Part 7 IMPIAN DI BAWAH POHON BERINGIN

38 2 0
                                    


@rinasetianingrum__writer

NOTE: tulisan ini dilindungi hak cipta (c)


Sarah baru selesai mandi. Dia heran melihat Mamo menyiapkan makan

pagi yang banyak di meja.

"Tumben pagi-pagi Mamo masak sebanyak ini?" celetuk Sarah.

"Dikasih Bu Dwi yang punya salon baru. Tadi Mba Wati yang nganter. Dia office girl yang kerja di situ. Oh, ya, dia juga ngasih brosur sama voucher gratis tuh, buat creambath. Kamu pake aja kalo mau."

Sarah girang dan menyimpan voucher itu. Dia membuka lipatan brosur yang berisi gambar baju-baju pengantin. Ternyata Bu Dwi juga memiliki catering dan studio foto untuk paket pernikahan.

Sarah menghampiri Reno yang sedang sibuk membuat sesuatu di dapur.

"Lo bikin makanan buat Encim?" tanya Sarah.

"Bikin ramuan buat lo."

"Buat gue?"

"Semua yang mengandung vitamin C, bisa mencerahkan kulit."

Sarah mengernyitkan alis, "Ini, gara-gara gue mellow kemaren?"

"Gak juga, tapi gue pengen lo lebih percaya diri dan happy aja."

Reno berkata seraya mengaduk tepung beras yang telah dicampur dengan perasan lemon, dengan kuas masker. Dia memberi Sarah segelas kunyit yang direbus dengan asam jawa dan gula merah. "Cobain." ujarnya.

"Lo bilang, gue gak harus ngikutin standard umum?."

"Ini buat nyenengin diri lo sendiri, bukan untuk muasin tuntutan mereka."

Reno mengajak Sarah duduk di bawah pohon beringin. Dia paling suka mengajar dan berdiskusi dengan anak-anak panti di tempat itu, ketimbang mushola. Bukan hanya karena lebih teduh dan terbuka, tetapi karena Reno memiliki filosofi sendiri tentang pohon tersebut.

Menurutnya, sekalipun beringin tidak tampak berguna seperti kelapa, dan tidak secantik cemara, akan tetapi daunnya yang lebat sangat bermanfaat karena tidak berhenti memproduksi oksigen. Akarnya yang kokoh mencengkeram bumi, juga menjaga agar tanah tidak longsor.

"Tapi sayangnya yang orang liat dari beringin cuma angkernya. Mereka gak liat kontribusinya." ujarnya.

Mendengar ucapan Reno, Sarah terinspirasi merangkai kalimat puisi, "Kau tak bisa melihat indahku dengan mata, karena ku bukan panorama." ujarnya.

Reno tertawa, "Sama, kayak lo ... bukan panorama."

"Berarti gue sama, sama beringin?"

Reno mengangguk, "angkernya."

Sarah mendorong pundak Reno.

"Jangan gerak nanti muka lo retak." Reno memoles masker itu ke wajah Sarah.

Sarah memejamkan mata, Menikmati kesejukan air mawar, yang dicampur dengan lemon, minyak zaitun dan tepung beras.

Setelah selesai, Reno meneliti dengan seksama, lalu meletakan mangkuk itu di atas rumput.

Sarah mengambil sisanya dan hendak mengolesnya ke wajah Reno.

Reno mengelak, "Gue udah glowing."

"Oh, jadi lo nyuruh gue make karena gue butek?!"

Reno ngakak, "Mulai sensiii!!" Dia menyuruh Sarah memberikan sisa masker itu untuk Luna atau Nina.

Comfort In SilenceWhere stories live. Discover now