Mereka berdua berlari secepat mungkin. Berbekal sebuah alat perekam suara dan pisau lipat untuk pertahanan diri, keduanya tak bisa berpikir tenang.
Kai dalam bahaya, Soobin mengancam mereka. Jika mereka tidak datang, maka mereka tidak akan pernah melihat Kai hidup lagi.
Dalam hati, Beomgyu merasa bersalah. Orang yang tidak ada hubungannya dengan masalah terancam hidupnya. Andaikan bukti sudah terkumpul sejak saat itu, pasti mereka tidak akan seperti ini.
Taehyun memperhatikan teman yang lebih tua satu tahun darinya itu, menatapnya sendu dan merasa bersalah. Andaikan dia jujur, pasti masalah tidak akan sebesar ini.
Keduanya diselimuti rasa bersalah, namun mereka tak bisa menyesal, masalah sudah terjadi. Yang perlu mereka lakukan hanya menghentikan kedua orang itu sebelum ada korban lagi.
"Kak Beomgyu, dimana tempatnya?"
Beomgyu mengecek ponselnya seraya terus berlari. "Di dekat perpustakaan tua, bangunan kosong yang gak lanjut dibangun."
"Menurut lo, apa kita bisa? Kak Yeonjun dan Kak Soobin... gue ragu."
"Pasti bisa, gue gak bakal biarin pekerjaan gue sia-sia."
Setelah itu tak ada lagi yang berbicara, hanya deru nafas dan langkah kaki yang terdengar bersahut-sahutan.
Beruntung jarak rumah Beomgyu dengan lokasi tujuan tidak terlalu jauh, tapi tetap saja menguras tenaga dan waktu.
"Itu dia!"
Beomgyu berseru keras menunjuk bangunan tua tak jauh di depan sana. Sekitarnya kebun, jauh dari kawasan ramai penduduk. Ternyata Yeonjun dan Soobin menemukan tempat yang sempurna untuk aksi mereka.
"Kai, semoga lo baik-baik aja," gumam Taehyun penuh harapan.
"Choi Yeonjun, Choi Soobin, dimana kalian?!" Teriak Beomgyu setelah mereka berdua masuk ke dalam.
Tidak ada yang menjawab, hanya terdengar gema suaranya saja. Beomgyu memberi isyarat kepada Taehyun untuk berwaspada, mengajaknya memeriksa semua ruangan yang ada.
Satu-satunya ruangan yang menarik perhatian mereka adalah ruangan tanpa pintu di sebelah kanan. Beomgyu dan Taehyun saling melempar pandang. Tanpa membuang waktu lagi, keduanya langsung berlari dan masuk ke dalam.
Tapi apa yang mereka lihat, mampu membuat mereka diam mematung, terkejut dan marah.
"Hai, kok lama sih datengnya," sapa Yeonjun melambaikan tangan dengan sebuah pisau berlumuran darah.
"Bangsat, Choi Yeonjun!" Umpat Beomgyu berteriak, berlari masuk ke dalam dan meninju Yeonjun sampai terhuyung ke belakang.
Taehyun terdiam di ambang pintu, tak mampu mengeluarkan suara. Matanya menatap kaget Kai yang merintih kesakitan seraya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
Oh tidak, mereka terlambat.
"Kai gak ada hubungannya sama masalah lo, kenapa lo lakuin itu hah?!" Seru Beomgyu menarik kerah baju Yeonjun.
"Karena dia bikin kita terancam, dia bisa aja lapor polisi." Bukan Yeonjun yang menjawab, tapi Soobin. "Sama halnya kayak Taehyun, harusnya gue bunuh aja sejak dulu."
"Terutama lo," tuding Yeonjun dengan marah. "Lo terus-terusan selidikin tentang pembunuhan itu, ada hubungan apa lo sama si korban? Jelas-jelas gak ada."
Mendengar itu, Taehyun terkejut. Loh, bukankah Beomgyu berkata kalau Beomgyu adalah salah satu sahabat si korban? Seharusnya Yeonjun tidak perlu bertanya seperti itu dong, kan mereka sahabat korban juga.
"Ada hubungan apa lo bilang? Gue juga bagian dari aksi pembunuhan lo saat itu, Kak Yeonjun! Dan lo Kak Soobin, lo dengan santainya siksa dia di sekolah. Dia mohon-mohon ke lo untuk berhenti, tapi apa hah?! Kalian gak dengerin dia!"
"Maksud lo bagian dari aksi pembunuhan kita apaan?!" Tanya Yeonjun lantang, menodongkan pisaunya ke depan.
Beomgyu mundur perlahan sambil tertawa sarkas penuh rasa sakit di hatinya. "Sebegitu bencinya lo sama dia sampai gak kenalin gue, Kak Yeonjun, Kak Soobin?"
"Maksud lo apa?! Ngomong yang jelas!"
Kedua tangan Beomgyu terkepal kuat, menatap dua pemuda yang merupakan pelaku tersebut sambil tertawa.
"Kalian pasti gak nyangka kan kalau orang yang lagi bicara sekarang adalah orang yang kalian bunuh malam itu?" Tanya Beomgyu dengan smirknya.