Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi

7. I'm Not Ready!

23.3K 3.9K 45
                                    

Hari ini ada jadwal medical check up rutin di daycare. Aku sengaja datang lebih awal lagi dari biasanya untuk membantu menyiapkan proses pemeriksaan hari ini.

Ada dua orang dokter yang memang sudah menjadi partner daycare kami. Kebetulan suami Ibu Jane─pemilik daycare ini─ adalah pemilik Rumah Sakit Ibu dan Anak Pelita Harapan, jadi tidak sulit untuk mendapatkan koneksi dokter serta layanan kesehatan untuk anak-anak maupun pekerja di daycare ini. Selain memiliki RS, Ibu Jane dan suaminya juga memiliki sekolah untuk anak berkebutuhan khusus serta sekarang ini setahuku mereka sedang dalam proses untuk mendirikan panti jompo.

Jangan tanya padaku berapa kekayaan Ibu Jane dan suaminya karena begitu mengetahuinya aku jamin kalian akan langsung berharap dijadikan anak angkat oleh mereka. To be honest, aku merasa sangat wajar Ibu Jane dilimpahi dengan kekayaan yang sedemikian rupa sebab beliau memiliki tangan yang tepat untuk mengolahnya. Kekayaannya sepadan untuk hatinya yang dermawan mendirikan banyak fasilitas umum untuk membantu orang-orang.

"Eh, Dokter Rasyad udah datang aja," sapaku saat melihat Dokter Rasyad keluar dari ruangan kosong yang memang diperuntukkan dan hanya dibuka setiap kali ada jadwal pemeriksaan kesehatan.

"Hai, Din, baru datang juga?"

Sebelum jadi fangirl Mas Dirham, aku sudah lebih dulu jadi fangirl Dokter Rasyad. Tapi sekarang aku sudah pensiun sejak tahu Dokter Rasyad ternyata sudah punya tunangan, terlebih tunangannya itu adalah teman sekelasku dulu waktu SMA. Kalau kata kang parkir sih 'yak, mundur terus neng, ayo munduuur!'.

"Iya nih, Dok. Saya ke ruang ganti dulu ya," pamitku seraya berlalu ke ruang ganti untuk mengganti bajuku dengan seragam.

***

Setelah pemeriksaan kesehatan selesai dilakukan oleh Dokter Rasyad dan Dokter Vindy, anak-anak pun melanjutkan kegiatan mereka dengan menonton bersama film edukasi dalam bentuk animasi.

Sementara anak-anak menonton, giliran kami para pegawai yang melakukan medical check up satu persatu secara bergantian dan kebetulan aku dapat giliran terakhir.

"Sini, Din, sama saya. Dokter Vindy masih periksa Saras," ujar Dokter Rasyad saat melihatku masuk ruangan.

"Oh, oke, Dok," sahutku seraya berjalan menghampiri mejanya dan duduk di hadapannya.

"Saya cek suhu tubuhnya dulu ya," ujar Dokter Rasyad yang kemudian berdiri dari kursinya lalu mendekatkan termometer infrared ke dahiku.

"Normal ya, Din," ujarnya lagi seraya memperlihatkan layar termometer yang menunjukkan digit angka 36,6 padaku.

Selanjutnya Dokter Rasyad memeriksa mata juga telingaku serta memintaku membuka mulut untuk memeriksa bagian dalam mulutku seperti lidah, gusi, gigi, dan lain sebagainya.

Setelahnya Dokter Rasyid duduk lagi lalu memasang bagian earpieces dari stetoskopnya ke telinganya dan menempelkan bagian diaphragm stetoskopnya ke sekitar area dadaku untuk memeriksa detak jantungku. Tak lupa ia pun dengan sopannya mengatakan maaf sebelumnya.

"Flu kamu waktu itu udah baikan, Din?" tanya Dokter Rasyad seraya melepas kembali stetoskopnya.

"Udah, Dok, alhamdulillah," jawabku.

"Saya cek tensi darah kamu ya," ujarnya lagi seraya menyiapkan tensimeter digital miliknya lalu memasangkan bagian mansetnya di lenganku.

Saat Dokter Rasyad memasangkan manset di tanganku, aku baru menyadari kalau di jari manis tangan kirinya tak lagi tersemat cincin pertunangannya. Pikiranku mulai bertanya-tanya, apa cincin itu tak berada di jarinya hanya sekadar iseng dilepas ataukah karena hubungan mereka kandas?

Kepingan DirhamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang