Part 7

9 0 0
                                    


Saat Gilang akan melanjutkan pertanyaannya lagi, terdengar seseorang mengetuk pintu.

"Masuk," ucap Gilang kepada orang itu. Lalu seorang pria masuk dengan menggunakan seragam hitam bertulisan nama stasiun televisi tersebut.

"Pak Gilang, ini bahan untuk castingnya." Pria itu membawa sebuah kotak dan menaruhnya di atas meja, "apa sebaiknya biar saya saja yang melakukan interview ini?" ucap pria itu.

"Tidak apa-apa, biar saya saja. Kamu boleh pergi." Gilang meminta orang tersebut segera keluar dari ruangannya.

Kemudian dengan ragu pria itu keluar ruangan Gilang, di luar dia menoleh kepada Jessy berharap gadis itu bisa menjelaskan sesuatu kepadanya. Sayangnya Jessy hanya mengangkat bahun dan menggelengkan kepala. Mereka berdua terlihat bingung mengapa Gilang mengambil pekerjaan yang bukan menjadi tugasnya.

Di atas meja terdapat beberapa alat untuk casting. Gilang berdiri dan menghampiri benda tersebut. Dia memperhatikannya, sebenarnya dia sendiri tidak paham tentang masalah ini karena bukan bagian dari pekerjaannya.

"Coba, Hany, kamu berdiri lalu berjalan layaknya seorang model." Gilang meeminta Hany untuk berdiri dan berjalan layaknya seorang model yang sedang catwalk.

Hany mengikuti perintah Gilang dan berlengggok layaknya seorang model yang sedang fashion show. Gadis itu tidak menyadari bahwa Gilang sedang mengerjainya, dia pikir ini memang salah satu dari tes tersebut.

Tubuh Hany yang tinggi dan ramping serta gaya jalannya yang elok membuat Gilang terpesona, matanya tidak berkedip saat melihat Hany. Kecantikannya terpancar, Hany benar-benar terlihat seperti seorang model professional. Tak ingin larut terlalu dalam dengan rasa simpatinya. Gilang meminta Hany untuk duduk di dekatnya.

"Ok, cukup. Sekarang kamu duduk di sini!" Gilang meminta Hany untuk duduk disampingnya.

Wajah Hany terlihat semakin kesal saja, dia merasa Gilang mencari kesempatan dalam kesempitan. Gilang membuka sebuah kotak yang dia tak tahu apa isi kotak itu sebenarnya. Perlahan pria itu membukanya dan seketika mereka berdua terkejut saat melihat isi dalam kotak itu.

Ternyata di dalam kotak tersebut berisi ulat sagu yag bergeliat. Gilang tidak tahu apa yang harus di lakukan dengan ulat itu. Akhirnya pria itu mempunyai inisiatif sendiri bahwa Hany harus memakannya. Karena menurut Gilang, ia pernah melihat di suatu acara bahwa seorang blog travel memakan ulat sagu.

"Apa ini?" ucap Hany dengan ekspresi geli dan ikut menggeliat saat melihat ulat sagu itu.

"Ini namanya ulat sagu dan kamu harus memakannya," jawab Gilang dengan tegas kepada Hany dan menyodorkan kotak yang berisi ulat sagu itu.

"APA? Memakannya, aku tidak mau! Casting macam apa ini. Apa kamu sengaja mengerjaiku." Hany meluapkan kekesalannya.

"Untuk apa aku mengerjaimu, lagi pula kamu pikir ini acara travel biasa, kamu ini ikut cating untuk acara travel petualangan, jadi kamu nanti akan ke hutan-hutan dan bertemu suku pedalaman. Kamu tahukan makanan mereka itu apa? Jadi kamu harus belajar dari sekrang," ujar Gilang dengan nada yang sangat didramatisirkan dan membuat Hany jadi down.

Padahal pria itu sendiri tidak paham dengan acaa travel tersebut karena itu bukan dari pekerjaannya. Dia hanya mengarang dengan semua apa yang di katakannya. Namun, cara bicaranya membuat gadis polo situ percaya dan mengikuti semua perintah Gilang.

Hany mengambil ulat sagu itu perlahan dan ragu-ragu. Rasa takut bercampur dengan tekadnya yang besar karena membutuhkan pekerjaan itu akhirnya Hany mengambil satu ulat sagu dan segera memakannya. Hany sketika menjadi mual dan berlari ketoilet untuk memuntahkannya kembali.

Gilang tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Hany. Akhirnya gadis itu keluar dari toilet, tubuhnya lemas dan wajahnya terlihat pucat. Melihat keadaan Hany, Gilang menjadi panik dan segera menghubungi bagian talent.

Kebetulan sekali pria yang tadi membawa kotak masih menunggu di luar bersama Jessy. Akhirnya mereka bergegas masuk karena Gilang terdengar sangat panic.

"Bian, apa yang kamu beikan ini beracun?" tanya Gilang penuh emosi kepada Bian karyawan bagian talent yang baru saja membuka pintu ruangannya.

Hany di baringkan di atas sofa, tubuhnya terlihat sangat lemas, Napasnya terdengar berat katrena sesak, Bian mengampiri Hany dan melihat kondisinya. Gilang semakin takut, terlebih itu adalah idenya meminta Hany untuk memakan ulat itu.

"Pak, sepertinya dia alergi serangga, apa Anda tidak bertanya sebelumnya kepada Hany?" tanya Bian sambil memgang tangan Hany. Gilang langsung menepis tangan Bian agar tidak memegang Hany terlalu lama.

"Mana saya tahu kamu tidak memberitahunya." Gilang terdengar panik meski dia tidak mau kalah dengan karyawannya.

"Ini ada obat alergi yang biasa kami gunakan saat ada peserta yang seperti ini, jika tidak ada perubahan segera bawa kerumah sakit." Bian memberikan botol yang berisi obat.

Akhirnya Hany meminum obat itu di bantu oleh Gilang namun, tubuhnya masih sangat lemas. Akhirnya Gilang menggendong Hany ala bridal style dan membawanya pergi. Gadis itu tak sadarkan diri dalam pelukan Gilang. Pria itu terlihat semakin panik dan segera memasukan Hany ke dalam mobilnya.

Selama di perjalanan gadis itu masih tak sadarkan diri, Gilang segera membawa Hany kerumah sakit terdekat karena dia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk kepada gadis itu.

Sesampainya di rumah sakit Gilang berteriak panik dan meminta bantuan perawat untuk segera menangani gadis itu. Hany di bawa keruang unit gawat darurat. Pria itu mengikuti sambil terus menggenggam tangan Hany.

Seorang dokter datang dan segera memeriksa kedaan Hany. Selama pemeriksaan Gilang tak bisa diam, dia terus mengawasi Hany dari luar. Terlihat penyesalan di wajah pria itu. Sesekali dia duduk dan mengigit kuku jarinya karena khawatir dengan keadaan Hany.

Saat dokter keluar dari ruangan Hany, Gilang segera menghampirinya. "Bagaimana, Dok, keadaan gadis itu?" tanya Gilang gugup.

"Untung saja kondisinya tidak terlalu parah. Saya sudah menyuntikan obat alergi ketubuhnya, sebentar lagi keadaannya akan membaik," jawab dokter dengan tenang, terlihat senyum di bibir dokter itu.

Gilang mengkerutkan dahinya dia berpikir mangapa dokter itu masih terlihat tenang dan bisa tersenyum padahal dirinya sudah begitu khawatir karena kondisi Hany yang hampir kehabisan napas karena sesak.

"Akh syukurlah, gadis ini membuatku gila saja," ucap Gilang sambil menghela napas.

"Ya sudah, saya tinggal dulu." Dokter itu meninggalkan mereka.

"Iya dok." Gilang mengulurkan tangan menyalami dokter itu.

Sepuluh menit sudah dia menunggu Hany di ruang perawatan namun, gadis itu masih tidak sadarkan diri. Hingga akhirnya seorang perawat datang dan meminta Gilang mengurus administrasi. Dia segera keluar dan meninggalkan Hany seorang diri di ruangan itu.

Gilang berjalan menghampiri meja dengan tulisan administrasi, jika sudah bicara administrasi artinya berbica tentang uang. Terlihat dua orang perawat yang berdiri di belakang meja itu.

"Permisi," ucap Gilang kepada kepada para suster itu dengan senyum menawan.

"Iya, ada yang bisa kami bantu, Pak?" jawab salah satu perawat itu.

"Saya mau mengurus administrasi atas nama Handayani Aprilia," ujar Gilang yang sudah mulai jenuh.

"Sebentar ya, Pak, saya cek dulu." Lalu perawat itu masuk ke dalam ruangan yang ada di belakangnya.

Setelah sekian lama seperti menunggu wangsit akhirnya wanita itu kembali lagi sambil memberikan sebuah kertas, jantung Gilang sungguh sangat berdebar saat perawat itu kembali, bukan karena parasnya yang cantik atau senyumnya yang menawan tetapi karena total dari biaya pengobatan yang pria itu lihat.

"Apa?" Gilang sangat terkejut dengan jumlah biaya yang tertera di kertas kramat itu, "dua juta rupiah, mungkin ini bukan tagihan saya," ucap Gilang dengan senyum yang sangat terpaksa dan meminta perawat itu mengecek kembali karena mungkin ada kesalahan.

Gilang tidak percaya bahwa akan mengeluarkan uang sebesar itu, sedangkan wanita itu hanya di suntik obat saja dan tidak ada resep obat lain. Dia berpikir apakah semahal itu obat alergi atau itu memang bukan biaya pengobatan Hany.

Married by MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang