"Hai kak."
Seorang adik kelas tersenyum malu. Hazel membalasnya dengan senyum lebar selebar lapangan bola. Hal itu membuat adik kelas tersebut mengeryit bingung.
"Maksud aku Kak Adam."
Adam menahan tawanya. Hazel tuh suka gitu, padahal yang disapa Adam, tapi dia yang balas dengan senyuman selebar lapangan bola. Ya gini kalau narsisnya sudah tingkat akut.
Memang ada sih, beberapa adek kelas yang jadi fans Hazel. Soalnya pemuda berambut kecoklatan itu rajin tebar pesona kesana kemari.
Paras Hazel gak ganteng-ganteng amat sebenarnya. Ya masih ganteng sih cuma bukan ganteng yang kayak blasteran surga. Hazel punya wajah blasteran italia-inggris dari papanya. Manik mata berwarna hazel yang indah juga dari papanya. Daya tarik lainnya dari pemuda berambut kecoklatan itu adalah healing smilenya, yang menularkan kebahagiaan pada orang sekitarnya.
Namun tentu fans Hazel tak sebanding dengan Adam. Adam adalah wakil ketua OSIS yang memiliki paras diatas rata-rata. Postur badannya tegap dengan mata indah, rahang tegas dan hidung mancung. Sikapnya yang berwibawa dan ramah membuat Adam mempunyai banyak fans terutama di kalangan adek kelas. Kalau kata adek kelas, Adam itu blasteran surga.
Adek kelas itu pamit dan tersenyum manis sekali lagi kepada Adam. Adam balas tersenyum membuat adek kelas itu kegirangan.
Selepas adek kelas itu pergi, Adam menjitak kepala teman sebangkunya itu, "Lo tuh Zel, kurang-kurangin narsisnya. Gue yang malu."
Hazel tersenyum mengejek, "Dia tuh mau nyapa gue, tapi malu. Jadinya lewat elo deh."
"Serah lu."
Hazel dan Adam berhenti berjalan ketika seorang memanggil nama Adam. Mereka berbalik mendapati seorang guru bersama pemuda berkacamata yang asing dimata mereka.
"Dam, ini ada anak baru. Dia gak tau kelasnya, kamu bisa antarkan dia?"
Adam menunduk sopan, "Maaf Pak, tapi saya mau ke ruang OSIS, ada rapat."
Hazel tiba-tiba menyerobot, "saya aja pak, saya gak ngapa-ngapain."
"Oh ya sudah." Pak Guru menoleh pada anak baru, "kamu diantar dia ya."
Murid baru itu mengangguk saja. Kemudian Pak Guru pamit untuk menuju ruang guru karena ada tugas yang harus beliau kerjakan.
Adam menepuk bahu murid baru itu, "Baik-baik sama dia. Kalo dia teriak atau aneh-aneh, geplak aja kepalanya, emang dia rada gila." pesan Adam serius pada pemuda berkacamata di depannya yang hanya mengangguk.
Hazel mendelik mendengar ucapan Adam, "Lo tega menjelekkan gue di depan murid baru, Dam??"
Adam mengabaikan Hazel yang menatapnya dengan sorot terluka. Pemuda berbadan tegap itu pamit pada mereka berdua menuju ruang OSIS.
"Nama lo siapa?"
Murid baru itu membenarkan letak kacamatanya, "Mocca."
"Lo asal mana Ka? Eh Moc eh Ca eh panggilan lu apa sih?"
"Mocca. Ka for short."
Hazel hanya mengagguk-anggukan kepalanya. Lalu sedetik kemudian, Hazel menggiring Mocca ke XI IPA 1 sambil terus mengoceh tentang Emerald High School pada Mocca, ya walau dibumbui sedikit kesombongan tentang kepopulerannya di Emerald.
Padahal Hazel gak populer-poluler amat.
Mocca hanya mengangguk-angguk mendengarkan. Mocca masih canggung. Mocca bukan tipe orang yang langsung akrab begitu bertemu dengan orang asing. Mocca yang pemalu terkadang masih canggung walau bertatap muka beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
c o l o u r s
Teen FictionBerawal dari Tosca yang tak sengaja mengikuti ekstrakulikuler jurnalistik. Kata temannya, jurnalistik tuh ekskul gagal. Karena majalah sekolah yang menjadi projek besar mereka semester lalu, hancur. Foto-fotonya buram, kualitas kertasnya buruk dan i...