DAMAR
"Kamu kok lama banget baru pulang?"
Gerutuan Aruna tersebut menyambut kepulangan Damar dari kantor. Hari sudah gelap ketika ia tiba di rumah, meleset beberapa jam dari yang telah ia janjikan kepada Aruna. Bukannya ia sengaja pulang terlambat. Ia baru pulang saat itu karena ada pekerjaan yang benar-benar tidak bisa ia tinggalkan hingga harus ditunda sampai keesokan hari.
"Kerjaan lagi banyak. Sorry." Damar mengecup puncak kepala Aruna yang kini tengah duduk di atas sofa di depan TV. Aruna tidak lagi menggunakan kursi roda untuk alat bantu mobilitas. Sesekali ia sudah bisa melangkah sendiri ke sana kemari, meski dengan bantuan tongkat. Kata terapis yang setiap hari datang untuk membantu Aruna berlatih berjalan, Aruna bisa benar-benar sembuh total dalam jangka waktu sekitar seminggu. Atau paling lama sepuluh hari.
"Imah lagi di dapur," jawab Aruna saat Damar menanyakan keberadaan Imah, asisten rumahtangga yang mulai bekerja di rumah mereka sehari setelah Aruna pulang dari rumahsakit. "Kamu nggak telat kan makan siangnya?" tanya Aruna.
"On time, kok. Begitu tiba jam istirahat, saya langsung makan siang. Di jalan juga nggak ngebut."
Sejak mereka kembali ke rumah, Aruna menjadi semakin perhatian padanya ketika sedang bekerja di kantor. Selalu mengingatkan makan siang. Selain itu, Aruna juga selalu mengingatkannya untuk berhati-hati membawa kendaraan. Aruna tidak ingin hal yang sama terjadi kepada Damar. Damar pun meyakinkan Aruna bahwa ia akan selalu berhati-hati. Entah, Aruna mengaku selalu saja mencemaskannya setiap ia berangkat kerja.
"Aku senang dengarnya," Aruna tersenyum pada Damar, kemudian menyingkirkan buku yang tengah ia baca dan meminta Damar duduk di dekatnya. Damar menurut, dan ia mendengar Aruna mengatakan rencananya untuk mulai bekerja di perusahaan sebagai staf di salah satu divisi. Aruna belum memutuskan divisi apa yang ia tuju, tetapi jika melihat dari latar belakang pendidikan sarjananya, ia bisa menempatkan diri di divisi marketing.
"Serius?" Damar memastikan, yang dibalas Aruna dengan anggukan.
"Pengennya sih satu divisi sama kamu, tapi kan nggak bisa." Aruna menyinggung soal aturan di perusahaan yang tidak membolehkan pasangan suami isteri bekerja di divisi yang sama.
"Kan setiap hari ketemunya di rumah juga?"
Aruna tersenyum lebih lebar. "Aku pengen liatin kamu gimana kalau lagi kerja. Pasti sibuk banget. Workaholic gini."
Damar tergelak mendengar tudingan Aruna.
Tapi masa iya, ia tergolong seorang workaholic? Seorang yang memiliki kecenderungan untuk selalu bekerja. Menurutnya, ia hanya berusaha melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Meski Aruna mulai komplain jika di malam hari, ia berkutat dengan pekerjaan sampai larut malam. Kata Aruna, pekerjaannya tidak akan kabur bila tidak dikerjakan. Ia hanya harus sedikit lebih santai menghadapi tuntutan pekerjaan.
"Coba ya dari dulu aku punya inisiatif buat kerja. Mungkin sekarang aku sudah punya karir bagus. Terutama pengetahuan soal ekonomi dan bisnis aku juga jadi bertambah banyak."
"Semua ada prosesnya," ucap Damar. "Lagian kamu kerja selama ini mengelola kelab malam kamu."
"Iya, tapi kan aku pengen kerja sungguhan di perusahaan?" Aruna mengulum bibirnya. "Kamu ingat kan dulu aku pernah bilang, aku nggak pengen mengelola Viola lagi?"
Damar mengangguk. "Hmm."
"Aku mutusin mau ngejual saham Viola karena aku udah nggak pengen ngurusin bisnis hiburan malam lagi. Biar hidupku lebih tenang aja."
Damar tidak pernah meminta Aruna melepas tanggungjawabnya terhadap Viola. Namun, berhubung Aruna ingin menanggalkan segala sesuatu di dalam hidupnya yang berhubungan dengan clubbing dan sejenisnya termasuk kebiasaan minum dan merokok, ia memutuskan akan menempuh jalan itu. Semua berjalan sesuai inisiatfnya, Damar tidak pernah mencoba untuk ikut campur.
KAMU SEDANG MEMBACA
For the Sake of Love
General Fiction"Tidak masalah saya cinta atau tidak sama kamu. Satu hal yang saya inginkan sekarang dari kamu. Jangan mempermainkan pernikahan ini. Jangan permainkan perasaan saya dan keluarga saya." Aruna mencintai Eryk, namun Eryk malah menikah dengan Denise. Me...