Eight

7.7K 985 52
                                    

F A M I L Y

Sudah beberapa minggu sejak pertama kali kelas 1-A pindah ke asrama khusus di UA, selama itu pula tidak ada satupun dari mereka yang bertemu dengan keluarga dan teman-teman di luar sekolah. Kepala sekolah Nezu berbaik hati memberikan waktu akhir pekan minggu ini untuk para siswa kembali ke rumah, meluangkan waktu bersama keluarga di tengah sibuknya kegiatan mereka sebagai calon Pahlawan.

Dari semua siswa, hanya [Name] dan Todoroki yang tidak antusias dengan kebaikan hati kepala sekolah Nezu.

Ralat, Bakugou juga sebenarnya tidak begitu antusias untuk kembali ke rumah. Namun, berpisah dari teman-teman sekelasnya yang tidak pernah tahu kapan harus diam adalah hal yang sangat ia inginkan beberapa minggu terakhir.

"Kau tidak akan pulang?" tanya Bakugou sambil memasukkan beberapa bajunya ke dalam tas. Ia melirik [Name] yang sedang berbaring di kasurnya sambil menatap langit-langit.

"Aku tidak menyukai keadaan rumahku, Katsuki. Kau tahu itu," jawab [Name] seraya menghela nafas panjang. Ia merubah posisi, menatap Bakugou yang sudah selesai mengepak barang yang ingin ia bawa saat pulang.

"Lalu kau akan berdua dengan manusia setengah selama dua hari di asrama ini?" Bakugou mendudukkan dirinya di sebelah [Name]. Nada bicaranya jelas ia tidak menyukai gagasan [Name] berdua saja dengan rivalnya selama akhir pekan.

"Apakah itu nada cemburu yang kudengar?" goda [Name]. "Memang sih, Todoroki-kun jauh lebih pendiam dan tahu bagaimana cara memperlakukan seorang gadis dengan benar. Pantas saja kau cemburu padanya."

Kesal dengan ucapan [Name], Bakugou bangkit untuk duduk di meja belajarnya. "Heh, percuma saja kau memujinya di depanku. Karena dari segi manapun, aku tetap lebih unggul darinya."

"Kecuali satu, Todoroki-kun jauh lebih unggul memperlakukan temannya dengan baik," [Name] menutup kekehannya dengan tangan saat Bakugou melempar tatapan penuh amarahnya.

"Kalau begitu selamat bersenang-senang dengan Manusia Setengah itu selama akhir pekan," seru Bakugou penuh amarah. Ia menutup resleting tas dan menaruhnya di atas meja dengan kasar.

[Name] tertawa. Ia menghambur pada Bakugou, mengalungkan lengannya di leher kekasih pencemburunya. "Aku hanya bercanda Katsuki. Aku pasti akan sangat kesepian tanpamu di sini. Lagipula Todoroki-kun akan menghabiskan waktu dengan Ibunya di rumah sakit."

Bakugou terdiam sejenak. Kedua lengannya memegang paha [Name], menjaganya agar tidak jatuh. Wajahnya memanas saat [Name] menggesekkan pipi di lehernya. Hanya dengan itu, kemarahan Bakugou menguap. Efek [Name] timbulkan terhadap moodnya benar-benar luar biasa.

Bakugou sedikit menoleh, melirik [Name] yang memejamkan mata. "Kalau begitu, ikut saja denganku."

"Ke rumahmu?"

"Tentu saja. Memang mau ke mana lagi, bodoh?" Bakugou mendengus kecil mendengar pertanyaan [Name]. "Kau bilang akan kesepian kalau aku tidak ada. Kalau begitu, ikut aku pulang."

"Benarkah? Apa keluargamu tidak keberatan dengan kedatanganku?" tanya [Name] menatap Bakugou. matanya memancarkan keraguan. "Aku tidak ingin memberikan kesan negatif pada orangtuamu dengan datang tanpa pemberitahuan atau sebelum mereka mengundangku."

"Kenapa tidak?" Bakugou mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Nenek tua itu juga sudah menggangguku, terus berkata ingin bertemu dengan—yang kukutip 'gadis yang menjinakkan anakku yang liar.'"

Walaupun sudah berulang kali mendengar gerutuan Bakugou tentang Ibunya, [Name] masih saja merasa geli tiap kali mendengarnya. "Darimana Ibumu tahu tentangku?"

"Nenek tua itu pasti akan menceritakannya padamu saat ia tahu kau adalah kekasihku," Bakugou menghela nafas panjang, sudah membayangkan reaksi Ibunya saat ia membawa [Name] pulang bersamanya.  Ia harus menyiapkan mentalnya mulai dari sekarang. "Sekarang cepat berkemas. Kalau aku tidak datang sebelum makan malam, ia tidak akan berhenti mengoceh sebelum telingaku lepas."

Ground Zero's PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang