"Kak, chiki gue gimana jadinya?"Seika menengadahkan tangannya di depan Fuchsia yang tengah memperbaiki posisi tas dusty pink dipunggungnya bersiap pulang. Seika akan selalu mengingat chikinya yang jatuh tadi. Ya gimana ya, chikinya tuh limited dan sering sold out. Pokoknya chikinya harus diganti, gimanapun caranya. Seika akan terus menagih chiki itu sampai kapanpun.
Fuchsia mendengus, "Zel, nanti mampir indiemaret bentar, beliin nih bocah chiki."
"Yaelah chiki mulu lo." ujar Hazel membuat Seika memeletkan lidahnya, "gak baik loh Sei, banyak micinnya, ntar lo jadi bego."
"Iya, bego kayak Hazel."
Sahutan Scarlett membuat Hazel berkacak pinggang. Pemuda blasteran itu menatap Scarlett dengan sorot ngajak berantem, "Lo kalo ada masalah bilang aja Let. Kita pilih arena."
"Ayo. Lo kira gue takut?" jawab Scarlett yang kini bersedekap dada dengan tatapan sengit di depan Hazel.
Hazel menciut, "eits kita kan bestfriend forever ever together."
Scarlett memutar bola matanya malas. Hazel tuh selalu nantangin, giliran ditantangin gak mau. Repot emang jadi manusia. Mending Hazel jadi ikan saja lalu berenang di samudra dan menghilang disana. Jadi Scarlett tak perlu menanggapi tingkah-tingkah absurdnya itu.
"Gue ke kamar mandi dulu lah, mual liat lo mulu."
"Ya! Semoga lo kekunci di dalem kamar mandi!"
Scarlett menuju ke kamar mandi yang jaraknya tak jauh dari ruang jurnalistik. Namun saat baru melangkahkan kakinya masuk kedalam salah satu bilik kamar mandi, ia mendengar suara teriakan marah dan minta maaf. Suara itu berasal dari belakang kamar mandi.
"Lo gak usah caper gak bisa apa?!"
"TAU TUH! Cari mukaa aja kerjaannya."
Itu suara siapa?
Para murid sudah pada pulang kecuali mereka yang ekskulnya di hari jumat. Jika ada kegiatan ekskulpun tak mungkin mengeluarkan suara seperti itu.
Tanpa pikir panjang, Scarlett bergegas menghampiri tempat suara itu berasal. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat segerombol gadis tampak memojokkan seorang gadis bertubuh tambun. Mereka menjambak rambut panjang gadis bertubuh tambun itu dengan sangat keras hingga gadis bertubuh tambun itu merintih kesakitan. Segerombol gadis itu juga menendang kaki gadis bertubuh tambun itu hingga mengeluarkan bunyi dug yang keras.
"HEH! NGAPAIN LO SEMUA?!"
Teriakan Scarlett membuat segerombol gadis itu langsung kabur ke arah berlawanan, meninggalkan gadis tambun yang telah mereka sakiti.
Gadis bertubuh tambun itu langsung terduduk lemas ketika segerombol gadis itu pergi. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan dan mulai menangis disana. Ia tampak kacau, membuat Scarlett tak tega melihatnya.
Scarlett berjongkok, gadis itu mengusap pelan puncak kepala gadis bertubuh tambun di depannya. Gadis bertubuh tambun itu mendongak, menatap Scarlett dengan tatapan terharu.
"M-makasih ya kak, kakak udah nolong aku."
Scarlett tersenyum simpul, "mau ikut gue nggak?"
Gadis bertubuh tambun itu awalnya menolak, tapi Scarlett terus memaksanya karena tak tega melihat gadis bertubuh tambun ini tampak sangat berantakan. Akhirnya gadis bertubuh tambun itu mengiakan ajakan Scarlett. Scarlett memapahnya karena gadis bertubuh tambun itu kesulitan untuk berjalan. Ternyata tendangan segerombol gadis tadi cukup kuat hingga meninggalkan memar kemerahan di lutut gadis tambun itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
c o l o u r s
Teen FictionBerawal dari Tosca yang tak sengaja mengikuti ekstrakulikuler jurnalistik. Kata temannya, jurnalistik tuh ekskul gagal. Karena majalah sekolah yang menjadi projek besar mereka semester lalu, hancur. Foto-fotonya buram, kualitas kertasnya buruk dan i...