tania dan juga Yasa memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Pusat perbelanjaan yang seringkali Tan dan Lyla kunjungi. Hanya Jeffrey yang tak ikut dengan dalih mengantar ibunya pergi.
Yasa dan Tan berjalan terlebih dahulu. Lyla dan Dejun dibelakang mereka sambil mengobrol mengenai beberapa desain bangunan pertokoan yang mereka lewati.
“Tumben kamu ada waktu Jun, biasanya kan keluar sama pacarnya.” Tanya Lyla.
Tania yang mendengarnya menoleh untuk melihat ekspresi Dejun. Sementara Yasa menatap Tania sarkastik karena cemburu. Dejun tertawa, “Gapapa. Bosen aja sih. Pengen keluar bareng kalian juga.” Jawab Dejun seadanya.
Tania menatap Dejun menelisik, “Tumbenan banget.”
Yasa tertawa, “Dejun mah kalo udah bosen artinya pengen cari cewek baru tuh.”
Tania mulai berbinar-binar, Yasa yang meilhatnya langsung memeluk bahu Tania dan membawa gadis itu masuk ke sebuah pertokoan yang menjual aksesoris. “Bentar ya.” Kata Yasa.
Dejun dan Lyla pun menunggu sembaru duduk di sebuah kursi kayu yang ada di depan toko. “Kamu baik-baik aja kan sama Jeffrey?” tanya Dejun.
Lyla mengangguk dan tersenyum. “Kenapa Jun? Kalau kamu ada masalah cerita aja ih. Gapapa Dejun.”
Dejun tersenyum, “Gapapa kok. Syukur aja kalau kalian baik-baik saja.”
Lyla tersenyum. Ia berdiri dan berkaca di kaca pertokoan. Darisana pula ia dapat melihat pantulan seseorang yang sangat ia kenal. Lyla memutar badannya dan menatap laki-laki itu diseberang sana dengan seorang perempuan. Perempuan asing yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Perempuan cantik yang setara dengan Pristin. Lyla menelan ludahnya dengan susah payah. Sudah berapa tahun ia berpacaran dengan laki-lak itu. Kenapa selalu ada sesuatu yang tak ia ketahui mengenai Jeffrey? Kenapa Jeffrey begitu sulit untuk dipahami? Bukankah baru saja ia bilang hubungannya dengan Jeffrey tengah baik-baik saja pada Dejun?
Lyla membulatkan matanya, ia berjalan pelan mendekati Jeffrey yang ada diseberang sana untuk memastikan bahwa matanya bermasalah. Jeffrey tengah pergi mengantar ibunya ke sutau tempat dan ia yakin bahwa laki-laki itu tidak akan berbohong kepadanya.
“Jeffrey?” panggilnya pelan.
Laki-laki itu menatap Lyla tepat saat Dejun berdiri didepan Lyla. menghalangi pandangan Jeffrey terhadap Lyla dan begitu pun sebaliknya. Dejun menarik Lyla pergi dari sana secepat yang ia bisa.
Dejun membawa Lyla yang hanya diam seribu bahasa ke suatu taman yang tak jauh darisana. Ia mendudukan perempuan itu di ayunan lalu ia pun duduk di ayunan yang lainnya. “Kamu gapapa?”
Lyla terdiam. Sesjujurnya ia bingung harus bereaksi seperti apa. Ia tidak mungkin marah hanya karena sesuatu yang belum ia ketahui kejelasannya. Seharusnya tadi ia menghampiri saja Jeffrey dan meminta penjelasan laki-laki itu saat itu juga. Tapi Dejun menyeretnya kemari dan membuatnya kehilangan sosok Jeffrey bersama wanita tadi.
Lyla menghembuskan napas beratnya. Ia ingin menangis, tapi tidak dihadapan Dejun. Ia terlalu malu untuk menunjukkan perasaan sakitnya. “Gapapa kok Jun”
“Jangan berasumsi apapun sebelum dia menjelaskan semuanya.” Kata Dejun mencoba menenangkan Lyla meskipun dirinya sendiri tak setenang itu. Ya, Dejun tau benar bagaimana rasanya melihat orang ya ia cintai bersama orang lain dan ia mengenal Keffrey lebih dari siapapun. Jeffrey bukanlah orang yang seperti itu. Melihat Lyla diam termenung seperti ini membuatnya prihatin. Ia tak mungkin memeluk kekasih temannya untuk sekedar menenangkan gadis itu. Ia tak seburuk itu sebagai seorang laki-laki. Semoga Lyla tidak pernah tahu bahwa Dejun pernah memiliki perasaan yang tak seharusnya kepada gadis itu.
***
Jeffrey memasuki sebuah toko perhiasan. 2 hari lagi adalah ulang tahun kekasihnya, Lyla dan tentu saja ia ingin memberikan sebuah kejutan kepada Lyla meski ia harus berbohong kepada gadis itu. Ia tersenyum begitu seorang pramuniaga menghampirinya. “Ada yang bisa kami bantu kak?”
Jeffrey mengangguk, “Apakah ada rekomendasi cincin yang bagus untuk hadiah ulang tahun?”
Pramuniaga itu tersenyum, “Untuk istrinya ya? Bisa dilihat koleksi kami yang ini kak.”
Jeffrey tersenyum dan diam saja ketika pramuniaga itu mengira Jeffrey akan membeli cincin untuk istrinya. Benar, suatu saat Lyla akan menjadi istrinya. Jeffrey mengamini kata-kata sang pramuniaga dalam hati. “Mm.. yang ini.”
Jeffrey tersenyum melihat cincin itu. Ia memandangi cincin yang baru saja ia beli sambil memikirkan Lyla. Ini adalah kali pertama bagi Jeffrey membeli sesuatu dengan uang hasil kerja kerasnya mengikuti lomba.
Ia baru saja hendak keluar dari toko tersebut, tapi tiba-tiba seseorang menabraknya dan kotak cincinnya terjatuh. Jeffrey meraih kotak itu dan memasukkannya ke dalam tas sebelum ia berbalik dan menatap orang yang menabraknya tadi.
“Maaf.” Orang itu sedikit membungkuk kepada Jeffrey. Jeffrey hanya menghembuskan napas beratnya dan hendak pergi begitu saja. Tapi langkahnya tercekat, ia menatap orang itu dengan lebih intens lagi.
Gadis dengan rambut pendek sebahu itu mengangkat wajahnya dan menatap Jeffrey dengan tatapan yang mengerikan. “Jeffrey?”
Jeffrey melotot melihat siapa yang ada di depannya. Ya, benar. Dia adalah seseorang yang sempat membuat Jeffrey frustasi. Jeffrey merasa susah menelan ludahnya sendiri. Sudah sekitar 3 tahun berlalu dan sekarang wanita itu kembali.
“Udah lama ya?”
Jeffrey merasa ketakutan. Ia hanya takut bahwa apa yang gadis itu lakukan kepada Pristin dulu akan ia lakukan kembali kepada Lyla. Jika sampai itu terjadi, mungkin ia tak akan pernah mengampuni dirinya sendiri.
Gadis itu tersenyum menatap Jeffrey yang masih membeku dengan sejuta pikiran-pikiran buruk yang akan ia lakukan. “Jeffrey, kamu ga kangen aku?”
Jeffrey menatap gadis dihadapannya dengan nanar. Bahkan jika ia begitu merindukan gadis itu, ia tak akan mengatakan yang sesungguhnya. Bagi Jeffrey, dia hanyalah orang lama yag pernah menjadi pusat kehidupannya. Sungguh, Jeffrey tak ingin menyalahkan keadaan mereka dahulu. Sekarang, ia hanya ingin semuanya berjalan sesuai takdirnya. Ia dengan kehidupannya bersama Lyla, dan gadis itu pergi untuk selama-lamanya dari dunianya.
Jeffrey menggeleng, “Tidak sama sekali.” Kata Jeffrey sebelum berlalu.
Gadis itu berlari mengejar Jeffrey dan memeluk laki-laki itu dari belakang. Sementara Jeffrey mematung begitu gadis itu memeluk tubuhnya. Semuanya sudah berakhir, seperti itu lah. Tapi gadis itu masih tetap semenakutkan itu baginya. “Jesselyn, tolong lepaskan aku.”
Gadis bernama Jesselyn itu menggelengkan kepalanya. “Ayo kita bersenang-senang seperti dulu.”
Jeffrey melepaskan tangan Jesselyn. Ia menatap Jesselyn tajam. “Pertama, kita bukan siapa-siapa. Kedua, aku membencimu.”
Jesselyn menyeringai, “Dulu kamu menyukaiku melebihi perasaan sukamu pada Pristine Carolle. Apa kamu sudah lupa?”
Jeffrey terdiam. Ia ingat benar bagaimana dirinya dulu mencintai perempuan itu. Ia bahkan tak mengindahkan kata-kata Pristin dan tergila-gila pada Jesselyn. Sekarang ia sadar bahwa kebodohannya itu mendatangkan bencana bagi Pristin. sekarang ia tidak akan pernah berikap bodoh seperti dulu lagi.
Jeffrey merasa seseorang tengah menatapnya dan ia bahkan mengira bahwa ia melihat Lyla diseberang sana. Tidak mungkin Lyla berada disini dan menyaksikan semuanya. Sungguh, ia tidak siap jika harus meceritakan semuanya kepada Lyla. Terlebih ia tidak ingin Jesselyn mengetahui keberadaan Lyla. Ia hanya tak sanggup membayangkan apa yang akan Jesselyn lakukan jika gadis itu tahu bahwa kini Jeffrey bersama Lyla.
"Jesselyn, ayo kita berpisah secara baik-baik." kata Jeffrey pada akhirnya.
"Apa selama ini kita berpisah dengan tidak baik?" Gadis itu menyeringai. "Bagaimana jika kita pergi ke diskotik untuk terakhir kalinya sebelum kita benar-benar berpisah. Kau tahu kan alasan ku kembali kesini karena aku ingin menemui mantan kekasihku yang berselingkuh dengan mantan teman baikku?"
"Dia bukan temanmu dan kami tidak berselingkuh."
"Kamu berselingkuh dengan Pristine Carolle." kata Jesselyn dengan penuh penekanan.
"Kamu yang salah sangka dan seharusnya aku ga perlu meladeni orang sepertimu." kata Jeffrey sebelum berlalu.
"Kenapa? Kamu kira aku tidak tahu hubunganmu dengan si cacat Pristine dan kekasih barumu Lyliana Ardani?"
Jeffrey menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Jesselyn. "Lyn, tolong."
"Aku sudah memberikan tawaran padamu bukan?" kata Jesselyn sebelum pergi meninggalkan Jeffrey yang masih membeku begitu Jesselyn menyebutkan nama Lyla. Ia menjadi ketakutan setengah mati. Jikapun harus terluka, ia harap dirinya saja yang harus dilukai. Bukan Pristin apalagi Lyla.
![](https://img.wattpad.com/cover/235410443-288-k848201.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAWSOME • JUNG JAEHYUN [✓]
FanficComplete. Cerita dalam proses revisi. Menyukaimu adalah suatu kebiasaan yang sulit aku hentikan (Lyla, 2020)