Wattpad Original
Ada 13 bab gratis lagi

2. Tetangga

32.7K 4.4K 148
                                    

"Selamat malam, maaf saya mengganggu malam-malam begini."

Bukan cuma parasnya ternyata yang indah di mata, suaranya juga ramah banget masuk ke telingaku. Ya ampun, apa mungkin ini sosok yang Mulan Jameela maksud makhluk Tuhan paling seksi?

"I-iya, maaf Mas siapa ya?" Masa depanku, is that you?

Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya ke hadapanku. "Saya Arfan Dirham," ujarnya memperkenalkan diri. Kirain mau bilang 'saya terima nikahnya'. Hehehe, halu memang nikmat.

"Saya baru pindah ke rumah sebelah itu," ujarnya lagi sambil menengok sekilas ke rumah Pak Heri.

Ooh! Jadi ini rupanya tetangga baruku? Ya ampun akhirnya aku punya tetangga blasteran buat cuci mata. Gak nanggung-nanggung pula blasterannya bukan cuma Indo-Luar Negeri tapi Bumi-Surga.

Tak ingin membiarkan tangan pria itu menggantung lama di udara, aku pun menyambut uluran tangannya. "Saya Dinar Inestika, panggil saja Dinar." Panggil sayang juga boleh, Mas.

"Salam kenal ya, Dinar. Ah, iya, ini ada sedikit bingkisan salam perkenalan dari saya." Mas Arfan Dirham... tunggu, kepanjangan kayaknya kalau kupanggil nama lengkapnya. Kita panggil Dirham saja ya? Oke, ulangi.

Mas Dirham kemudian memberikan kepadaku sebuah plastik yang memiliki tulisan brand produk roti yang cukup terkenal.

"Oh, ya ampun makasih, Mas," sahutku seraya mengambil alih bingkisan itu dari tangannya. "Pindahannya sudah selesai, Mas? Mungkin ada yang bisa saya bantu?" tanyaku kemudian.

"Sudah kok, sudah beres. Tinggal ditata ulang saja. Terima kasih tawarannya, semoga kita bisa jadi tetangga yang rukun ya."

Jangankan jadi tetangga, membina rumah tangga yang rukun pun aku jabanin, Mas!

"Iya, Mas, saya juga makasih atas bingkisannya. Kalau butuh bantuan, datang saja ke sini jangan sungkan," ucapku. Kalau butuh pasangan, di sini juga buka lowongan, Mas. Aish, agresif sekali batinku ini!

"Sama-sama. Kalau gitu saya permisi dulu ya, Dinar."

"Iya, silakan."

Setelah Mas Dirham berjalan menuju rumahnya, aku pun buru-buru mengunci kembali pintu pagar dan masuk ke dalam rumah untuk memberitahu Mama dan Papa.

"Pa! Ma! Dapat bingkisan nih dari tetangga baru!" seruku seraya berlari dari pintu rumah ke ruang keluarga.

"Baru tadi kamu omongin ya orangnya," ujar Mama saat melihatku datang dan duduk di sebelahnya.

Kudengar suara pintu dibuka. Aku yakin itu pasti Papa. Benar saja Papa kemudian muncul menghampiri kami dan duduk di single sofa. "Dari siapa, Din, tadi katamu?" tanya Papa.

"Itu, Pa, tetangga baru yang beli rumahnya Pak Heri," jawabku.

"Ya ampun baik benar pakai kasih bingkisan segala. Papa coba tengok ke sana deh. Tadi Papa mau bantuin tapi Papa lihat dia udah bawa banyak orang buat angkutin barang makanya takut ganggu."

"Pa, kalau mau ke sana Dinar ikut ya?" sergahku saat Papa hendak berdiri.

"Ngapain?" tegur Mama langsung. "Ini udah malam, kamu mandi juga belum. Gak usah, biar Papa aja yang ke sana."

Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku tanpa bisa memprotes kata-kata Mama dan membiarkan Papa pergi sendirian menemui calon menantunya. Uhuk! Halu sekali kau, Dinar!

***

Keesokan harinya, aku sudah bangun pagi-pagi padahal hari libur. Untuk apa lagi? Tentu saja untuk bertanya pada Papa tadi malam Papa ngapain aja di rumah Mas Dirham. Soalnya semalam aku tuh niatnya nungguin Papa pulang, tapi ternyata Papa belum pulang juga bahkan sampai aku ketiduran.

Keluar dari kamar dan memasuki ruang makan, kulihat hanya ada Papa di meja makan. Sebenarnya keluarga kami gak punya rutinitas wajib untuk makan bersama sih. Sebab biasanya aku saja jam tujuh pagi sudah berangkat ke daycare dan kadang tidak sempat untuk sarapan di rumah. Makan siang sudah pasti aku di daycare. Paling kami cuma makan bersama di waktu makan malam, tapi itu pun tak pasti sebab kadang aku pulang terlambat. Paling yang biasa makan bersama hanya Papa dan Mama.

"Mama ke mana, Pa?" tanyaku seraya menarik kursi untuk duduk di sebelah Papa.

"Ke toko. Katanya semalam Yuni bilang dia sakit jadi gak bisa jaga toko hari ini makanya Mama ke sana."

Aku mengangguk mafhum. Mamaku punya dua buah kios di dalam mall pusat perbelanjaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia. Yang satu kios baju-baju wanita dan satunya lagi kios aneka model kerudung. Yuni adalah salah satu pegawai Mama yang berjaga di kios kerudung. Biasanya kalau Yuni tidak bisa datang memang Mama yang turun tangan langsung untuk jaga toko.

Kenapa bukan aku? Ya karena aku gak bisa berdagang lah. Berjualan di tempat dengan persaingan ketat seperti itu kita harus pandai-pandai promosi serta tawar-menawar dengan pembeli. Sedangkan aku tentu saja nol besar di bidang itu. Oleh karena itu Mama tak mau mengambil risiko menurunkan angka penjualannya dengan menyuruhku berjaga di toko.

"Semalam gimana, Pa, di rumah sebelah?" tanyaku memulai interogasiku.

"Gak gimana-gimana, cuma ngobrol aja jadinya. Ya seperti yang Papa bilang, Nak Dirham sudah bawa orang sendiri untuk bantu dia angkutin barang."

Aku mengangguk kecil sambil menikmati sepiring nasi goreng buatan Mama. "Ngobrolin apa aja, Pa, emangnya?" tanyaku lagi.

"Yaa... banyak. Papa tanya dia pindahan dari mana. Lumayan jauh ternyata, Din, dari Tangerang. Tapi dia kerjanya di Jakarta jadi sekarang enaknya dia gak jauh lagi perjalanan pulang-pergi dari kantor ke rumah, tapi gak enaknya jauh dari tempat tinggal keluarganya soalnya keluarganya mayoritas di Tangerang."

Makanya berkeluarga sama aku, Mas! Jadi kamu punya keluarga baru di Jakarta. Ya ampun berisik sekali suara hatiku ini.

"Oh iya, Din, nanti tolong antarkan nasi goreng ini ke tempat Dirham ya. Kasihan dia kan tinggal sendiri, baru pindah juga, gak ada yang masak dan nyari lauk matang di sekitar sini kan kamu tahu susah. Mau order online juga pagi begini jarang yang udah buka. Jadi tolong kasihin ya. Mama tadi sudah pisahin tuh," ujar Papa seraya menunjuk kotak makanan yang memang sudah disiapkan.

"Oke, Pa!" Memang dah kalau jodoh tuh pasti didekatkan. Nih buktinya malah tetanggaan. Ihiy! Astaga, mengkhayal memang indah. Pantas saja banyak orang sukanya halu, termasuk aku hehehe.

***

Kepingan DirhamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang