Laki-laki itu, laki-laki pemilik mata bening itu yang sepertinya menyimpan begitu banyak rahasia. Aku tak tahu siapa dia, yang kutahu dia selalu saja berusaha untuk mencuri pandang padaku, bahkan saat pelajaran berlangsung sekalipun. Awalnya aku merasa biasa saja, tapi lama-lama aku merasa terganggu, aku merasa diintai merasa terintimidasi. Oke.. mungkin itu berlebihan tapi itu yang aku rasakan.
Begitu pula saat ini, ketika pelajaran kimia berlangsung dikelas. Mata bening itu masih saja memandangku. Apa dia tidak takut dengan bu Ratna, guru kimia yang dimata kami, para penghuni kelas 12 IPA 4 adalah salah satu guru ter-killer. Bu Ratna tak segan-segan menghukum anak didiknya yang tidak memperhatikan pelajaran. Aku ingat saat itu, korban terakhir adalah lilik, kembaran luluk, teman sekelasku. Mereka adala kembar berandalan yang tak bisa diam menjail teman-temannya, hingga Bu Ratna memberi mereka hukuman mengerjakan soal kimia dan pada akhirnya seperti hari-hari sebelumnya, kembar berandalan itu selalu berakhir dengan surat pemanggilan orang tua mereka. Aku tergidik ngeri, tak pernah sekalipun terbayangkan orangtua datang karena surat panggilan. Namun, entah mengapa hal itu tak berlaku bagi si pemilik mata bening itu seakan-akan tidak ada rasa takut yang terlihat pada dirinya atau memang dia benar-benar tidak takut? Entahlah...
Aku tidak terlalu mempedulikannya, tetapi belakangan ini tatapannya itu begitu mengusikku. Aku menghembuskan nafas, kucoba utuk tetap berkonsentrasi pada deretan rumus kimia di papan tulis.
***
Dira menghempaskan tubuhya di atas kasur nyamannya. Gadis itu melempar-lemparkan sebatang coklat sambil berpikir, sesekali tangannya mengambil sebuah surat yang berisi puisi. Puisi yang hanya terdiri dari beberapa rangkaian kata.
Wajahmu mengalihkan duniaku
- L -
“Puisi? Hanya terdiri dari satu kalimat dan kau menyebutnya puisi?” kata dira geram, ia tak tahu harus marah kepada siapa. Sebenarnya agak berlebihan jika dira marah, lha wong Cuma kaya gitu doang masa’ harus marah sih. Tapi, emang dasar diranya aja sih yang emang berlebihan, maklum baru pertama kali dikasih coklat diam-diam. Hihihihi....
“hah... masih mending kalau rangkaian kata itu disusun sendiri, lah ini... kau mengambil dari sebaris lirik dari lagu afghan dan kau menyebutnya puisi, yaa ammpuunn.... ” dira terus saja menggerutu, dia terlihat sedikit kesal. Mata menatap tajam satu huruf yang tertulis disana. Ia merasa, ia tahu kepada siapakah seharunya kekesalannya ia tujukan. Kepada seseorang dengan inisial nama “L”.
“ Siapa kau sebenarnya mister L? ” dira mengetuk-etuk keningnya sambil menerka-nerka siapa pemilik inisial huruf tersebut. tiba-tiba ia teringat sesuatu, matanya membelalak.
“ L...? Lee myung soo, lee jong hyun Cnblue, atau lee min ho...” dira menyebutkan sederat artis korea yang sering dia liat di drama-drama korea kesukaannya.
“hahahaha... mana mungkin, ” dira tertawa, ia menyadari kebodohannya.
“padahal memikirkannya saja sudah membuatku senang... hah...” dira menarik nafas panjang. Ia pun kembali menerka-nerka. Pikirannya dipenuhi nama teman-teman sekelanya yang berawalan huruf L.
“ hemm... siapa yaa? Lilik...Luluk...hah tak mungkin kedua berandalan mengirim coklat diam-diam seperti ini atau lanthip? Ah.. tidak-tidak, dia kan anggota organisasi kerohanian di sekolah, tak mungkin dia melakukan hal haram seperti ini... hihihihi... lalu siapa yaa, laki-laki berinisial L itu?”
Dan akhirnya, bukannya semakin menemukan titik terang, dira malah menemukan titik gelap. Gelap gulita. Dira terjatuh dalam tidurnya.
***
“dira...” Leon menyebutkan satu nama sambil menghembuskan nafas, setelah ia meminum pil warna-warni itu. Baginya, satu nama itu adalah penawar rasa pahit akibat menelan akibat menelan pil warna-warni itu. Dira... nama itu terus terngiang-ngiang, memenuhi volume otaknya. Senyum cerianya, wajah seriusnya, mimik saat dira marah, semua tersimpan rapat di otak Leon. Dira..Dira...Dira... nama itu akan selalu melekat di jiwa Leon meskipun penyakit yang diidapnya akan terus menggerogoti raganya. Leon menghempaskan nafasnya dengan berat.
“aku harus berani menyatakan perasaanku, aku harus berani mendekati dira.. harus” kata leon. Ia memantapkan diri untuk mendapatkan perhatian dira. Terdengar pintu kamar leon dibuka. Leon menoleh kearah pintu kamarnya.
“ udah diminum kan sayang, obatnya?” kata mama leon, lembut. Leon tersenyum kecil.
“ leon bakal sembuh kan ma?” tanya leon, ia mengalihkan pandangannya ke jendela. Mamanya terdiam, tidak menjawab pertanyaan leon. Beliau hanya mengangguk sambil tersenyum penuh kehangatan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
hujan
Jugendliteratursaat hujan kami bertemu, dan saat hujan pula kami berpisah... Dira seorang murid SMA yang belum pernah mengenal cinta bertemu dengan Leon, seorang laki-laki yang tiba-tiba mengaku mengaguminya. bagaimana dira menghadapi hal ini? cerita ini terinspir...