Disebuah mushollah utama di bagian dalam sekolah itu terlihat ramai dan indah di hiasi segala benda untuk mempercantik bangunan tempat ibadah tersebut.
Seorang gadis yang memakai kebaya dengan rias wajah yang tebal itu memainkan kipas yang ia pegang. Merasakan tangannya yang mendingin karena gugup.
Hawa duduk di jajaran teman teman seangkatannya yang hari ini akan melakukan wisudah purna siswa. Ia duduk di jajaran tengah sesuai urutan abjad namanya.
Acara tersebut terpaksa dilaksanakan tidak seperti pada tahun lalu pada umumnya. Adanya wabah virus corona di tahun 2020 yang harus membatasi pergaulan masyarakat demi pencegahan yang membuat acara itu menjadi tertutup, dan setiap orang di wajibkan memakai masker masing masing.
Senggolan di bahunya membuat Hawa menoleh, seorang cowok yang berada di urutan abjad sebelum namanya. Hafiz.
"Alis lo kek jembatan." Usilnya.
Hawa tidak kesal ataupun cemberut, karena sebelumnya juga dia menjadi tidak percaya diri karena MUA sialan yang sepertinya punya dendam pribadi padanya. Membiarkannya, alisnya tampak beda dari yang lain.
Untung saja tadi ibunya mengatakan kalau dia cantik dan alisnya juga bagus, makanya Hawa menjadi percaya diri.
Maka saat di hujat Hawa akan menjawab.
"Iyah ini jembatan, buat lo menuju neraka."
Hafiz mendengus kesal. Gagal mengejek karena dia lah yang malah di buat kesal, boomerang.
Tak ingin semakin kesal dan menggoda Hawa, Hafiz kembali berbincang-bincang dengan Teman sebelahnya.
Hawa menghela napas gugup lalu menoleh ke belakang dimana tempat duduk pada wali murid. Di sana ada ibunya.
Kenapa hanya ada ibu? Karena guru mewajibkan perwakilan dari orang tua saja. Itu juga mematuhi aturan pencegahan covid-19.
Kenapa Hawa gugup dan sering melihat ke ibunya yang nampak berbincang bincang dengan wali murid lain.
Karena sebelumnya Hawa menjanjikan akan mendapatkan rangking entah ke satu dua atau tiga. Yang penting ia harus mendapatkan rangking untuk ibunya.
Tak terasa acara telah hampir selesai dan pembacaan peringkat siswa. Dan Alhamdulillah nya Hawa mendapatkan apa yang ia mau meski hanya rangking tiga.
Ia maju kedepan dan ibunya juga turut maju kedepan, lalu pemberian piala. Hawa menyalami ibunya dan meminta maaf karena tidak bisa sampai rangkin teratas.
"Nggak papa nak, ibu bangga sama kamu."
Hawa langsung merasa bahagia lalu mereka berfoto dengan wali kelas sebelum kembali duduk di tempat duduk. Hawa memberikan pialanya ke ibunya acara di pegang sampai rumah.
***
Hawa nampak sibuk menata buket bunga dan boneka yang ia dapatkan usai dari acara perpisahan di sekolah.
Di depannya nampak adiknya yang ikut sibuk memilih milih hadiah. Dan ibunya yang tiduran menonton televisi.
"Bu, perasaan buketnya kurang." Ujar Hawa.
Tia menoleh. "Emang tadi berapa orang yang ngasih?"
Hawa menggaruk keningnya. "Lupa."
Tia mendengus. "Cuman buket kan. Kalo mau ntar ibu beliin."
"Nggak usah lah buk."
Tia kembali menonton televisi. Sementara Hawa nampak masih berpikir mengenai buketnya.
"Kalo di kasih gituan, besok-besok balikin dong?" Tanya Tia tanpa menoleh.
Hawa mengangguk meski ibunya tidak melihat. "Iyahlah bu, besok-besok aku juga ngasih ke mereka kalo mereka ada ajara lulusan."
Tia mengangguk lalu menoleh. "Emang itu berapaan mbak?"
"Palingan Tiga puluh lima rebuan."
Hawa mendekat lalu tidur di samping ibunya, ia nampak lelah meski hanya setengah hari acara.
"Bu, aku tidur. Nanti sore bangunin."
"Iyah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berat Mengikhlaskan (CERPEN)
No FicciónCERPEN cerita klasik yg menceritakan sepenggal beberapa kejadian yg dialami seorang gadis bersama sang ibu nya. Kejadian-kejadian yg tidak pernah dibayangkan maupun terbayangkan. membuat jiwa si gadis merasa sakit dan tertekan menghadapinya secara...