Ayo kita hadapi ndasmu! Mana? Mana? Ngomong sih emang mudah, tapi melakukannya susah toh?
Aku kembali mengolok-olok diriku sendiri atas sikapku hari ini. Iya sih aku sudah keluar dari toilet nih, tapi bukannya menemui Mas Dirham dan putrinya lagi seperti yang seharusnya dilakukan, aku malah masuk ke ruang ganti dan berdiam diri di sini.
Menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, aku mencoba menenangkan diriku lagi. Jomlo mah gini. Malu sendiri, ditenangin juga sama diri sendiri. Mandiri banget dah pokoknya.
It's okay, Dinar, it's okay. Ya udah gak apa-apa sekarang sembunyi dulu karena nantinya kamu harus siap menghadapi ini setiap hari, ucapku dalam hati dengan mata yang terpejam.
Aku kemudian membuka mataku kembali. Lagian Mas Dirham juga sih kenapa bisa-bisanya terlihat single padahal sudah berkeluarga? Kenapa waktu pindahan cuma sendiri? Kenapa anak dan istrinya gak langsung diajak aja sekalian? Kalau begini kan jadi timbul kesalahpahaman.
Tapi kalau dipikir-pikir sampai detik ini aku juga belum melihat sosok istrinya Mas Dirham sih. Oh, atau mungkin istrinya juga pekerja kantoran seperti Mas Dirham ya?
"Aargh! Bodo─"
Aku langsung membeku saat melihat knop pintu bergerak. Ada seseorang yang membukanya dari luar! Aduh, siapa ya? Aku sedang tak berminat berinteraksi dengan siapa-siapa sekarang.
"Benar di sini ternyata."
Aku ikut menghela napas lega saat melihat ternyata Shifa yang datang. Ia pun kemudian masuk menghampiriku dan duduk di sampingku.
"Pendaftarannya sudah selesai?" tanyaku padanya dan Shifa mengangguk mengiyakan.
"Anaknya juga udah dibawa sama Saras."
Aku mengangguk dan tersenyum tipis mendengar pernyataan Shifa. "Thanks, Shif," ujarku padanya.
"Emm... dia yang waktu itu nganterin lu ke sini kan?" tanya Shifa dan aku berdehem mengiyakan.
"Lu sebelumnya gak tahu soal anaknya?" tanya Shifa lagi.
Aku menggeleng, "I know nothing, Shif."
"Kalau gitu kayaknya lu harus mulai cari tahu dari sekarang deh, Din."
"Heh?" Aku menaikkan sebelah alisku menatap Shifa kemudian tertawa sinis. "Lu lagi berhalusinasi?" tanyaku sarkas tapi Shifa menggelengkan kepalanya dengan yakin.
"Ayo deh lu ikut gue!" ajaknya sambil menarik satu tanganku untuk bangkit dan mengikuti langkahnya.
Shifa membawaku ke mejanya dan memberikan beberapa lembar kertas padaku. "Ngapain sih, Shif?" tanyaku gemas.
"Baca dulu," titahnya.
Menghela napas pelan aku akhirnya menuruti kata-katanya. Oh, ini berkas data putrinya Mas Dirham. Nama lengkapnya Arany Oca dan nama panggilannya Oca. Dilihat dari tahun lahirnya berarti di tahun ini Oca sudah berusia enam tahun.
Gerakan mataku yang tengah menelusuri tiap keterangan yang tertulis, seketika berhenti saat mendapati informasi yang membuatku terkejut. Oca mengidap eisoptrophobia dan bathmophobia? Seriusan?
"Shif, ini─"
"Yes. Gue juga udah mastiin tadi." Seolah tahu aku akan menanyakan soal keterangan fobia Oca, Shifa sudah lebih dulu menjawabnya.
"Pak Dirham juga bilang nantinya ada hari-hari tertentu Oca dijemput lebih awal karena harus terapi."
Mataku masih terus menatap kertas yang berisikan biodata Oca. Aku sangat jarang mendengar soal eisoptrophobia dan bathmophobia, tapi aku mengetahui arti secara umumnya. Eisoptrophobia adalah rasa takut irasional terhadap cermin atau pantulan di dalam cermin, sedangkan bathmophobia adalah ketakutan akan tangga atau lereng yang curam. Hanya itu yang kutahu. Sepertinya mulai sekarang aku harus mencari tahu lebih banyak lagi. Tapi, aku juga jadi penasaran akan sebabnya. Kenapa Oca bisa sampai mengidap fobia itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepingan Dirham
RomanceDinar, seorang caregiver di sebuah daycare suatu hari diminta mendampingi Oca, seorang anak yang punya trauma besar karena ibunya. Kesabaran Dinar mendampingi Oca juga membuatnya mengenal Dirham, ayah Oca yang menarik Dinar untuk menjadi bagian dari...
Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi