Lintang dan Rembulan

82 23 8
                                    

Haloo !

Cerita kali ini spesial oleh Langit_Katakita

Selamat membaca !

###

 Lintang dan Rembulan

Oleh Okta

Seorang gadis dengan rambut yang dikucir kuda terlihat gelisah di tempatnya berdiri. Sesekali ia mengecek jam tangan berwarna biru muda yang bertengger manis di lengan kirinya. Namanya Rembulan, namun biasa dipanggil Rere oleh teman-temannya. Sudah setengah jam dirinya menunggu bus yang biasa membawanya ke sekolah, namun tak kunjung datang juga. Tak hanya seorang diri, ia beserta para siswa lainnya mengalami hal serupa.

Sepuluh menit berlalu, bus yang dinantikan akhirnya datang juga. Begitu bus berhenti, ia bisa melihat puluhan manusia sedang berdesak-desakan di dalam sana. Mau tak mau ia harus naik, dan rela berdesak-desakan dengan yang lain agar tidak terlambat tiba di sekolah.

"Mau nitip dibawakan bukunya?" ucap seorang ibu yang duduk di hadapannya menawarkan bantuan. Senyumnya terlihat sangat indah, bahkan Rere sebagai perempuan bisa merasakan itu.

"Terima kasih banyak atas tawarannya. Nanti malah merepotkan, Ibu. Saya bawa sendiri saja," jawabnya disertai senyum sopan.

"Udah tak apa, sini bukunya. Kamu kelihatan repot bawa buku sambil pegangan gitu." Akhirnya Rere pun menerima bantuan dari seorang ibu yang tak dikenalnya namun baik hati. Selama perjalanan, ia banyak mendengarkan cerita sang ibu. Sesekali ia menimpalinya dengan tawa, karena ceritanya yang lucu. Berinteraksi dengan ibu ini membuat Rere kembali mengingat ibunya. Senyum yang selalu menenangkan, dan setiap perkataan yang keluar dari bibirnya terdengar renyah di telinga.

Tak terasa bus terus melaju membelah jalanan yang tampak lengang oleh kendaraan. Hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang sehingga perjalanan lebih lancar sampai tujuan.

"Ibu, terima kasih banyak, ya. Saya turun duluan."

"Sama-sama. Sekolah yang rajin, jadi siswa yang membanggakan, ya. Semangat!" Ibu itu menasehati dan juga menyemangatinya.

Rere segera turun dari bus dan melanjutkan jalan kaki sejauh seratus meter lagi untuk tiba di sekolahnya. Baru berjalan beberapa langkah, seseorang menyenggol bahunya hingga buku yang ia bawa terjatuh.

"Sorry, Mbak. Gue buru-buru!" teriaknya sambil berlari meninggalkan Rere yang terlihat kesal pada orang yang tidak berhati-hati.

"Hati-hati, woiii!" sahutnya dengan sedikit berteriak sebelum memutuskan untuk mengambil buku yang terjatuh.

"Udah bus datang telat, di dalemnya desak-desakan. Sekarang pakai acara ditabrak orang nggak dikenal dan nggak bertanggung jawab pula," gerutunya kesal pada pagi hari yang kurang baik.

Seseorang berhenti di sampingnya dan berkata, "Jangan menyalahkan hari yang buruk. Kamu saja yang kurang bersyukur!" Setelah mengucapkan kalimat tersebut orang asing itu berlalu meninggalkan Rere yang masih termenung di tempatnya sambil menatap pada punggung lebar yang semakin menjauh dari pandangan.

Rere tiba di sekolah tepat pada saat bel berbunyi. Beruntungnya gerbang belum tertutup dengan sempurna.

"Makasih, Pak Tejo," serunya sambil berlari menuju kelas. Pak Tejo yang dimaksud sebagai satpam itu hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah laku Rere.

Seperti biasa sebelum kelas dimulai para siswa masih terlihat asik dengan para temannya. Ada yang masih mengobrol santai sambil memakan cikinya, dan bermain di depan kelas. Terkecuali Rere yang baru tiba langsung duduk di tempatnya dan menyiapkan buku untuk pelajaran pertama.

EunoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang