"Sekali dia menciptakan ketakutan, aku bisa bertahan dengan sepuluh kekuatan."
____________________________________Nada bicara Dokter Radar menunjukkan kemarahan. Aku tidak tahu kenapa dia terlihat semarah itu.
"Jangan emosi, kalau emosi masalah justru semakin runyam. Masalah foto itu, kita pikirkan nanti dulu, Kak. Sekarang bantu Sean," ujar Sabil menenangkan.
"I-itu, dia," ucapku lemah seraya menunjuk seseorang yang berada dalam mobil.
Orang yang baru saja memberiku foto ini ternyata mengawasi dari jauh. Aku tidak bisa mengenali wajahnya karena dia mengenakan masker, kacamata dan topi serba hitam. Dokter Radar mencoba mengejarnya, tapi tidak berhasil.
Dadaku terasa semakin sesak, tubuh yang bergetar hebat dan keringat dingin terus bercucuran. Sabil berusaha memapahku ke mobil milik Dokter Radar.
"Sean sesak napas, sepertinya dia mengalami serangan panik," ujar Sabil.
"Kita segera ke rumah sakit. Kamu jaga Sean, Kakak enggak mau dia kenapa-napa," jawab Dokter Radar cepat,
"Ara jangan lupa pasang seat belt, ya," lanjut Dokter Radar mengingatkan Ara."Oke, Pa!"
Sabil berusaha menenangkanku yang ketakutan. Sedang Dokter Radar melajukan mobilnya dengan cepat. Sebenarnya jarak restoran tadi tidak terlalu jauh dengan rumah sakit tempat Dokter Radar kerja, tapi aku merasa sudah lama berada di mobil ini.
Gejala serangan panik memang hanya terjadi antara sepuluh sampai dua puluh menit. Namun, bagiku ini terasa sangat lama. Tiap serangan panik datang, aku merasa terjebak ketakutan yang luar biasa, bahkan dadaku sampai terasa sesak.
"Cepat tangani dia!" ujar Dokter Radar setelah kami sampai di rumah sakit.
Mereka membawaku memasuki ruang bertuliskan IGD. Setelah itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi.
***
Perdebatan kecil antara dua orang membuatku membuka mata. Posisi mereka tidak jauh dariku. Lelaki berkemeja iron grey itu membelakangiku, membuatku tidak mengenali siapa dia. Aku hanya bisa melihat lawan bicaranya, mama muda dengan rambut pirang dan make up tebal.
Kepalaku terasa pusing. Sepertinya aku baru saja tertidur. Sebentar, sebenarnya aku baru saja tidur atau pingsan? Ah, apa peduliku, keduanya sama-sama membuat tidak sadar.
"Bu, ini bukan jadwal saya. Saya tidak bisa main periksa pasien di luar jam tugas. Lagi pula, ada dokter lain yang lebih bagus dari saya. Ada dokter lain yang sedang tugas hari ini, Bu."
"Saya maunya Dokter Radar. Maaf, maksud saya, Lea cuma mau diperiksa sama Dokter Radar."
Mama muda itu terus memaksa Dokter Radar untuk memeriksa anaknya. Aku tidak yakin kalau anaknya yang menginginkan itu. Brian pernah bercerita, banyak ibu pasien yang bilang anaknya hanya mau diperiksa Dokter Radar. Padahal itu hanya alibi si ibu yang mau bertemu dengan dokter cukup tampan itu. Tiap jadwal praktik Dokter Radar, banyak pasien yang rela antre berjam-jam. Berbeda saat jadwal praktik dokter lain, antrean tidak terlalu banyak.
"Dok, Lea kayanya enggak batuk, demam, dan pilek biasa, deh."
"Terus apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJAK LUKA SEANA (SUDAH TERBIT)
RomanceAfsheena Firdaus atau lebih akrab dengan panggilan Sean adalah seoarang wanita yang mengalami kecelakaan tragis bersama anak dan suaminya. Kepergian sang suami dan anaknya membuat Sean mengalami trauma yang mendalam. Saat Sean berada di titik terend...