1| Ekstrakulikuler Pinggiran

25 5 25
                                    


Tosca berjalan pelan menuju ruang jurnalistik di gedung paling belakang di sekolah ini. Di Emerald High School setiap ekstrakulikuler punya ruangan masing-masing, ekstrakulikuler pinggiran seperti jurnalistik pun punya ruangan sendiri. Ya walaupun letaknya jauh di gedung belakang, sebelahan sama gudang sekolah dan ruangan cleaning service.

Niatnya, Tosca ingin melihat siapa-siapa saja yang akan jadi patnernya di jurnalistik. Ia ingin mengecek dahulu sebelum benar-benar mendaftar. Karena, Tosca bukan tipe orang yang langsung akrab dalam sekali pertemuan.

Saat tiba di ruang jurnalistik, Tosca mendapati dua gadis dan satu pemuda sedang mengobrol--oh ralat, berdebat-- tentang sesuatu yang samar-samar bisa Tosca dengar.

"Udahlah Zel, projek kita tuh udah gagal total. Apanya yang bisa diperbaiki? Image jurnalistik tuh udah hancur." Gadis dengan jepitan pink yang tertata apik di rambutnya itu menatap lelah pada pemuda blasteran berambut kecoklatan di depannya yang Tosca tau bernama Hazel.

"Emang lo yakin kalo kita mulai lagi bakal ada yang join?" Gadis bertubuh jangkung dengan name tag bertuliskan Scarlett Sangria itu ikut menimpali membuat Hazel menghela napas karena semakin dipojokkan.

"Bisa gue yakin bisa. Kemarin kan kita ngerjainnya mepet, yang harusnya tiga bulan malah kita kerjain tiga minggu doang." Hazel meyakinkan, "Dan soal anggota, kan kita bertiga aja juga bisa??"

Gadis cantik dengan jepitan pink bernama Fuchsia itu mendecak, "Lo gila?? Yakali kita bisa handle semua cuma bertiga. Udahlah Zel kalo gak bisa tuh ya gak usah dipaksa, gemes banget pengen gue ulek lo."

Scarlett ikut menggeram kesal, "Udahlah Zel. Kak Bruno yang ketua aja nyerah, kenapa lo yang anggota biasa malah ngotot banget sih??"

Fuchsia menepuk bahu Hazel dan sedikit meremasnya, "Hazel, kita juga pengen banget bisa tetep di jurnalistik. Tapi mau gimana lagi? Kepercayaan orang orang udah gak ada, bahkan kepsek aja nyuruh kita bubar daripada malu-maluin sekolah."

Hazel mengangkat kepalanya lalu menatap yakin pada dua gadis didepannya, "kalo ada satu orang aja yang join, lo berdua harus tetep di jurnalis. Oke?"

"Kayak ada yang mau aja."

"Tau tuh batu banget."

Hazel duduk di kursi depan ruang jurnalistik diiringi helaan napas berat keluar dari mulutnya. Di satu sisi ia ingin jurnalistik tetap ada sebagai ekstrakulikuler di sekolah ini, namun di sisi lain tak ada yang yakin jurnalistik akan berjalan baik mengingat hasil kerja mereka semester kemarin sangat hancur.

Anggota yang dulunya ada sekitar duapuluh orang pun keluar menyisakan Hazel, Fuchsia dan Scarlett. Sebenarnya Fuchsia dan Scarlett ingin keluar juga dan memilih ekstrakulikuler lain, namun Hazel terus memaksa mereka untuk tetap tinggal. Hazel terus berkata bahwa ia yakin jurnalistik akan bangkit dan akan sebersinar ekstrakulikuler lain. Karena Hazel terus memaksa Fuchsia dan Scarlett, akhirnya mereka berdua mengiakan dengan terpaksa. Soalnya Hazel maksanya tuh absurd banget bikin kesel.

Misalnya, waktu Scarlett mau makan bekal miliknya, tiba-tiba saja ditutupnya ada notes kecil bertuliskan, 'Lettaku, join jurnalistik lagi ya, pleasee, nanti Hazel jadi sedih:(('

Atau Fuchsia yang lagi di kantin mau pesen kue stroberi favoritnya tapi malah diborong Hazel. Tuh bule sinting dengan ngeselinnya bilang, "kalo lo mau kue ini, lo harus tetep di jurnalistik."

Yaudah, dengan sepenuh jiwa raga, mereka mengikhlaskan diri menuruti keinginan Hazel daripada mereka darah tinggi meladeni kelakuan Hazel yang terlampau absurd.

Melihat ketiga orang itu tampak hening tak bersuara, Tosca yang berada sepuluh meter dari mereka melangkahkan kaki dengan ragu menghampiri ketiganya. Masih belum ada yang menyadari keberadaan Tosca hingga gadis bermata teduh itu berdehem.

c o l o u r sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang