8. Sia-sia

15 2 0
                                    


Happy reading ....

Bagaimana, sih, orang-orang mengambil sikap saat dihadapkan dalam situasi dan kondisi yang kurang tepat?

Adakah yang bisa membantunya menjawab? Karena saat ini Zoya benar-benar membutuhkan bantuan. Bahkan logikanya sudah bertukar tugas dengan imajinasi. Yang terbayang di kepalanya adalah seorang dewi atau malaikat baik yang muncul tiba-tiba lalu membisikkan sesuatu di telinganya. Mengoperasikan tubuhnya yang sekarang ini kaku layaknya manekin.

Sebenarnya apasih yang membuat Zoya menegang begini? Zoya sendiripun tak tahu.

Mendapati sosok Yama yang tahu-tahu sudah ada dibelakangnya, sedikitnya mampu membuat Zoya linglung. Bukan masalah besar sih, tapi yang membuat situasi ini salah adalah kondisi psikisnya sedang kurang mengenakkan. Perasaannya susah dikendalikan. Dan bertambah kampret saja dengan adanya Rayi yang menjadi alasan ketidakstabilan emosinya di sisinya.

Kesannya, kok, dia seperti sedang tertangkap basah berselingkuh ya?

"Zoya, kamu di sini juga?" tanya Yama.

Zoya gelagapan. Sedangkan Rayi di sampingnya hanya diam, netra legamnya mengamati Yama dari atas hingga bawah.

"Ah iya. Tadi sempet ngopi-ngopi di sini." Yama mengangguk sebagai respon.

"Udah mau pulang?"

"Iya, ini mau pulang. Udah dari –"

"Dia siapa, Ya? Temen kamu?" Tak mau kalah, Rayi tiba-tiba ikut masuk dalam obrolan.

"Eee, dia tetangga aku di sini."

Tanpa komando Yama mengulurkan tangan. Bermaksud memperkenalkan diri. Rayi menerima jabatan tersebut. "Naryama Handaru."

"Rayi."

Sebenarnya Rayi bukan tipe-tipe pria dingin dan cuek. Hanya saja dia paling enggan kalau menyebut nama lengkapnya, terlebih pada orang asing.

"Oiya. Kamu sendiri? Juga mampir aja di sini?"

Yama tersenyum tipis. Atensinya kembali pada Zoya. "Enggak. Kebetulan aku lagi merayakan sesuatu di sini."

"Oh ya? Acara apa, kalau boleh aku tahu. Tapi, kok, nggak ada rame-rame ya?"

"Memang nggak rame. Karena ini acara keluarga."

Zoya mengangguk mengerti.

"Ya, aku capek berdiri terus. Ayo pulang." Rayi meraih pangkal lengan Zoya. Membuat fokus keduanya terpecah.

Apakah ini bentuk pertanda kalau Rayi tidak suka diabaikan? Zoya merasa aneh. Lelaki ini hampir tiada cela. Semua yang ada pada dirinya selalu berputar di lingkaran kepositifan. Jadi tidak mungkin kalau Rayi merasa iri pada Yama karena lebih mendapat perhatiannya. Padahal dulu lelaki ini paling cuek pada sekitarnya. Apa waktu benar-benar bisa merubah kepribadian seseorang?

"Ayo pulang," Rayi mengulang ajakannya. Dia mengangguk singkat pada Yama sebelum menarik tangan Zoya yang digenggamnya.

"Eh! Aku duluan ya."

Di tempatnya berdiri, Yama mengamati kedua insan berbeda gender itu menjauh. Tanpa bertanya pun ia sudah menduga adanya hubungan antara keduanya. Lelaki yang tidak luput memandang Zoya dengan penuh rasa kagum, sedangkan Zoya yang berdiri tidak nyaman macam ogah-ogahan.

Semacam sepasang kekasih sedang marahan.

Haha..

Apasih hubungan mereka? Yama jadi ingin tahu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UncoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang