Twenty Three

5.1K 695 29
                                    

D A Y  O F F

Pagi tadi, Bakugou bangun dengan mood tenang. Tidak ada dering ponsel yang memaksanya memperburuk moodnya, rentetan pesan tidak penting dari teman-temannya juga memandang [Name] yang masih tertidur dengan ekspresi damai. Paham kalau [Name] sangat menyayangi tidurnya di hari libur, Bakugou meninggalkan [Name] dengan ciuman lembut di puncak kepalanya untuk lari pagi dan latihan rutin.

Bakugou tahu di hari libur, [Name] memiliki tiga mood. Pertama, gadis itu akan antusias untuk berkencan di luar, baik sekedar makan malam atau hiking. Yang kedua adalah mood [Name] yang lebih senang untuk beraktivitas di dalam apartemen, seringkali gadis itu mengajaknya untuk adu kemampuan masak atau sparring atau mengajaknya untuk bersih-bersih. Dan yang terakhir adalah mood [Name] untuk bermalas-malasan dan menghabiskan waktu dengan menonton film dan bermain game. Setelah kembali dan mendapati [Name] masih bergelung dengan selimut dan memeluk bantalnya, Bakugou tahu hari ini mereka hanya akan bermalas-malasan.

Bakugou hanya bisa pasrah saat [Name] menggunakannya sebagai bantal dan penghangat hidup. Sudah tiga jam sejak terakhir kali Bakugou memaksa [Name] untuk bangun dari kasur, tapi sesi rebahan [Name] berpindah ke sofa.

Kini, [Name] berbaring di dada Bakugou sambil menonton dorama di televisi sedangkan Bakugou memilih untuk membaca berita atau membuka media sosialnya di ponsel. Sebelah lengannya yang bebas memeluk punggung [Name] agar gadis itu tidak terjatuh saat ia menggeliat untuk mencari posisi paling nyaman.

“Katsuki, menurutmu bagaimana gadis itu?” tanya [Name] tiba-tiba.
Bakugou menghela napas dan mengalihkan pandangannya ke televisi. Di layar ada sesosok gadis yang tidak ia ketahui mengenakan gaun mini dengan dandanan yang berlebihan di matanya. Gadis itu tengah makan malam bersama dengan seorang pria yang Bakugou juga tidak tahu.

“Dia adalah ekstra yang tidak penting,” tukas Bakugou.

Bakugou meringis. [Name] menampar perutnya karena memberi jawaban asal. “Aku serius Katsuki. Maksudku, bagaimana menurutmu tentang penampilan gadis itu?”

“Ekstra dengan dandanan terlalu tebal,” sahut Bakugou lagi. “Kenapa dia harus berdandan seperti itu? Kau tanpa riasan jauh lebih cantik daripada dia.”

[Name] membenamkan wajahnya malu. Ia tidak menyangka jawaban Bakugou akan segamblang itu, sementara Bakugou tersenyum puas dengan rona merah di pipi gadisnya. Ia yakin, untuk sementara tidak ada lagi pertanyaan random yang dilontarkan [Name].

Iya, [Name] seringkali melemparkan pertanyaan aneh, tergantung dari apa yang tengah ia tonton atau apa yang sedang ia pikirkan. Bakugou yang sudah bersama [Name] selama beberapa tahun, sudah terbiasa dengan hal ini. Terkadang, ia menanggapi [Name] dengan jawaban asal dan singkat agar tunangannya tidak ngambek.

Dahinya mengerut saat melihat kelakuan bobrok teman-temannya yang tidak berubah sejak masih di Yuuei. Bagaimana bisa Kirishima mempublikasi fotonya yang bertelanjang dada dengan mengenakan tiara di kepalanya bersama Kaminari sebagai dare? Entah apa yang membuat Bakugou mempertahankan gelar ‘teman’ pada mereka. Bakugou kembali mengernyit setelah melihat foto lain yang diunggah oleh Kaminari.

“Apa kau tahu kalau Kaminari sudah resmi menjadi kekasih si Gadis Earphone?”

“Hah?” [Name] mengangkat kepalanya, memandang Bakugou yang masih belum mengalihkan pandangan. “Serius? Sudah diumumkan secara resmi? Wah ... akhirnya. Setauku Jirou memang sudah menyukai Kaminari sejak dulu.”

Bakugou memutar ponselnya agar [Name] bisa melihat foto yang ia maksud. Foto berisikan Kaminari yang mencium pipi Jirou, sedangkan gadis itu tersenyum lebar ke arah kamera.

RT“Kalau sudah diunggah di media sosialnya sudah pasti resmi, kan? Kecuali kalau si bodoh itu ingin membuat sensasi.”

[Name] tertawa. “Aku yakin tidak ada yang lebih mengejutkan daripada saat kau mengumumkan bahwa aku adalah tunanganmu.”

Bakugou mendengus kecil. Ia tidak berniat membalas ucapan [Name]. Bakugou menutup media sosialnya dan beralih membaca berita terbaru mengenai pro hero, sementara [Name] kembali terfokus pada dorama di hadapannya.

Tidak lama, Bakugou merasa bajunya ditarik samar. “Apa lagi [Name]?”

“Katsuki,” gumam [Name] pelan. “Apa yang akan kau lakukan kalau seandainya kau suka padaku, tapi aku baru saja putus dengan kekasihku?”

Bakugou mendecak. Sebenarnya dorama macam apa yang ditonton oleh [Name] hingga ia mampu berpikir seliar ini? Bakugou tidak ada niat untuk menjawab tentu saja, tapi tatapan mata [Name] yang memelas seolah menghunjam hatinya hingga ia tidak bisa mengelak.

“Aku tidak akan membiarkanmu menjadi kekasih siapapun kecuali aku, dan aku tidak mungkin memutuskanmu, jadi untuk apa memikirkan hal itu?” tukas Bakugou jengah.

“Kan kubilang seandainya. Kalau seandainya seperti itu, bagaimana?” tanya [Name] kesal.

Bakugou melirik [Name] jengkel. “Aku tidak akan membiarkan siapapun memilikimu dan aku juga tidak akan memutuskanmu, bodoh. Jadi untuk apa berandai seperti itu?”

“Kau tidak asyik,” [Name] mendecih kecil. Bakugou memutar mata bosan dengan respon [Name]. “Lalu, bagaimana kalau aku menjadi adikmu Katsuki?”

Bakugou mencubit pipi [Name] gemas. “Kau itu tunanganku, gadis idiot. Kau tidak akan mungkin jadi adikku. Lagipula, kau tidak akan bisa bertahan dibawah asuhan nenek tua itu.”

[Name] menggembungkan pipi kesal. “Jadi menurutmu aku tidak bisa menjadi anak ibumu karena terlalu lemah begitu?”

“Tentu saja tidak. Aku tidak pernah memandangmu sebagai gadis lemah, bodoh,” Bakugou menyentil dahi [Name]. “Kau bisa menjadi anak si nenek tua dengan cara lain kan? Tidak perlu sampai berpikir untuk menjadi adikku.”

“Cara lain? Maksudmu?”

“Menikah saja denganku,” kata Bakugou penuh percaya diri. “Kau akan menjadi anak menantunya, kan?”

Bakugou terkekeh puas. [Name] dengan wajah yang memerah adalah pemandangan paling menggemaskan baginya. Ia tidak memberi perlawanan saat [Name] memukulinya karena tersipu. Bakugou mengapit hidung [Name] dengan jarinya sebagai usaha untuk menghentikan tindakan [Name].

“Katsuki, lepaskan!”

“Baik, baik ... dasar tukang perintah,” gerutu Bakugou. Ia menyapu dahi [Name] dengan bibirnya sejenak lalu melepaskan hidung [Name].

Bakugou membiarkan [Name] menyamankan diri lagi. Ia mengusap punggung gadisnya dengan sebelah tangan. Senyum tipis terulas di wajah Bakugou saat [Name] menempelkan bibirnya sejenak di bahunya. Ia menaruh ponselnya di meja sebelah sofa. Pandangannya kini berpusat pada [Name] yang semakin serius seiring dengan dorama yang kian memanas dengan konflik.

Sejujurnya, Bakugou tidak paham mengapa para wanita senang menonton dorama atau film dengan konflik seperti romansa yang menurutnya terlalu berlebihan. Tidak hanya [Name], teman-teman sekelasnya dulu juga ibunya menyukai hal yang sama. Namun, Bakugou tidak berani protes. Selama tunangannya senang dan tidak ikut terbawa alur cerita dorama yang ia tonton, maka Bakugou tidak masalah.

“Katsuki?” Bakugou berdehem pelan pertanda ia mendengarkan. “Apa menurutmu aku gendut?”

Bakugou mengerang dalam hati. “Memangnya kenapa?”

“Jangan menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi,” omel [Name] kesal. Ia menunjuk ke arah layar. Kali ini gadis dengan crop top dan celana jins pendek yang muncul. “Ia sangat kurus kalau dibandingkan denganku. Berarti aku gendut kan?”

“Iya, kau memang tidak sekurus gadis itu,” sahut Bakugou.

Bakugou meringis saat [Name] memukul perutnya. “Jahat! Seharusnya kau menjawab ‘tidak [Name] sayang, kau masih terlihat kurus’ atau ‘kurus atau gendut, kau tetap sempurna di mataku’. Dasar tunangan tidak romantis.”

“Berisik, idiot,” sergah Bakugou. “Aku hanya bicara apa adanya. Dan kau memang tidak sekurus gadis itu, bodoh.”

“Semuanya salahmu, Katsuki,” tuduh [Name] sinis. “Aku menjadi gendut seperti ini karena kau selalu memasak makanan enak. Kau sering membuat makanan kesukaanku dan kau bahkan pandai memanggang kue. Semua ini karena kau terlalu jago memasak Katsuki!”

“Aku tidak peduli bagaimana penampilanmu, cerewet,” Bakugou menangkup wajah [Name] hati-hati. “Lagipula, kalau kau terlalu kurus, tubuhmu akan rentan sakit dan staminamu akan berkurang dengan cepat. Bagaimana jadinya kalau kau terlalu memikirkan penampilanmu sampai tidak fokus pada performamu sebagai pro hero, hah?”

[Name] mencebik. Ia menumpukan dagunya di dada Bakugou, memandang pria itu setengah kesal setengah memelas. “Tapi kalau aku gendut, aku tidak cantik lagi. Kalau aku tidak cantik lagi, tidak ada yang suka lagi padaku.”

“Oi!” Bakugou menarik kedua pipi [Name] kesal. “Hanya aku yang boleh suka padamu, tahu! Akan kubakar siapapun yang berani menyatakan suka padamu, paham?”

Seulas senyum jahil tampak di wajah [Name]. “Apa kau cemburu Katsuki~?”

Bakugou memamerkan seringai sadis. Ia mendorong [Name] agar menjauh darinya lalu menggendong [Name] di bahunya bagai sekarung kentang. Bakugou tidak mempedulikan [Name] yang memukul punggungnya seraya menjerit minta diturunkan. Ia melangkah menuju dapur lalu menjatuhkan [Name] di atas meja dapur.

“Apa yang kau lakukan Katsuki? Dorama yang kutonton belum selesai tahu!”

Bakugou mengeluarkan bahan-bahan makanan dari dalam kulkas dan mulai mencincang bawang dan wortel. “Memasak makan malam.”

“Lho, tapi kan sekarang belum waktunya makan malam?”

“Aku akan memasak makanan favoritmu dan membuat berat badanmu naik hingga tidak ada orang lain yang melirikmu,” Bakugou menoleh dan melemparkan seringai penuh percaya diri. “Aku tidak peduli bagaimana bentuk tubuhmu. Bagaimanapun dirimu, aku tetap menyayangimu, shitty girl.”

Peduli setan. Aku tidak ingin ada ekstra brengsek yang memandangmu. Kau hanya milikku, bodoh

Ground Zero's PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang