FTSOL #11
DAMAR
Acara siraman yang digelar sore itu, berlangsung khidmat. Secara bergantian, tetua dari keluarga Bude Lasmi menyiramkan air siraman kepada Rizki yang duduk memakai sarung dan rangkaian melati yang tersampir di salah satu bahunya. Mereka menyiramkan ke calon pengantin pria, air yang diambil dari sebuah kendi tanah liat warna keemasan berhias bunga mawar dan melati. Air tersebut merupakan air yang berasal dari campuran tujuh mata air yang tadinya dijemput dari rumah calon mempelai wanita.
Biasanya, siraman pada calon mempelai pria tidak selalu harus dilakukan, tidak seperti halnya pada pihak calon mempelai wanita, yang menjadi sebuah tradisi yang lumrah dilakukan. Tetapi, jika pihak calon mempelai pria ingin melaksanakannya, juga tidak menjadi masalah.
Aruna duduk di sampingnya. Sejak tadi, ia terlihat berusaha keras menyesuaikan diri dengan suasana di rumah tempat penyelenggaraan acara siraman. Memaksakan diri tersenyum setiap ada pihak keluarga maupun relasi yang menyapa mereka. Sejak berangkat dari hotel, mood-nya tidak begitu baik. Aruna mengakui jika rasa kantuk serta malas mulai menyerangnya, tetapi Damar memaksanya untuk ikut menghadiri acara tersebut karena orangtua Damar sudah mewanti-wanti Damar untuk mengajak Aruna ikut serta.
"Ngebosenin banget, astaga," gerutu Aruna.
Berkali-kali ia menguap, berkali-kali juga ia berusaha menutup mulutnya. Damar sudah mengira akan hal tersebut. Namun semakin lama menyaksikannya, hal tersebut malah semakin nampak lucu di matanya.
Aruna tidak begitu menyukai segala sesuatu yang bersifat protokoler atau runut. Senada dengan sikapnya yang seringkali tidak sabaran.
"Ah, ini acaranya mau sampai kapan sih?" keluh Aruna. Ia menguap lagi.
Perempuan ini memang selalu membuat Damar geleng-geleng kepala karena keheranan. Di saat orang-orang terhanyut dalam suasana haru, yang Aruna pikirkan hanya bagaimana bisa tidur dan bersantai.
Apakah Aruna sedemikian tidak acuhnya terhadap hal-hal yang terbilang sakral? Sementara orang-orang di sekitar mereka terlarut dalam keharuan, ia mungkin berharap bisa segera lenyap dari situ.
"Kamu kaya nggak pernah siraman aja," ledek Damar.
"Iyaa. Dan sumpah mati ngebosenin."
Jawaban lugas Aruna membuat Damar tidak dapat menahan tawa.
"Siraman itu bagian dari ritual adat untuk membersihkan fisik dan mental pengantin sebelum menikah."
"Iya, gue tau." Aruna meliriknya dengan malas. "Nggak usah dilanjutin ya? Ntar gue keburu tidur gara-gara dengar penjelasan lo."
Dasar perempuan berhati batu.
"Acara seperti ini seharusnya bisa menyentuh hati siapapun yang memahami maknanya," balas Damar, sengaja membuat Aruna kesal.
"Please deh."
"Kamu tahu nggak, kenapa air siraman diberi campuran bunga? Bunga mawar, melati dan kenanga memiliki makna yang berbeda."
"Sumpah ya. Lo ngomong sekali lagi, gue tinggal nih."
"Kamu memang nggak bisa ya, sehari aja nggak marah-marah?" tanya Damar, dengan senyum di wajahnya. "Padahal, senyum itu ibadah. Keseringan marah bisa membuat tekanan darah meninggi. Kamu tau kan efeknya jika tekanan darah tinggi?"
"Lo ngeselin, sum-pah."
"Penyakit jantung, stroke."
"Astaga. Emang lo ya?" Aruna mendengus. "Cari gara-gara banget tau nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
For the Sake of Love
Ficción General"Tidak masalah saya cinta atau tidak sama kamu. Satu hal yang saya inginkan sekarang dari kamu. Jangan mempermainkan pernikahan ini. Jangan permainkan perasaan saya dan keluarga saya." Aruna mencintai Eryk, namun Eryk malah menikah dengan Denise. Me...