F A I R Y T A L E
Okay, jadi cerita ini settingannya historical gitu ya. Disini Bakugou jadi King Dragon kayak yang di ending season 2. Happy Reading!!
Perang.
Setelah semalam mendiskusikan strategi yang akan mereka terapkan, peranglah yang menjadi tujuannya hari ini. Bakugou akan memimpin seribu prajurit dengan empat ratus naga dewasa ke medan perang untuk memberi pelajaran pada siapapun yang berani masuk ke daerahnya.
Bukan tanpa alasan, kali ini kerajaan tetangga sudah kelewatan. Merampas hasil panen dan menjarah daerah perbatasan bukanlah hal bisa ia tolerir. Saat penjaga perbatasan memberitahu bahwa kerajaan tetangga tengah mengumpulkan bala bantuan dan sudah berkemah di dekat perbatasan, Bakugou tahu bahwa perang tidak bisa lagi dihindari.
“Kau harus tidur Katsuki, sebelum kau tidak mendapatkannya sama sekali setelah berangkat,” suara lembut menyapa telinganya.
Bakugou menoleh ke arah sumber suara dan tidak bisa menahan senyum tipis saat iris merahnya bersirobok dengan sepasang mata kecokelatan. Suara itu berasal dari istrinya juga Ratu dari kerajaannya. Wanita yang sudah menjeratnya sejak masih kecil. Ia tidak tahu pasti kapan ia jatuh cinta pada wanita itu, namun Bakugou tahu tidak ada wanita lain untuknya kecuali [Name].
“Sudah hampir fajar, aku tidak akan bisa tertidur, [Name].”
[Name] menghela napas pelan. “Kalau begitu beristirahatlah sebentar. Tubuhmu akan cepat lelah kalau seperti ini terus. Kita tidak ingin kau kelelahan sebelum perangnya dimulai kan?”
Bakugou menggerutu menyadari bahwa ucapan [Name] memang benar. Setelah hampir semalaman berdiskusi dengan ketiga jenderalnya, Bakugou sama sekali tidak beristirahat. Ia mengunjungi kandang naganya, menyapa mereka satu persatu sambil memeriksa keadaan mereka. Lalu ia pergi ke tempat persediaan untuk mengecek apakah masih ada yang kurang atau ia harus mengubah porsinya sebelum dibagikan pada prajuritnya pagi nanti. Barulah setelah mendengar bahwa [Name] mencarinya, ia kembali ke kamarnya.
“Berbaringlah sejenak,” pinta [Name]. “Temani aku sebelum aku tidak bisa melihatmu selama berhari-hari.”
Bakugou menuruti keinginan [Name]. Ia berbaring menyamping, berhadapan dengan wanitanya. “Sudah puas?”
“Sangat,” senyum [Name].
Ia membiarkan [Name] membelai kepalanya. Ia juga tidak memberikan perlawanan apapun saat jemari istrinya menelusuri wajahnya. Bakugou hanya memandanginya, mematri wajah yang tidak akan bisa ia lihat sampai waktu yang tidak diketahui.
“Kau tahu Katsuki?” gumam [Name]. “Aku memiliki firasat buruk tentang perang ini.”
Dahinya mengernyit. “Kau tidak percaya kalau aku akan menang?”
[Name] terkekeh pelan sambil menggeleng. “Tidak. Tidak mungkin kau akan kalah perang Katsuki. Hanya saja ... aku merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi.”
Bakugou mendengus pelan. Tidak, bukannya ia meremehkan firasat [Name] yang terkenal dengan keakuratannya, ia hanya tidak ingin [Name] terus memikirkan maksud dari firasatnya dan berusaha menerka-nerka apa yang sebenarnya akan terjadi. Belajar dari pengalaman, saat [Name] memiliki firasat buruk tentang sesuatu, wanita itu bisa tidak tidur selama tiga hari sampai firasatnya terbukti.
“Kemari, gadis bodoh,” Bakugou menarik lengan [Name] pelan, membawa gadis itu lebih dekat dalam rengkuhannya. “Tidak akan terjadi apa-apa padaku, juga padamu. Aku akan berangkat besok untuk menghabisi bajingan yang mengganggu kerajaan kita lalu kembali padamu.”
[Name] melingkarkan lengannya di pinggang Bakugou. “Janji tidak akan terjadi apa-apa padamu?”
Bakugou menangkup wajah [Name] dengan sebelah tangannya. Ibu jarinya menyapu tulang pipi [Name] sementara matanya tidak lepas dari netra kecokelatan istrinya. “Apa kau percaya padaku?”
Keduanya beradu tatap sejenak, berusaha membaca pikiran masing-masing dari sirat yang terlihat. Detik berikutnya, [Name] mengangguk tanpa ragu. “Tentu saja aku percaya padamu, Katsuki.”
“Hanya itu yang perlu kudengar.”
Bakugou menarik [Name] mendekat, memaksanya untuk menyembunyikan wajah di dada Bakugou. Sentuhan ringan menyentuh puncak kepala dan punggung sebelum pelukan itu mengerat. Bibirnya meraih kening [Name] dengan insting. Seulas senyum terpampang di wajah Bakugou yang kini memperlihatkan keyakinan dan kepercayaan diri.
“Aku pasti pulang dengan membawa kemenangan [Name]. Itu janjiku.”
***
[Name] tidak bisa menepis kegelisahannya. Sudah hampir dua bulan sejak terakhir kali ia melihat suaminya dan sejak saat itu juga Bakugou kerap kali mengirim surat untuk memberitahu bahwa dirinya baik-baik saja.
Aku sudah berkemah di dekat medan. Jangan terlalu khawatir bodoh, atau keriput di wajahmu akan bertambah.
Kami berhasil menggempur balik pasukan depan. Malam ini Kirishima dan yang lainnya sedang berpesta. Si bodoh itu. Jaga kerajaan kita selagi aku tidak ada.
Aku dan yang lainnya baik-baik saja. Kau juga jaga dirimu, mengerti gadis bodoh? aku akan pulang membawa kemenanganku padamu.
Aku benci mengakuinya, tapi aku merindukanmu [Name]. Aku sangat merindukanmu. Kami menang. Seperti yang sudah kukatakan padamu, kami menang. Akhirnya aku bisa kembali padamu. Aku dan yang lainnya tengah bersiap pulang. Mereka bilang akan menundanya perayaan kemenangannya sampai kita tiba di kastil. Aku akan segera menemuimu, My Queen.
Surat terakhir sampai padanya sekitar dua minggu yang lalu, namun hingga saat ini masih belum muncul tanda-tanda kepulangan Bakugou dengan pasukannya. Bakugou juga belum mengirimkan surat lagi padanya. [Name] yakin inilah wujud nyata dari firasat buruknya.
Tidak ingin terus-terusan merasa cemas, [Name] memilih untuk mengunjungi kandang naga. Bermain sejenak dengan naga yang sudah dia asuh sejak masih berbentuk telur selalu mampu menenangkannya.
Naga favorit [Name] bernama Ao. Seperti namanya, Ao adalah naga bersisik biru yang membuatnya mudah berkamuflase dalam air dan saat berada di langit pada ketinggian tertentu. Tidak seperti naga merah Bakugou, Ao tidak bisa mengeluarkan api dari mulutnya, namun semburan Ao mampu menghempaskan apapun yang berjarak lima kilometer darinya. Lagipula, walaupun bergender betina, Ao mampu bertarung sama baiknya dengan naga jantan dewasa.
“Ao, bagaimana kabarmu?”
Ao menunduk seolah membungkuk hormat pada majikannya. [Name] tertawa kecil saat moncong Ao menyenggol tubuhnya. Ao merebahkan tubuhnya saat [Name] mengusap rahangnya penuh kasih sayang.
“Sepertinya kau baik-baik saja,” simpul [Name]. “Ao, apa kau bisa merasakan keberadaan Katsuki atau naga merahnya? Apa mereka baik-baik saja?”
Seolah mengerti kegelisahan [Name], Ao menggesekkan moncongnya pada kepala [Name] seakan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Memang tidak ada bukti nyata, tapi seorang penunggang naga dengan naganya memiliki hubungan batin yang kuat, mereka bisa merasakan emosi satu sama lain. Terlebih di antara naga ada semacam hubungan yang membuat mereka mampu merasakan keberadaan satu dengan yang lainnya.
“Ao ... Katsuki baik-baik saja kan? Ia pasti akan kembali kan?”
Ao membuka mulutnya, menghembuskan angin pelan seakan memberi gestur menenangkan sebagai respon. [Name] membelai moncong Ao sebagai ucapan terima kasih. Hanya Ao yang mampu menenangkannya di situasi seperti ini.
“Aku penasaran, kapan Katsuki akan kembali?”
Bagai mendengar pertanyaannya, seseorang berlari ke arahnya seraya meneriakkan. “[Name]-sama! [Name]-sama! Pasukan kita sudah kembali. Mereka sudah kembali!”
[Name] tidak pernah berlari secepat ini dalam hidupnya. Jarak yang harus ia tempuh dari tempat Ao sampai menuju gerbang kastil cukup jauh, namun bayangan akan bertemu dengan Bakugou setelah sekian lama menambah keinginan [Name] untuk melangkahkan tungkainya dengan lebih cepat.
Senyumnya mengembang begitu melihat naga merah Bakugou dari kejauhan, namun rasa antusias bertemu dengan suaminya menguap begitu saja ketika ia melihat Kirishima yang terlukalah yang memimpin barisan. Di tangannya ada jubah merah dengan bulu putih familiar yang bersimbah darah.
Firasat buruknya menjadi kenyataan.
“Kirishima, mana Katsuki?”
Kirishima hanya menunduk menanggapi pertanyaan [Name]. Ia mendengar suara isakan dari barisan pasukan. Kaminari dan Sero berdiri di samping Kirishima dengan wajah berurai air mata. Keadaan mereka tidak lebih baik dari Kirishima, bahkan ada beberapa luka yang masih mengalirkan darah.
“Mana Katsuki, Kirishima?” suara [Name] mulai meninggi. “Kaminari, Sero, kalian pasti tahu dimana Katsuki, kan? Jawab pertanyaanku!”
“Kami berhasil memukul mundur musuh, tapi saat perjalanan pulang ada pasukan penyergap yang menyerang kami. Bakugou-sama berusaha menghalau mereka, tapi mereka bertarung terlalu dekat dengan tepi jurang,” Kirishima tidak berani mengangkat wajahnya. “Kami sudah mencarinya. Selama dua minggu kami sudah berusaha mencari Bakugou-sama di jurang, tapi yang bisa kutemukan hanya ... ini.”
Kirishima menyodorkan jubah Bakugou. [Name] mengambilnya dengan tangan gemetar. Aroma Bakugou masih begitu terasa saat [Name] memeluk jubahnya erat-erat. Ia menahan diri untuk tidak menjerit histeris saat berhadapan dengan fakta bahwa suaminya telah tiada. Setidaknya tidak di depan umum.
“Kenapa kau tidak mencarinya lebih lama, Kirishima?” tuduh [Name] dengan mata berkaca-kaca. “Apa kau benar-benar yakin bahwa Katsuki sudah tiada? Kau yang paling tahu kalau Katsuki adalah manusia paling keras kepala yang tidak akan mati semudah itu!”
“[Name]-chan, kurasa Kirishima-kun dan yang lainnya sudah mencari sekuat tenaga,” gumam Midoriya di sampingnya. “Merekalah yang paling terpukul karena tidak bisa menyelamatkan Kacchan.”
Walaupun berkata seperti itu, tangan Midoriya gemetar hebat. Pria itu mengepalkan tangannya begitu erat hingga ruas jarinya memutih, menggumam betapa menyesalnya ia tidak turut ambil bagian dalam peperangan ini. Memandang Midoriya, [Name] tahu ini bukanlah waktunya meratap. Ia bisa menangisi Bakugou saat sendirian, tetapi saat ini ia harus bersikap layaknya pemimpin dari kerajaannya.
[Name] menarik napas panjang. “Kirishima, bawa pasukan untuk beristirahat dan memulihkan diri selama beberapa hari selagi aku mengumpulkan informasi. Setelah itu, kita akan balik menyerang mereka yang sudah membunuh Katsuki.”
“T-tapi [Name]-sama siapa yang akan memimpin pasukan?” tanya Kaminari.
“Aku,” papar [Name] lantang. “Aku yang akan memimpin pasukan ini untuk membalaskan dendam Katsuki. Ia memang sudah tiada, tapi ambisinya untuk menang akan selalu berkobar. Siapa yang akan ikut bersamaku?!”
[Name] mengangguk puas begitu mendengar seruan setuju dari pasukannya. Mereka memang tengah berkabung, tapi bukan berarti mereka akan terus-terusan bersedih. Setelah memastikan bahwa Kirishima akan mengurus pasukannya. [Name] pamit pergi ke kamarnya.
Jubah merah Bakugou masih berada di pelukannya. [Name] tidak rela melepasnya barang sedetik pun. Bahkan dengan memeluk jubahnya, kehadiran Bakugou masih begitu terasa hingga kali ini [Name] tidak bisa menahan isakannya.
“Kau berjanji untuk pulang, Katsuki,” isak [Name]. “Kau berjanji untuk kembali padaku. Sekarang kembalilah padaku.”
Benaknya mereka ulang semua kejadian yang ia lalui bersama Bakugou. Bagaimana pria itu meremehkannya ketika mereka pertama kali bertemu. Wajah Bakugou saat [Name] berhasil mematahkan opininya tentang gadis adalah makhluk lemah. Ekspresi suaminya kala [Name] mengiyakan permintaan Bakugou untuk meminangnya. Senyumnya yang selalu ditampakkan ketika [Name] menceritakan sesuatu. Semuanya. Semuanya terputar dalam benak [Name] bagai film.
Seketika ia merasa hampa menyadari bahwa momen itu tidak akan kembali lagi. Tidak akan pernah kembali lagi seiring dengan kepergian Bakugou.
“Kau pasti bertindak ceroboh kan? Dasar bodoh. Dasar Raja bodoh!” napas [Name] memburu dan dadanya terasa berat. “Kumohon ... kumohon kembalilah Katsuki ... aku harus apa kalau tidak ada dirimu? Bagaimana caranya menjalani hidup tanpamu?”
[Name] tidak bereaksi saat ada sesuatu yang hangat menyentuh pipinya. Ia menoleh ke luar jendela dan mendapati naga merah Bakugou tengah menatapnya. Naga itu menyusupkan moncongnya ke kepala [Name] seolah turut sedih karena kehilangan penunggangnya.
“Kau ... tidak lagi merasakan keberadaan Katsuki?” tanya [Name] seraya mengusap moncong naga suaminya.
Seakan mengerti apa yang [Name] tanyakan, naga merah itu menggeleng pelan lalu menghembuskan napas hangatnya. [Name] kembali terisak. Jika naga Bakugou tidak lagi merasakan keberadaannya maka [Name] sudah kehilangan harapannya. Harapan bahwa Bakugou masih hidup di suatu tempat.
Napasnya tercekat. Kini [Name] harus berusaha. Ia harus berusaha hidup tanpa suaminya. Tanpa kekasihnya. Tanpa sosok yang telah menemaninya selama belasan tahun. Kini, ia harus bertahan seorang diri.
Tanpa Bakugou Katsuki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ground Zero's Partner
FanfictionBagaimana jika kau adalah salah satu dari sedikit orang yang melihat sisi lain dari Bakugou Katsuki? Sisi lembut yang sangat jarang ia perlihatkan pada orang lain? Apakah kau sanggup bertahan dengan umpatan dan sikap kasarnya? Kalau iya, Bagaimana c...