Hari ini Tsukasa datang menjenguk. Dia membawa satu tas penuh dengan donat berlapis coklat kesukaanku. Dia datang melenggang masuk ke kamar dengan membuka pintu berdecit itu lebar-lebar sehingga suaranya yang menyiksa itu terdengar ke seluruh penjuru kamar. Namun dengan wajah tanpa dosanya dia malah kembali menutup pintu dan lagi-lagi suara berdecit itu tersebar ke seluruh penjuru kamar.
"Amane! Aku dataaang!!!"
Sepertinya belum cukup dia menyiksaku dengan bunyi pintu. Kini dia berteriak kencang memanggil namaku. Padahal bisa dia lihat dengan jelas kalau aku sedang menunggunya persis di kasur yang bahkan jaraknya tidak sampai 2 meter dari pintu kamar.
"Amane! Lihat! Aku bawa donat coklat kesukaanmu! Aku beli sepuluh tapi di jalan aku makan lima! Hehehe!"
Bahkan dia masih tertawa setelah berkata kalau dia memakan jatah donatku. Dengan muka tehee menyebalkannya, Tsukasa meletakan kardus berisi donat-donat berwarna coklat di pangkuanku. Kemudian matanya menerawang kesana-kemari seperti anak kecil saat masuk ke taman kanak-kanak untuk pertama kalinya.
"Amane! Kasur di depanmu, apa penghuninya?" Tsukasa bertanya.
"Jangan sebut pasien sebagai penghuni. Tidak sopan tahu." Aku mengoreksi, setengah sebal dengan tingkah lakunya yang tidak bisa diam.
"Ada tidak?" Ah, dia memaksa.
".... Ada" aku menjawab, mengambil satu donat dari kardus dan memakannya.
Dari ujung mataku terlihat Tsukasa sudah membuka mulutnya, hendak bertanya lagi kepadaku. Jadi aku buru-buru menelan donat di mulutku dan melanjutkan ucapanku sebelum dia mengeluarkan jurus pertanyaan tiada akhir andalannya.
"Tapi dia sedang pergi ke luar sebentar. Jadi diam saja dan temani aku disini."
Tsukasa mengangguk paham. Dia bersenadung pelan sambil membuka catatan harian pasien yang ditinggal Mitsuba tadi pagi. Wajahnya berubah-ubah setiap detik saat membaca jurnal pasien milikku. Kadang berkerut, kadang datar, kadang alisnya naik ke atas seolah dia bangga. Padahal di jurnal itu hanya ada catatan keseharian dan perkembanganku.
Mungkin sebenarnya dia tidak mengerti, tapi ingin terlihat pintar makanya dia pura-pura ber ekspresi seperti itu.
Tidak lama setelah aku menghabiskan jatah donatku, pintu kamar kembali dibuka. Kali ini suster Aoi Akane masuk bersama dengan Yashiro. Tsukasa yang menyadari kehadiran mereka langsung meletakan jurnal pasien kembali ke tempatnya dan menyambut mereka. Menyambut bukan dalam artian yang sebenarnya.
"Hei! Hei! Kau pasti teman sekamar Amane? Iyakan? Iyakan?! Aku Tsukasa! Kembaran Amane! Senang bertemu denganmu!"
Yashiro membuka matanya lebar-lebar tanda terkejut saat Tsukasa menghampiri dan memberinya sambutan khusus. Namun ekspresi normalnya kembali dengan cepat, dia membalas uluran tangan Tsukasa dan memperkenalkan dirinya.
"Saya Nene Yashiro, teman sekamar Amane-san semenjak dia pindah ke Kamar Chrysanthemum ini. Salam kenal Tsukasa-san."
"Salam kenal juga Yashiro-chan! Ngomong-ngomong kalian habis dari mana? Taman?"
Yashiro mengangguk. Menjelaskan kepada Tsukasa kalau hari ini gilirannya untuk pergi ke taman. Tsukasa mengangguk paham, lalu perhatiannya beralih ke arahku yang sedang anteng-antengnnya tiduran di kasur sambil membaca buku kecil yang dibawanya. Tsukasa kemudian bertanya.
"Amane, sudah berapa lama sejak kau diperbolehkan main ke taman?"
"Haah.... Sekitar 6 minggu sepertinya."
"Kalau begitu ayo hari ini kita main ke sana!"
Aku nyaris menimpuknya dengam buku di tanganku. Tapi karena aku tahu itu buruk untuk kesehatanku, diriku yang malang ini hanya bisa menarik nafas dalam-dalam guna menahan amarah. Dengan sabar aku menjelaskan kalau pasien itu memiliki jadwal keluar mereka masing-masing.
Tapi seolah ucapanku hanya angin lewat, Tsukasa malah berlari keluar sambil berkata bahwa dia akan membawaku jalan-jalan di taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕆 ℕ 𝕀 𝕊 𝕄 『 Aᴍᴀɴᴇ Yᴜɢɪ X Yᴀsʜɪʀᴏ Nᴇɴᴇ 』[✓]
أدب الهواة[ 𝑛𝑜𝑢𝑛 ] 𝑇ℎ𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑟𝑒𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑜𝑓 ℎ𝑜𝑤 𝑙𝑖𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑡ℎ𝑒 𝑤𝑜𝑟𝑙𝑑 𝑦𝑜𝑢'𝑙𝑙 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑟𝑖𝑒𝑛𝑐𝑒. _________ "I want to die, but i have to Live." "I want to Live, but i have to die." Dua orang dengan sifat yang bertolak belakang bertem...