@rinasetianingrum__writer
NOTE: tulisan ini dilindungi hak cipta (c)
Kondisi Janet tak jauh berbeda dengan Edys. Dia juga tinggal bersama ibunya, di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar tetapi dekorasinya lumayan berselera. Di garasinya terdapat sedan silver keluaran tahun 2000-an dan sebuah sepeda motor baru.
Setelah bercerai, Ibu Janet tidak menikah lagi tetapi belasan tahun tinggal bersama pria beristri. Parahnya, dia tidak hanya membiayai laki-laki itu, tetapi juga menopang kebutuhan hidup keluarga mereka?!.
Sebagai karyawati swasta yang tak memiliki gaji besar, Ibu Janet memenuhi semua itu dengan cicilan, hutang, dan kartu kredit.
Banyak perempuan rela "membeli cinta" demi "dilihat" punya suami, sekalipun diporoti dan makan hati. Mereka berdalih untuk sekedar teman hidup, tanpa berpikir apakah seseorang yang memanfaatkan pantas disebut "teman"?
Yah, setidaknya ada tempat curhat, begitu mereka bilang. Padahal yang mereka curhati, justru keluhan tentang suami mereka sendiri?
Mereka beralasan agar ada yang melindungi. Kenyataannya mereka justru butuh bantuan hukum, polisi, dll, untuk melindungi diri dari kejahatan para lelaki itu?
Janet sering mengeluh dan membenci kebodohan ibunya, karena membuatnya sengsara. Dia terpaksa kerja freelance untuk mencari uang tambahan, karena ibunya sibuk membiayai suami orang. Sampai-sampai harus menunggak bayaran sekolah, dll
Janet bersumpah tidak akan melakukan kebodohan seperti yang dilakukan ibunya. Dia merasa lebih cerdas dan berbeda dari ibunya, sama seperti Edyss. Namun tanpa sadar, kebencian itu justru membuat mereka sama, meski dalam versi berbeda.
Jika Ibu Janet "membeli cinta" dengan materi, maka Janet "menjual cinta" demi materi!. Bahkan condong memanfaatkan siapapun untuk mendapat materi!.
Sekali waktu, ketika melihat Sarah memiliki banyak tabungan di dompet, Janet berusaha meminjam. Dia meminta Sarah agar tidak mengadukan hal tersebut pada yang lain, "Soalnya gue takut nyokap gue marah uangnya kepake." kilahnya.
Padahal Sarah tahu, Janet tidak memakai uang sekolah. Dia memang tidak bisa membayar karena ibunya tidak bisa memberi. Sarah sering mendengar sendiri, pertengkaran mereka di telpon.
Namun Janet selalu menutupi kondisi tersebut dengan penampilannya yang hedon dan gaul.
Konyolnya, setelah diberi pinjaman, Janet bukannya membayar uang sekolah malah membeli tas baru dan menghindar jika ditagih.
Liciknya lagi, ketika Sarah menolak ajakan gank Edys ke mall, Janet berlagak prihatin dan sengaja menawarkan Sarah pinjaman uang di depan anak-anak lain. Jumlahnya sama dengan hutang yang seharusnya dia bayar.
"Udaah lo gak usah pikirin duit. Nih, gue pinjemin. Lo pake aja dulu, biar bisa ikut."
Sarah terkejut dan langsung menolak.
Dia mendatangi Janet ketika sedang sendirian di kantin. Apesnya, ketika sedang menagih hutang tersebut, gank Edys muncul.
Spontan, Janet memutarbalikan keadaan, seolah Sarah lah yang meminta uang yang barusan dia tolak.
"Ya ampun Sarah, lo nggak usah malu gitu lagi?. Anak-anak juga ngerti kok, lo gak punya duit. Udah pake aja kalo mau ikut kita ke mall!" Janet setengah memaksa memberikan uangnya ke tangan Sarah.
Begitulah ... mental patriarki yang mengikat perempuan dengan cara membuatnya merasa rendah dan kecil, telah berhasil membuat para perempuan itu takut dengan predikat janda, sehingga rela mengorbankan apapun.
YOU ARE READING
Comfort In Silence
RomansaKisah tentang Sarah (17th) yang tidak ingin terpengaruh jaman, tetapi malah terjebak dalam kondisi tersebut dan menyebabkan cinta dan cita-cita luhurnya hancur.