Aku menatap wajah Mitsuba yang samar.
Wajah menyebalkannya sedang berubah menjadi serius. Dia mengutak-atik infusan serta beberapa alat di sebelah kasurku. Rambutnya ditarik ke belakang sehingga wajahnya terlihat lebih jelas. Tidak ada lagi poni menyebalkan yang biasanya menggantung di depan mata kanannya. Mulutnya pun tidak menekuk menyebalkan seperti biasanya, melainkan membentuk garis horizontal.
Aku memutar kepalaku ke samping, ada Tsuchigomori yang sedang berbicara dengan Yako. Entah apa yang mereka bicarakan. Pendengaranku seperti ditutupi. Atau mungkin ini efek samping obat.
Tidak ada tanda-tanda keberadaan Yashiro.
Aku tidak ingat.
Apa yang terjadi? Apa yang aku lakukan? Apa penyakitku kumat lagi? Kenapa banyak petugas di ruanganku?
Kenapa Yashiro tidak ada di kasur?
"Tidak ingat?" Tanya Mitsuba
Aku menggeleng. Mulut masih belum bisa terbuka karena otot-otot di sekitar wajah belum aktif lagi.
"Tadi-tadi sepertinya kamu mengeluarkan Tantrum? Yashiro ketakutan." Jawab Mitsuba
Tantrum? Aku?
Ah. Aku ingat sekarang.
Aku ingat. Percakapanku dengan anak bernama Sakura di taman. Aku ingat Tsukasa yang menunduk selama perjalanan. Aku ingat Yashiro yang terlihat ketakutan dan putus asa.
Mungkin ada benarnya kata Mitsuba, aku mengeluarkan tantrum seperti anak kecil. Jika anak kecil berteriak dan menangis, aku tertawa dan menangis. Tapi intinya sama, aku mengeluarkan tantrum seolah berkata aku tidak mau disini, aku tidak suka.Lantas kenapa Yashiro membuat wajah yang mengatakan bahwa dia juga sama sepertiku?
Tatapannya sama dengan tatapanku. Tatapan yang tidak memiliki niat untuk sekedar melanjutkan hidup. Apa karena itu dia terus menyemangatiku? Untuk hidup? Untuk menang?
Aku membuang nafas banyak-banyak. Mengingatkan diri sendiri untuk melepaskan amarah yang tidak jelas asal serta bentuknya ini.
"Kemana Yashiro?" Tanyaku
Mitsuba menunjuk pintu dengan dagunya.
"Dia juga mengeluarkan tantrum. Sekarang sedang ditangani oleh Akane-san dan suster lainnya." Jawabnya
Pertanyaan yang sama kembali diputar.
Kenapa?
Kenapa dia yang mengeluarkan tantrum ketika aku yang akan mati?
Kenapa tatapannya begitu menyedihkan dan putus asa?
Kenapa dia menyembunyikan hal ini?
Kenapa harus aku?
Mitsuba mengeluarkan sapu tangan, mengelap wajahku yang kembali basah karena air mata. Entah air mata apa. Mungkin air mata kekesalan, atau kesedihan. Karena aku pun tidak tahu.
Aku ingin hidup.
Sayangnya sepertinya kata hidup pun tidak akan ada di dalam catatan. Aku menarik nafas dalam-dalam.
Aku ingin hidup, tapi aku harus mati.
Ironis.
Aku menatap ke luar Jendela. Salju-salju kembali menutupi pemandangan sehingga warna putih yang sama dengan ruangan terpasang di depan jendela. Pemandangan yang sama dengan pertemuan pertamaku dengan Yashiro.
Tapi kali ini, aku merasakan jarak yang luar biasa jauhnya antara aku dan gadis tanpa kaki itu.
†††
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕆 ℕ 𝕀 𝕊 𝕄 『 Aᴍᴀɴᴇ Yᴜɢɪ X Yᴀsʜɪʀᴏ Nᴇɴᴇ 』[✓]
Fanfiction[ 𝑛𝑜𝑢𝑛 ] 𝑇ℎ𝑒 𝑎𝑤𝑎𝑟𝑒𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑜𝑓 ℎ𝑜𝑤 𝑙𝑖𝑡𝑡𝑙𝑒 𝑡ℎ𝑒 𝑤𝑜𝑟𝑙𝑑 𝑦𝑜𝑢'𝑙𝑙 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑟𝑖𝑒𝑛𝑐𝑒. _________ "I want to die, but i have to Live." "I want to Live, but i have to die." Dua orang dengan sifat yang bertolak belakang bertem...