"Nah, kita semua kan penghuni baru nih, ayo perkenalkan diri masing-masing."
Beomgyu antusias mendengar ucapan sang penghuni tertua kosan mereka, Choi Yeonjun namanya. Kakak kelas idaman semua orang, pintar dalam segala hal, tampan, baik hati, beuh.
"Gue Choi Yeonjun, kelas 3-1."
"Udah tau." Taehyun mendengus tak suka, menurutnya membuang waktu. Dia itu mau lanjut bersih-bersih, tapi disuruh kumpul begini kan jadi kesal.
"Kalau kalian?" Tanya Yeonjun, mengabaikan Taehyun.
"Gue Choi Soobin, kelas 2-1. Wakil ketua osis yang sebentar lagi lengser dari jabatan."
"Mereka berdua orang pinter dong, kelas pertama," batin Beomgyu merasa kagum. Omong-omong, sekolah mereka mengatur kelas sesuai dengan peringat angkatan.
"Gue Choi Beomgyu, kelas 1-4. Oh ya, mau follow instamiligram sama tuiter gue gak?" Lanjutnya menaik-turunkan alis.
"Iya nanti, sekarang waktunya kenalan," jawab Yeonjun, lalu menatap Taehyun.
"Kang Taehyun, 1-1."
"Singkat amat, awas hidupnya juga singkat," celetuk Beomgyu bercanda.
"Gak lucu."
Beomgyu langsung bungkam, tatapan tajam dan nada dingin pemuda bermarga Kang tersebut menyeramkan sekali, mampu membuat bulu kuduk berdiri.
"Gue Hueningkai, anak internasional, blasterannya banyak, kelas 1-2, anak ekskul musik, bagian gitar," ucap Kai selaku yang paling terakhir mengenalkan diri.
Beomgyu menganga. Wah, mereka semua anak pintar. Kok ada perasaan aneh di dalam hatinya, ya. Seperti... dirinya berbeda dari mereka, merasa tidak cocok berada di antara mereka.
"Hei, jangan insecure," ujar Soobin tiba-tiba ketika menyadari perubahan ekspresi Beomgyu. "Semua orang udah diatur kelebihan dan kekuarangannya, kita jangan merasa terbebani dan merasa lebih rendah dari orang lain. Jalanin hidup dengan semestinya, insecure itu gak baik."
"Gue tau kok," cicit Beomgyu menundukkan kepala. "Gue cuma ngerasa aneh aja, kayaknya gue salah pilih kosan."
"Yang aneh itu sifat lo," ceplos Taehyun, tapi nadanya datar.
"Heh, dari tadi sensi bener lo sama gue. Kalau gak suka bilang dong!"
"Sst, udah malem, gak boleh berisik," tegur Soobin.
"Oh ya, gue mau tanya. Yang bunuh diri kemarin itu siapa ya? Kok semua murid sampe disuruh ngekos begini?" Tanya Kai mengalihkan topik pembicaraan agar tidak terjadi perkelahian.
"Gue juga gak tau, katanya sih anak kelas satu," jawab Yeonjun apa adanya. "Masalah ngekos, gue juga bingung. Aneh gak sih? Kalau kata kepala sekolah kita disuruh ngekos supaya bisa curhat sama saling jaga. Itu berlaku untuk yang akur sih, kalau gak akur gimana? Bukannya itu bisa mendorong seseorang untuk bunuh diri?"
"Gue juga berpikiran begitu, tapi gue mencoba posthink. Dan katanya orang yang bunuh diri itu habis berantem sama sahabatnya, tapi kan gak ada yang tau siapa sahabatnya."
"Sahabat yang gak boleh orang-orang tau itu kan?" Tanya Soobin, Kai mengangguk.
"Iya, yang bunuh diri─kita sebut aja si A, gak mau ada yang tau kalau dia sahabatan sama si B. Gue kalau jadi si B bakal sakit hati sih, kenapa harus disembunyiin? Apa karena perbedaan pekerjaan orang tua? Masa iya?"
'Tunggu sebentar," sela Yeonjun menyadari ada yang janggal.
"Apa? Kenapa?"
Yeonjun mengetuk-ngetuk meja, terlihat serius. "Tadi lo bilang mereka sahabatan dan gak boleh ada yang tau, iya kan? Terus, gue setuju sama pendapat lo, gue juga bakal sakit hati sekaligus kecewa kalau alasan persahabatan disembunyiin karena masalah pekerjaan orang tua. Tapi, kalian sadar gak sih?"
"Sadar apa?" Tanya Kai tak mengerti.
"Disembunyikan dan sakit hati, apa kalian gak curiga kalau..."
Beomgyu menjentikkan jarinya. "Gue paham maksud lo apa, kak."
"Apa sih? Gue gak ngerti," kesal Kai karena tidak mengerti juga.
"Gini loh, orang kalau sakit hati bisa aja ngelakuin sesuatu ke orang yang bikin dia sakit hati."
"Jadi maksudnya..."
"Iya, bisa aja orang yang bunuh diri ini sebenernya gak bunuh diri, tapi dibunuh," ujar Beomgyu memperjelas ucapannya.
Mendengar itu, beberapa di antara mereka terlihat terkejut, membuang muka seolah-olah tidak tertarik dengan topik pembicaraan.
Atau mungkin... tahu sesuatu?