Happiness

48 5 0
                                    

Robert memencet bel pintu rumah Sofia, Sofia yang sedang menatap layar laptopnya mendengar suara bel, ia segera menuju ruang tamu.

"Robert?" sapanya bingung.

"Mom?" sapa Bella.

Sofia tersenyum kemudian langsung memeluk hangat putrinya, "Mom rindu." kata Sofia.

"Masuklah, rapihkan pakaianmu." perintah Sofia kepada putrinya. Bellapun mengangguk kemudian berpamitan kepada Robert.

"Apa kita bisa bicara?" tanya Robert.

"Bisnis atau personal?"

Inilah sifat Sofia yang Robert tidak suka, masa ingin berbicara saja harus menggunakan tema?

"Ke duanya." jawab Robert singkat.

Sofia mengangguk setuju, "Ok."

Ke duanya berjalan mengitari pekarangan rumah mereka, maksudnya mantan rumah mereka, sekarang rumah itu milik Sofia.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Sofia, keduanya memberhentikan langkah di depan air mancur.

"Aku sudah menemukan aktris untuk menggantikan peran Winona." katanya.

Sofia senang mendengar berita itu, "Great. Siapa namanya?" tanyanya penasaran.

"Bellfia." balas Robert cepat.

Sofia mengernyitkan alisnya, dia berusaha berpikir. "Aku tidak pernah mendengar namanya."

Robert mengangguk, "Iya, dia aktris pendatang baru."

"Se berbakat apa dia sampai bisa menggantikan peran Winona?"

Robert menghela nafas, sangat sulit untuk menjelaskan hal ini kepada Sofia. "Well dia sangat berbakat, wajahnya sangatlah cantik, mempunyai tubuh yang indah."

Mendengar hal itu, entah kenapa muncul rasa nyeri di dada Sofia. "Apa kau mengcastingnya?" tanya Sofia dingin.

"Iya, dia ada di rumahku." jawab Robert cepat tanpa berpikir.

"Di rumahmu?!" tanya Sofia tidak percaya.

Robert menyadari kebodohannya, "Maksudku, d-dia casting langsung di rumahku." Robert mengejamkan matanya. Astaga dia merasa sangatlah bodoh.

Wajah Sofia sangatlah dingin dan jutek. "Well aku tunggu performanya di film nanti." kata Sofia sebagai pemilik studio.

Sofia berjalan meninggalkan Robert begitu saja, dengan cepat Robert berlari mengejar mantan isterinya. "Sofia!" panggilnya.

Robert mencekal tangan Sofia, "Kau marah?" tanya Robert bodoh.

Sofia membalikan badannya, matanya yang hitam menatap dingin mata cokelat gelap milik Robert. "Tidak. Untuk apa?" tatapan itu membuat nyeri di dada Robert.

Robert menjilat bibir wajahya, dia melepaskan cekalan tangannya. "Nothing." jawabnya clueless.

Sofia mengangguk kemudian menepuk pundak Robert, dia tersenyum palsu.
"Aku tunggu karya indahmu."

CUP

Kecupan mendarat di pipi kanan Robert, bibir itu, bibir yang selalu ia rindukan setiap malam. Robert mematung, tanpa disadari Sofia telah menghilang dari sisinya.

Ia menyentuh pipinya, masih tidak percaya. Wajah tampannya terlihat semakin tampan karena bibirnya yang membentuk lekungan indah. Robert memutuskan kembali ke rumahnya, untuk menyempurnakan tampilan Bellfia.

Robert meraih microphonenya, mengetesnya terlebih dahulu. "Halo? Bellfia?" sapanya kepada hologram itu.

"Good evening, Mr. Downey." jawab Robert, suara Robert di filter baru Bellfia mengucap ulang.

Jika kalian berharap Bellfia seperti Jarvis di film Iron Man, lebih baik kalian buang jauh-jauh pemikiran itu. Karena Robert adalah sutradara, director, passionnya adalah menghasilkan karya cinematik. Dia bukanlah Tony Stark sang jenius, Robert hanya ingin menaiki karirnya yang sedang redup.

Beberapa tahun belakangan ini, Robert di cap sebagai "Sang Pemilih" karena dia sangat pemilih naskah. Menemukan naskah yang bagus untuk di eksekusi sangatlah sulit.

Sebenarnya banyak penulis naskah yang menawarkan project film, namun Robert terus menerus menolaknya. Dia bukanlah sutradara yang kerjaannya me-remake suatu film atau membuat film biography seseorang.

*******************************************

"Sofia?" Stan segera menutup majalah yang dari tadi hanya di tatapnya.

"Iya?" balas Sofia, dia sedang menonton series kesukaannya.

Stan merangkul pundak Sofia, kemudian meletakkan kepala Sofia di bahunya. "Apakah perasaanmu dengan Robert, sudah benar-benar hilang?" tanyanya dengan nada yang tenang.

Sofia tersenyum nanar, "Aku dan Robert, benar-benar saling mencintai. Tapi kita tidak bisa memiliki satu sama lain." jelas Sofia.

"Perasaanku sudah selesai." sambungnya.

Entah Sofia jujur atau sebaliknya, Stan lega mendengar itu. Bisa dibilang hubungan Stan dan Robert, baik-baik saja bahkan tidak ada bersitegang di antara mereka. Stan mengagumi karya Robert, sedangkan Robert iri dengan Stan karena Stan lah sosok yang di impikan oleh Sofia. Bisa dibilang keduanya saling mengagumi satu sama lain.

Stan mengelus lembut rambut Sofia, "Aku ke kamar Bella dulu ya, ingin memastikan apakah anak remaja itu sudah benar-benar tidur."

Sofia beranjak dari rangkulan Stan, kemudian berjalan diam-diam ke kamar Bella. Sofia meraih gagang pintu kamar Bella, dan membukanya sepelan mungkin.

Sofia tersenyum sekaligus menahan amarahnya, Bella sangatlah mirip dengan Robert. Sangat sulit untuk disuruh istirahat dan tidur.

"Bella!" hentaknya.

Bella menoleh ke sumber suara, dengan cepat dia menutup laptopnya. "Mom?" tanyanya panik.

"Astaga sayang, ini sudah jam dua malam. Kau harus tidur." kata Sofia.

Bella mengangguk, dia langsung menyelimuti tubuhnya. Sofia melangkahkan kakinya ke ranjang milik Bella, kemudian membenarkan selimutnya.

Dia mengusap kening Bella, kemudian mengecupnya. "Mom?" panggil Bella pelan.

"Iya cantik?"

"Sepertinya daddy sudah punya kekasih." katanya polos.

Tentu saja Sofia tidak percaya begitu saja, dia sangat mengenal Robert, mantan suaminya.

Sofia tahu betul, memang Robert sering bergonta-ganti pasangan, namun itu semua hanyalah main-main. Robert pria yang sangat sulit dalam urusan percintaan, apalagi komitmen.

"Tidak mungkin sayang." bantah Sofia dengan suaranya yang lembut.

"Waktu itu aku nanya, 'apakah daddy sudah punya pacar?' lalu daddy jawab 'Aku hanya bisa mencintai dua wanita, kamu dan ibumu.' tapi malamnya aku mendengar ada suara wanita. Dan sepertinya ayah sangat bahagia dengan kehadiran wanita itu." Bella menjelaskan se jelas mungkin.

Sekali lagi Sofia mengecup kening Bella, "Berita bagus, akhirnya dia merasakan kebahagiaan lagi."

Sofia mematikan lampu, kemudian menyalakan lilin aroma agar puterinya tidur dengan nyenyak.

Dia menutup pintu, kemudian berdiri diam sebentar.

"Akhirnya." katanya dengan senyuman.

The Man Without Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang