Part 5 CYMBIDIUM HARTINAHIANUM

50 3 0
                                    

@rinasetianingrum__writer

NOTE: tulisan ini dilindungi hak cipta (c)


"Kamu itu mirip sahabat Mamo dulu. Dia juga sempet frustrasi karena pendapatnya sering dicemooh karena gak umum."

"Dia temen Mamo SMA?"

Mamo mengangguk, "Namanya Sarah juga. Mungkin karena Mamo kasih nama kamu sama, makanya pemikiran kamu jadi mirip dia." Mamo tertawa kecil.

Dia mengatakan bahwa sebetulnya pendapat Sarah itu tidak sepenuhnya salah, "Yang salah adalah, kamu belum menemukan orang-orang yang tepat dan sepaham untuk menjadi sesuatu."

Mamo mengambil contoh filosofi anggrek, yang butuh kesesuaian tempat untuk berproses.

"Bisa aja seseorang berpotensi menebarkan keindahan dan manfaat seperti anggrek, tetapi karena berada di tempat yang salah, waktu yang tidak tepat, atau bersama orang-orang yang tidak sepaham, potensi itu tidak tumbuh." ujar Mamo.

Sarah mengatakan dirinya hanya ingin mengikuti alur saja dan tidak tahu mau jadi apa.

"Masa orang gak punya cita-cita?"

"Ya pokoknya, aku pengen jadi orang sukses, terkenal, biar dihargai." jawab Sarah.

Mamo tertawa, "Jangan bercita-cita jadi sesuatu cuma karena duit, atau pengen dihargai. Itu makanya banyak orang sukses dan terkenal, tapi yang mereka lakukan hanya mempercepat perusakan."

Dia menasehati Sarah agar bercita-cita menjadi seseorang yang menunda perusakan itu.

"Jadi, kalaupun kamu kamu gagal, setidaknya kamu bisa menunjukan pada Tuhan, dimana kamu berdiri."

Mamo melihat ekspresi Sarah yang tampak kurang menangkap maksud ucapannya, "Nanti juga kamu tau sendiri ... kalau kamu punya idealisme dan nurani"

Kalimat Mamo yang terdengar filosofis, tidak membuat Sarah lebih mengerti sekalipun dia sudah sering membaca buku-buku tasawuf dan filsafat.

"Banyak membaca itu cuma bikin pengetahuan luas, tapi bukan dalam. Ibarat orang yang sudah keliling dunia, tapi belum tentu sudah melihat dunia." ujar Mamo lagi.

Sarah hanya manggut-manggut.

Mamo melihat jam sudah pukul lima sore. Dia menyuruh Sarah meneruskan merawat anggrek karena ingin menyiapkan makanan.

Reno yang sedang menyiram, tertawa melihat ekspresi Sarah yang masih merengut.

"Lo ngetawain gue?" ketus Sarah, ketika Mamo sudah berlalu.

"Kalo gak ngerti tuh nanya, jangan asal manggut."

"Tadi kan, udah?"

"Terus, udah ngerti?"

"Hhh ... emang lo ngerti?"

"Ngerti, lah!" jawab Reno.

"Apa?"

"Nanti gue jelasin, abis nyiram."

"Jiaaah ... alesan."

Tiba-tiba, Sarah melihat anggrek yang baru mekar, "Ih, cantik banget warnanya. Gue sukaa!" Sarah memetik dan menyelipkannya di telinga, "cantik, nggak?" tanyanya sembari melebarkan senyum.

"Nah, ini nih! Ini yang dibilang Sidharta Gautama" Reno mengacungkan telunjuknya, "bedanya suka sama cinta, ibarat orang ngeliat bunga. Kalau suka, dipetik, jadinya rusak. Tapi kalau cinta ... disiram biar mekar. Nih, kayak gue gini, nih. Ini baru cinta!"

Comfort In SilenceWhere stories live. Discover now