FTSOL #15

4.8K 588 72
                                    

ARUNA

"Aruna, bangun."

Damar membangunkannya ketika Aruna tengah tidur pulas. Rasanya ia baru terlelap sebentar, belum puas tidur, tetapi harus terbangun lagi.

Semalam pikirannya terlalu lama melayang-layang, hingga kantuknya lenyap dan baru kembali ketika waktu menunjukkan dinihari.

"Udah Subuh." Damar kembali mengingatkan untuk melaksanakan shalat Subuh.

Aruna mengerjapkan mata. Bukannya bangun, ia malah kembali merapatkan selimut.

Damar kembali membangunkannya, kali ini dengan sedikit mengguncang-guncang tubuhnya sambil mengingatkan. "Katanya mau konsisten?"

Senyuman Damar terpampang jelas di hadapannya saat Aruna menurunkan selimut yang ia pakai menutup wajahnya.

"Kenapa sih?" Aruna bersiap menggerutu, tetapi Damar telah menyingkap selimut. Meskipun tidak menariknya turun dari tempat tidur, Damar menunjukkan jam yang telah menunjukkan 04:40. Membuat Aruna malah jadi tidak tenang. Aruna tahu Damar tidak akan membiarkannya tidur sampai Aruna mau ikut shalat bersamanya.

"Saya tunggu ya?" ucap Damar lembut. Ia mulai mengatur posisi sajadah untuk mereka berdua.

Ketika ia masih duduk mematung, seolah begitu lekat dengan tempat tidur, Damar kembali menghampiri. Aruna bukannya ingin dibujuk. Ia hanya merasa benar-benar sulit beranjak dari tempat tidur.

"Ayo."

Aruna menarik napas dan mengembuskannya. "Ngantuk banget."

"Kalau ngantuk ya harus dilawan. Godaan terbesar di waktu Subuh ya rasa ngantuk. Kalau nggak dilawan, bagaimana ibadahnya bisa dilakukan?"

"Iya, iya." Aruna cepat-cepat mengiyakan sebelum Damar melanjutkan ceramahnya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Aruna memakai mukena dan berada pada posisi menjadi jamaah.

Ini adalah ketiga kalinya Damar mengimami dirinya shalat. Rasanya masih asing, tetapi hal ini sekaligus menghadirkan ketenangan dalam jiwanya.

Mungkin awal-awalnya terasa begitu berat. Namun, ia berharap setelah hari ini, ia akan mulai terbiasa.

Semalam, benaknya terisi oleh kecamuk pikiran yang tiba-tiba datang dan enggan pergi. Tiba-tiba saja ia berpikir untuk berpisah dengan Damar.

Hingga ketika terbangun Subuh tadi dan mendapati seulas senyum di wajah Damar yang tertuju kepadanya mengajaknya shalat Subuh bersama, pikirannya perlahan mulai berubah.

Ia mulai merasa optimis menjalani kehidupan berumahtangga bersama Damar. Ketika ia meraih tangan Damar untuk menciumnya sehabis berdoa bersama, ia merasakan perasaan bahagia yang tidak bisa ia lukiskan. Ia sampai memeluk Damar erat-erat yang dibalas Damar dengan mengelus pipinya lembut. Damar bahkan mencium keningnya lekat saat mereka saling menatap. Aruna melepaskan mukenanya kemudian tanpa ragu mencium bibir Damar, bukan hanya karena dorongan nafsu, tetapi karena hatinya dipenuhi perasaan sayang yang begitu dalam, yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya. Mereka berpandangan, tersenyum satu sama lain, kembali saling berbagi ciuman, berakhir dengan kemesraan di atas tempat tidur, meski bukan kemesraan seperti yang ia inginkan. Damar membiarkannya menguasai cumbuan di antara mereka yang berakhir Damar memeluknya begitu hangat sampai mereka sama-sama tertidur.

Bagaimana mungkin ia bisa berpikir untuk menjauh dari Damar sementara yang ia butuhkan dalam hidupnya adalah sosok Damar yang begitu baik dan menyayanginya?

***

DAMAR

For the Sake of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang