LIMA

6 1 0
                                    

Dihari minggu, 20 September 2020

Hawa terbangun mendapati keributan di rumah, gadis itu menggeliat lalu membuka matanya tepat ibunya masuk kamar memakai handuk sehabis mandi.

"Mbak, bantuin ibu nyiapin keperluan adik yah."

Hawa mengangguk lemas lalu duduk, ia melihat ibunya keluar kamar. Hawa menguap sebelum berdiri.

Hari ini, ibunya berencana ikut wisata dengan para mama-mama se RT yang mengadakan wisata ke beberapa tempat di kotanya.

Katanya untuk menyenangkan anak saja.

Ibunya berinisiatif ikut untuk membuat Adiknya senang dan juga mengajak adik sepupunya. Sebenarnya Ibunya mengajaknya untuk melepas penat setelah seminggu kerja tanpa henti. Tapi Hawa menolak, memilih tidur saja.

Hawa ke dapur membantu menyiapkan bekal, setelah sudah ia di suruh ibunya memandikan adiknya. Setelah itu Hawa mengurus adiknya.

"Bu, bukannya adik sekolah?"

Tia mengangguk. "Iyah memang, wisatanya setelah pulang sekolah."

Hawa mengangguk.

"Beneran nggak ikut mbak?"

Hawa menggeleng. "Aku tidur aja buk, kalo pulanh beliin jajan yah."

Tia mengangguk lalu telah bersiap mengantar adiknya sekolah. Karena adiknya masuk sekolah TK yayasan ibtidaiyah. Maka hari minggu bukan hari libur.

Setelah ibu dan adiknya berangkat sekolah, Hawa kembali ke kamar, memainkan ponsel adiknya. Memutar musik dan rebahan.

Hawa bukan tipe orang yang terbiasa sarapan, jika bisa ia tidak akan sarapan karena malas.

Tak terasa sudah siang, pukul sepuluh. Ibu dan adiknya pulang membawa adik sepupunya yang sudah dandan siap ikut wisata.

Hawa kembali membantu ibunya menyiapkan keperluan. Setelah siap Hawa duduk di sofa menatap ibunya yang bercengkrama dengan adik sepupunya itu.

Lalu Tia terlihat lemas. "Kepala ibu sakit lagi mbak." Keluhnya.

Hawa menoleh mendekat. "Udah minum obat bu?"

"Ah iyah lupa."

Hawa berdecak. "Ibu kebiasaan." Lalu gadis itu masuk ke dalam rumah mengambilkan ibunya obat dan air minum.

"Kalau sakit kepala, nggak usah ikut deh bu."

Tia tersenyum menatap putrinya. "Jangan dong, kan kasihan nanti sama adek kamu."

Hawa menghela napas. "Jangan di paksakan bu."

Tia berdiri. "Sudah nggak papa. Ponsel adik ibu bawa yah."

Hawa mengangguk. Lalu gadis itu diam menatap ibunya keluar bersama adik dan sepupunya, melihat kebahagiaan ibunya mengajak adiknya ikut membuat Hawa tersenyum.

Semoga, ia bisa membahagiakan ibunya.

Berat Mengikhlaskan (CERPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang