DELAPAN

10 1 0
                                    

Kehidupan Hawa berjalan seperti biasanya, hanya saja ketidak adanya seseorang yang amat sangat penting baginya membuatnya hampa.

Gadis itu terdiam membisu, berbicara kalau diajak bicara, dan hanya akan berbicara saat di tanya.

"Tiga hari kamu nggak makan, mau bikin ibu sedih?"

Hawa menoleh menemukan tantenya yang menatapnya kesal. Gadis itu menghela napas dan menggeleng.

"Hawa, dengarkan tante."

Hawa menoleh diam.

Fitri, Tante Hawa ingin menangis melihat dengan mudah gadis itu kehilangan fokus dan melamun padahal baru saja mengalihkan atensi kepadanya.

Fitri pun duduk di samping keponakannya itu lalu mengelus bahunya. "Makan yah, nanti kalo kamu sakit. Yang jaga adik kamu siapa?"

Hawa menunduk matanya berkaca-kaca. Ia diam mendengarkan tantenya, orang yang hanya ia dengarkan setelah ibunya.

"Tiga hari lagi adik kamu pulang dari rumah sakit, usahakan jangan nangis yah."

Hawa mengangguk.

Lalu tantenya memeluknya dan mengajaknya berdiri. "Ayo ke dapur, tadi Tante bikin opor ayam kesukaan kamu."

Hawa hanya diam mengikuti, ia melihat di rumahnya ramai akan sanak keluarga yang mempersiapkan tiga hari ibunya.

Gadis itu menghela napas berat, tak menyangka ini benar-benar nyata. Setelah hari itu, Hawa tidak lagi memperlihatkan air matanya di depan banyak orang.

Dia akan menangis hanya saat sholat dan mengirim do'a untuk ibunya yang akan menjadi rutinitas nya.

Usai makan meski hanya beberapa sendok dan malas-malasan. Hawa ke kamarnya lalu tidur terlentang kembali berpikir dan berperang dengan pikirannya yang tak bisa menerima semua itu.

Hawa yang tadinya tidur pun bangun kala mendengar adzan ashar. Gadis itu bergegas ke kamar mandi mengambil air wudhu dan segera kembali ke kamarnya.

Gadis itu sholat dengan khusyuk.

Usai sholat dia di sibukkan membantu para kerabat menyiapkan acara nanti malam, dan di malam harinya. Saat acara berlangsung, beberapa teman Hawa kerumahnya turut mengirim doa.

Hawa duduk di depan kamar ibunya yang terbuka, duduk menunduk dalam diam. Bahkan saat teman-temannya mencoba mengajaknya berbicara. Gadis itu melamun.

Disaat hampir selesainya acara, dalam lamunan Hawa. Gadis itu menitihkan air mata, menangis tanpa suara. Sampai bahunya bergetar tidak bisa menahan tangisnya lagi.

Semua orang yang ada di sana menoleh memanggilnya. Tak ingin mereka melihatnya menangis, Hawa masuk ke kamar ibunya lalu menutup pintunya dan menangis di dalam sana.

Berjongkok memeluk lututnya membiarkan jilbabnya basah akan air matanya, ia tergugu mengingat kenangannya bersama sang ibu.

"Ibu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berat Mengikhlaskan (CERPEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang