Part 8

12 1 0
                                    



Gilang benar-benar tak percaya dengan angka yang dia lihat di kertas itu, pria itu meminta perawat untuk mengecek dengan teliti. Mungkin ada kesalahan dalam penulisan sehingga angka nol tertulis lebih satu atau dua.

"Apa ini benar-benar atas nama Handayani Aprilia?" Gilang terus bertanya untuk yang kesekian kalinya.

"Iya, Pak, apa ada yang salah?" ucap suster itu sambil memandang Gilang aneh.

"Dia berkata ada yang salah? Tentu saja, kenapa biaya rumah sakit sekarang mahal sekali, apa perlu Aku membayar rumah sakit ini agar memberikan pengobatan gratis," ujar Gilang dalam hatinya.

"Tidak," Gilang terpaksa tersenyum dan menggelengkan kepala.

Dia mengambil dompet yang ada di saku belakang celananya, kemudian mengeluarkan kartu debit miliknya dari bank salah satu bank tempat dia menyimpan uang dan memberikan kepada kasir itu. Sungguh dia sangat tidak rela saat wanita itu akan mengambil isi dari kartu debitnya, kemudian Gilang menarik lagi kartu itu dan memegangnya kembali.

Terlihat wajah wanita itu yang sudah jengah karena Gilang terus menarik ulur kartu debitnya. "Sebenarnya, Anda punya uang tidak untuk membayarnya," ucap wanita itu dengan nada keras dan wajah yang kesal.

"Tentu saja, aku ini seorang pengusaha," ucap Gilang sambil memberikan kartu debitnya kembali.

Wanita itu dengan sigap mengambil dan menahannya. Gilang mencoba menarik kembali kartu itu namun sangat sulit karena tenaga wanita itu jauh lebih kuat.

Akhirnya sang penjaga kasirlah yang memenangkan pertarungan, kartu debit pria itu diambil olehnya dan diproses untuk membayar tagihan atas pengobatan Hany.

"Pinnya, Pak," ucap wanita itu sambil memberikan sebuah alat yang Gilang sebut mesin pencuri uang.

Dia memasukan pin, lalu mesin itu menarik uang miliknya sejumlah yang tertera di tagihan itu, rasanya hati pria tersebut seketika sangat hancur. Uang itu padahal akan dia gunakan untuk membeli koleksi robotnya tetapi gara-gara kejadian yang membuat Hany sakit di ruangannya, lenyaplah sudah uang miliknya.

Hany membuka perlahan matanya, dia melihat sekeliling ruangan yang sangat asing baginya. Gadis itu berpikir ini bukan ruangan tempat dirinya casting tadi. Hany mengenduskan hidungnya, dia mencium bau khas rumah sakit di ruangan itu. Gadis itu berusaha bangun meski kepalanya terasa masih sakit, dia mencoba berdiri meski tubuhnya goyah.

Hany berjalan perlahan ke arah pintu. Benar saja dugaannya bahwa dia ada di rumah sakit. Terlebih saat dia melihat di luar ruangan banyak perawat yang sedang berlalu lalang membawa seorang pasien.

"Ya ampun pria ini meninggalkanku sendiri dirumah sakit," gumam Hany saat melihat sekeliling tidak nampak pria mesum itu.

Hany berpikir jika dia terus berada di sini, mungkin seorang perawat akan datang dan meminta tagihan atas pengobatannya. "Oh, tidak! sepertinya aku harus melarikan diri sebelum ada yang datang, terlebih biaya perawatan ini pasti mahal karena ruangan ini sangat mewah. Jangankan bayar rumah sakit ini, untuk bayar uang kuliahku saja masih belum cukup terlebih pria mesum itu menghancurkan castingku," ujar Hany kepada dirinya sendiri.

Akhirnya gadis itu berjalan perlahan menyelinap keluar ruang perawatan, dia melirik ke kanan dan kiri untuk memastikan tak ada yang melihatnya. Dia berjalan menyusuri koridor rumah sakit untuk mencari jalan keluar.

Brrrruuuuuukkkk.... Tiba-tiba Hany menabrak seseorang.

"Kamu, mau kabur ya!" teriak orang itu sambil menarik telinga Hany.

Bagi gadis itu suaranya sungguh menakutkan dan dia piker, ia tahu siapa orang yang menabraknya itu. Perlahan Hany mengangkat kepalanya, benar saja dugaannya untuk yang ke dua kali bahwa Gilang yang barusan dia tabrak.

Gilang mengenggam tangan Hany, matanya terlihat lebih besar, dahinya mengkerut dan bibirnya tersungging senyum yang sangat mengerikan.

"Sial," ucap Hany sambil mengkerutkan dahiku. Dia lemparkan senyuman terbaiknya agar pria itu tidak mengeluarkan tanduknya.

"Pasti kamu mau kabur ya? gak usah senyum-senyum seperti itu kamu pikir senyummu indah," ucap Gilang yang menggenggam erat tangan Hany.

"Tidak, aku hanya mencari toilet," ujar Hany mencari alasan.

"Hah, sudahlah tidak usah berbohong lagi, ikut aku." Gilang menarik tangan Hany.

Pria itu menarik Hany hingga kemobilnya, Hany yang masih lemas duduk di dalam mobil Gilang. Mereka saling berdiam, terlihat Gilang yang mengkerutkan dahi sambil menggigit kecil bibirnya.

Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Lalu Gilanng melirik ke arah Hany, memperhatikan gadis itu dari ujung kepala sampai kaki. Hany yang melihat Gilang menatapnya aneh, gadis itu langsung menutupi tubuh bagian depannya dan memandang sinis Gilang.

Gilang tersenyum licik sambil mengangkat sebelah alisnya. "Kamu harus mengganti semua biaya perawatanmu," ucap lelaki itu.

"Apa? Menggantinya, tidak mau itu bukan salahku, siapa yang menyuruhmu membawaku ke rumah sakit?" ucap Hany sambal memalingkan wajahnya.

"Jika kamu tidak pingsan, aku tidak akan membawamu ke rumah sakit," ucap Gilang sambil menyalakan mobilnya.

Hany mengkerutkan bibirnya. "Tapi... Aku tidak bisa menggantinya sekarang, lagi pula ini salahmu telah mengacaukanku untuk mendapat pekerjaan," ucap Hany berusaha untuk menyalahkan pria itu.

"Apa, aku? Itu salahmu sendiri," sahut Gilang tidak mau kalah.

Sungguh dia pria yang egois bagi Hany, kini wanita itu memandang Gilang sinis. Hany memperhatikan Gilang dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia berpikir bahwa lelaki itu mungkin hingga saat ini tidak memiliki kekasih karena sifatnya yang menyebalkan.

"Apa yang sedang kamu pikirkan," ucap Gilang seakan dia tahu isi pikiran Hany.

"Aku sedang berpikir, masa pria tampan seperti kamu tidak memberikanku keringanan," jawab Hany dengan wajah penuh belas kasih sambil mengedip-kedipkan matanya. Gadis itu berharap semoga saja pria yang ada di hadapannya dapat luluh.

"Sudahlah tidak usah memasang wajah menyebalkan seperti itu, Aku tahu jika diriku ini tampan, baiklah bagaimana jika kamu bekerja denganku sebagai gantinya," ucap Gilang sambil tersenyum licik.

"Baiklah, tapi ... pekerjaan seperti apa yang akan kamu berikan?" tanya Hany heran.

Tidak mungkin pria menyebalkan macam Gilang akan memberikan pekerjaan yang meyakinkan, pikiran Hany penuh dengan rasa curiga. Dia takut jika Gilang akan menjebaknya lagi.

"Pekerjaanmu cukup mudah kok, kamu cukup ada di dekatku itu saja," ucap Gilang sambil mengangkat salah satu alis tebalnya itu.

"Apa kamu mau menjadikan aku simpananmu?" Hany seketika terkejut.

"Tidak, aku tidak butuh simpanan yang tidak menarik sepertimu, kamu cukup jadi asistanku itu saja," jawab Gilang yang terus melajukan mobilnya.

Tanpa Hany sadari ini bukan jalan ke arah kampus, kantornya bahkan tempat kosnya. Hany kembali menatap Gilang, dan sempat tercengang. Dia berpikir apa dirinya akan di jual ketempat hiburan malam.

"Eh, kita mau kemana?" tanya Hany panik.

"Kamu saat ini sudah menjadi asistenku, jadi harus ikut kemana saja aku pergi, atau kamu mau membayar ganti rugi dua puluh juta?" ucap Gilang yang seketika membuat Hany terdiam.

Gilang melajukan mobilnya menuju rumahnya, ide Gila gilang mulai muncul pada saat Hany ketakutan. Hany hanya pasrah mengikuti kemauan Gilang dari pada dia harus membayar biaya rumah sakit dua puluh juta rupiah. Gadis itu tidak tahu bahwa dirinya telah di bohongi oleh Gilang dengan berkata biaya rumah sakit dua puluh juta rupiah padahal kenyataannya hanya dua juta rupiah saja.

Karena Hany hanya gadis kecil yang lugu dan polos dia percaya saja perkataan Gilang. Terlebih dia sendiri belum pernah merasakan berobat di rumah sakit sebelumnya, selama ini jika dia sakit hanya meminum obat dari warung atau di bawa ke klinik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married by MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang