Win menghabiskan waktunya di kos-an sendiri, untung lagi minggu ujian, dia punya alasan untuk menghindari Bright, yaitu ujian (dan tangisan). Telfon Bright ga Win jawab, selalu ada alasan setiap lelaki itu mengajaknya makan siang.
Win capek, emang dari awal harusnya dia sadar diri, dia bukan siapa siapa yang bisa disandingkan dengan Casanova kampus itu, tetapi tetap, rasanya perih mengingat sebagaimana nyamannya Bright terlihat di pelukan perempuan mungil itu.
Terdiam, dia beranjak ke lemarinya, memakai hoodie hijau kemudian melangkah kan kaki-nya keluar kos.
Dia mau ke kampus, hari ini hari terakhir ujian, Fong Ohm dan Pluem udah di kampus.
Setelah sampai di parkiran, dia bergegas berjalan masuk ke gedung A, Win laper, tadi dia lupa sarapan karena sibuk menghafal flashcards yang dia siapkan, tetapi dia terhenti, tangannya ditahan, memutar kepalanya kaget, kemudian tersenyum.
"Kak Joss?"
-
Bright tidak pernah merasakan seperti ini, perasaan bersalah? perasaan kesal?
Win menghiraukan semua chatnya, telfonnya, menjawab bahwa dia sibuk dan perkataan lainnya, Bright tau Win bohong, Bright tahu tabiat Win sebelum ujian, Win jarang belajar, hanya membaca flashcards yang sudah dia siapkan di kemudian hari.
Win kenapa? Gue kenapa?
Bersiap siap ke kampus, Bright melihat varsity yang tergeletak di tempat tidurnya, Bright ingat raut muka Pluem saaf menyodorkan varsity itu,
"Kak, Ini varsitynya,"
"Loh? Meta mana?"
"Dia duluan kak, buku-nya ketinggalan di perpus katanya." jawab Pluem pelan,
Bright mengeluarkan nafas berat setelah mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, hatinya berat entah kenapa.
Lelaki tinggi itu berjalan keluar dari apartemennya, menuju parkiran kemudian menyalakan mobilnya, mengendarainya ke kampus secepatnya.
Dia harus menyelesaikan masalah ini dengan Metawin, apa pun itu, harus selesai hari ini.
-
"Kak Joss?"
"Win, hei." sapanya tersenyum kecil.
Win langsung memeluk pria berbadan kekar itu, Joss sudah meninggalkan Indonesia 1 tahun yang lalu, mengikuti exchange program ke New York.
Win rindu, sebelum Win kenal Kak Bright dkk, Win sudah dekat dengan Kak Joss, dia adalah kaka pembinanya.
Iya, crush-nya pertama kali, sebelum Kak Bri.
"Aduh Kak! Rindu banget," Win melepaskan pelukannya, "Gimana New York? pasti city lightsnya cakep kan?"
Joss terkekeh, mengangguk kecil "cakep, cil. tiap malem gue liatin sekalian jalan jalan."
Win ber ooh ria, "jadi? udah selesai? duh jadi anak Raikan lagi bukan anak Ivy League."
"hahaha setan, iya, udah jadi anak Raikan, temenin gue makan yuk? sumpah rindu soto ayam Bu Inah." ajaknya,
mata Win berseri, "AYOO! jujur daritadi gue juga laper banget cuman yang lain masih ada kelas, ayok kak buru sebelum waktu maksi!"
Win menarik tangan Joss, segera ke kantin Hukum, kemudian duduk di kursi pojok.
"Win lo mau soto kan? gue pesenin." tanya Joss,
Win mengangguk, "Iya kak, tapi gausah pake sambel, minta kerupuk juga dong." pinta Win.
"Oke, bentar." jawab Joss, dia berjalan ke booth Bu Inah, sembari menunggu, Win mengaktifkan hapenya, melihat room chat yang belum dia jawab.
'Loh? Kak Bri ngechat lagi?'
Brian.
Meta
Ta, dimana?
Sibuk ya?
Kata Fong lo ke kantin, gue susul ya?
Read.chat itu sudah terkirim 10 menit yang lalu, cuman batang hidung Bright belum terlihat sampai sekarang, 'tumben.' batinnya.
Joss datang dengan dua mangkuk soto, "Nih Win, makan yang banyak."
Win menatap Joss, "Iyaa, makasih ya Kak!" menyimpan hapenya kemudian memakan sotonya.
Win tidak tau bahwa ada pria jangkung yang melihatnya dari jauh, dengan hati bergemuruh.
-
"Duh Awin, masa sampe sekarang marah sih sama Bright?" tanya Fong.
Fong, Win, Ohm dan Pluem lagi ngumpul di kediaman Pluem, karena kamarnya paling gede, waktu ulang tahun ke-17 dia mintanya nyatuin kamar pembantu yang ga dipakai, gudang, sama kamarnya.
"bayangin aja si Fong, dia meluk cewe padahal malamnya mau diajak makan bareng, gue kalo jadi Win juga marah." timpal Ohm, memakan Lays nya dengan nikmat di bean bag kamar Pluem.
Win yang sedang duduk di karpet menyandarkan badannya ke rangka tempat tidur, memandangi TV yang dianggurkan.
"Emang Win siapanya Bright sih? bukan siapa siapa kan?" tanya Pluem, yang duduk di sebelah Fong, langsung mendapatkan pukulan bantal dari tempat tidur.
"BANGSAT! APASIH?" elaknya, merapikan rambutnya.
"Lo goblok, mau refund temen ke Tuhan lah gue."
"bacot."
"mulut lo? iye."
Win mendengus, "Diem." melanjutkan nonton di TV, bingung punya temen bodohnya kaya gini.
"Awin bontot,"
"Mulutnya"
"Balik ke gue dulu bayi,"
Win membalik badannya ke arah Fong, "Apa?"
"Win, mau ga mau lo harus confess, daripada kaya gini lo sakit sendiri, siapa tau nih ya? Kak Bri juga sayang sama Awin, ayo coba dulu."
"Fong, gue ga mau merusak hubungan gue sama Kak Bri, gue jadi adeknya aja udah seneng banget, biarin gue seneng dengan cara gini, gue juga mau mundur kok, Fong. pelan pelan."
Semuanya terdiam, merasa bahwa ada benarnya juga dari perkataan Win,
"Main ps aja lah udah paling bener," Pluem mengambil stick controller, "FIFA aja ya?"
"AYO ANJ." Ohm, berdiri dari tempatnya, mengambil tempat di karpet depan TV. Fong juga melanjutkan memainkan hapenya.
Win tersenyum, emang teman teman-nya ini paling baik, tidak pernah memaksanya untuk melakukan yang mereka minta.
Win janji ke dirinya sendiri, bahwa mulai besok dia akan bertindak normal, dan mundur pelan pelan, keluar dari kehidupan Bright.
-
hi. feed back dong. klo g feed back ak terror.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Casanova / brightwin
Fanfictiondimana Bright seorang Casanova dan Win bukan siapa siapa. 2020. #4 on sarawat