The Journey of Love part 4 - Story of Madrid

45 5 4
                                    

TJOL 4. Story of Madrid

Para pendahulu kita yang memiliki kecerdasan luar biasa. Karena tanpa kecerdasan mereka, Islam tidak mungkin berjaya pada masanya.
-Alamanda Melviano

🍁🍁🍁

Gadis itu melangkah santai melewati kolam renang, taman belakang, lalu memasuki sebuah ruang berlatih menembak yang tersedia di mansion ini. Tersenyum kecil ketika menemukan kakak perempuannya sedang fokus membidik objek tembakannya.

Namun, tembakan itu hanya nyaris mengenai objek. Sedikit melesat. Aletta terkekeh penuh ejekkan. Menatap kakak perempuannya dengan sebelah alis terangkat, sementara lengannya meraih sebuah revolver dari Peter. "Aku sudah menduga akan melesat. Kakak tidak bisa mengalahkan kehebatanku, 'kan?" sombongnya.

Alamanda terkekeh. Menatap Aletta tidak mau kalah. Namun, kemudian terdiam ketika suara tembakan terdengar. Aletta bisa mengenai objek tepat sasaran sekalipun pandangannya tidak terlalu fokus. Hanya sepersekian detik ia melakukannya. Aletta kembali menoleh pada Alamanda. "How?" tanyanya. Sementara Amanda menunjukkan wajah kesal.

"Perfect."

Mereka menoleh. Menatap seorang pria bertubuh tinggi, berjalan mendekati mereka, lalu memeluk istrinya. Dia Albarack, suami Alamanda.

"Ingin dengar kabar baik?" tawar Alba, Aletta mengendikkan bahu tidak tertarik.

Berbanding terbalik dengan Manda yang menunjukkan wajah sumringahnya. "What is that, Hubby?" tanyanya.

"Albarack Company resmi bekerja sama dengan William Empire. How? Are you shocked?" Lelaki itu menaik-turunkan alisnya.

Aletta melebarkan matanya syok. "What? William Empire? Bagaimana bisa?" Aletta merasa iri. Bekerja sama dengan perusahaan yang mengakuisisi dunia, tentu diinginkan semua orang, termasuk Aletta. Bibirnya mencebik, seketika merasa kesal dengan kakak iparnya.

Semakin kesal ketika Alba mengerutkan kening seolah tidak tahu apa-apa. "What's wrong, Aletta? Aku dengar William sudah mengajukan permohonan kerja sama dengan AM Empire lebih dulu. Bukankah itu jauh lebih hebat? Coba bayangkan! They are William! Mereka memohon padamu!"

Seperti orang bodoh, Aletta mengerutkan kening. Merasa salah mendengar. "Nggak mungkin. Aku belum dapat laporan apa pun." Aletta menggigit ibu jarinya, berpikir. Dia bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bekerja sama dengan William Empire. Mereka terlalu besar, tidak bisa dianggap sampah begitu saja.

Respon naluriah membawanya berjalan mondar-mandir. Sampai kemudian erangan penuh kekesalan tercipta. "Sialan Rey! Dia itu bodoh atau gimana? Kayaknya pengin banget AM Empire bangkrut!" kesal Aletta.

Alamanda dan Albarack mengerutkan kening. Tentu mereka tidak tahu apa yang terjadi. "Rey? Kenapa lagi dia?" tanya kakak perempuannya.

"Dia seperti biasa selalu nggak bisa diandalkan. Punya otak di atas rata-rata, tapi nggak dipakai!" Aletta melempar tubuhnya duduk di atas sofa. Merasa sangat kesal. Sementara hatinya tidak berhenti merutuki Rey dengan segala sumpah serapahnya.

"Ada apa sama dia?" Alamanda ikut duduk di sampingnya. Mengusap punggung Aletta menenangkan.

Aletta menunduk, memijat pelipisnya. "AM, 'kan, aku serahkan sama dia selama aku libur, Kak. Aku ingin istirahat. Memang sepertinya dia yang tidak ingin aku damai," gerutu Aletta. Napasnya memburu, ingin mencakar wajah tampan sepupunya.

"Masih ada Laura, 'kan? Percayakan segalanya sama dia. Dia cukup pintar. Jangan sama Rey. Kakak tahu betul dia belum siap," ujar Alamanda di samping Aletta.

The Journey of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang