Tak Bisa dipungkiri, jika reuni diadakan di tempat ini, aku kira di sekolah atau dimana. Ternyata sekolah menyewa cafe untuk acara reuni ini, dari jaman SMA sampai sekarang menjadi cafe favorit sekolahku.
"Selamat malam, Pak Tejo. Guru fisika yang killer, bikin blenger."
"Mulutmu Bim, nggak sopan," tegurku sambil menyenggol pelan lengan Bima yang berdiri di sebelahku.
"Wah, wah kalian ternyata sudah sukses semua. Bapak dulu nggak nyangka kalau kalian bisa seperti ini, anak yang rajin cuma kalian bertiga. Eh, kok bertiga? Biasanya kalian berempat," ucap Pak Tejo.
"Reza nggak bisa datang, anak dan istrinya sedang sakit," balasku.
"Oh, lagi sakit toh. Ayo ke sana acara akan segera dimulai."
Kami pun berjalan ke dalam cafe ini, nuansa yang sama tetap ada dan tak ada perubahan sedikitpun. Ternyata sudah ada teman-temanku yang datang, membawa anak dan istrinya.
"Jun, kok lo baru datang sih? Para cewek jomblo lagi nunggu lo di sana," ucap Resti menatapku jahil.
"Apa sih lo, gue nggak minat sama mereka. Lo udah nikah?" tanyaku.
"Ye, lo nggak lihat apa. Perut gue segede bola? Gue hamil, Jun. Itu bapaknya," tunjuk Resti pada pria berjas hitam, yang tak lain itu adalah Herbayu Satya Aji atau biasa dipanggil Aji.
Teman sekelas sekaligus Kapten pemain basket. Aku pun menyalaminya dan menyapanya. "Eh, ternyata lo. Gue nggak datang waktu lo nikah, gue lagi sakit."
"Santai aja, lo kayak nggak tau gue. Eh, kapan lo nikah? Sendirian aja, Jun."
"Oh, gue—" Aku tak tau harus bilang apa, hanya gerakan mengusap tengkukku yang tak gatal sama sekali untuk menghilangkan rasa gugupku.
"Cepat nikah, umur lo nggak muda lagi Jun. Gue yakin, lo dapat jodoh kok. Positif aja lo, kalau jodoh pasti akan bertemu."
"Aji, aku mau es krim itu," ucap Resti manja sambil bergelayut manja pada lengan Aji, aku hanya memandang risih mereka berdua.
Kalau benar aku bisa menikah, apa akan seperti itu kehidupanku nanti? Ah ... Rasanya sangat menyebalkan.
"Iya sayang, Jun gue ke sana dulu. Have fun ya," pamit Aji lalu dia pergi dari hadapanku.
Di saat itu juga, Bima dan Lucky hanya tersenyum melihatku. "Lo nggak usah sedih, soal jodoh. Jangan dipikirkan, nanti lo malah sekarat kalau lo terus mikir."
"Minta di amplas mulut lo, licin banget kalau ngomong."
"Canda doang, Jun."
"Hm."
Melihat acara akan dimulai, aku pun duduk di kursi paling depan. Katanya tamu spesial, ya harus di depan duduknya. Melihat teman-temanku yang terkenal dan pintar, menjadi dambaan hati para guru yang ada di sini. Termasuk diriku, sombong dikit bole kan?
Acara demi acara telah berlangsung, hingga acara menutupkan berisi tentang tanya-jawab yang dilakukan oleh Mia, selaku pembawa acara.
"Pangeran yang selalu kalian dambaan ketika di sekolah, ada yang tau namanya?"
"Juna!"
"Panggil Alvaro boleh nggak sih?"
"Gue suka sama dia, tapi yang ada dia cuek kayak orang hutan."
"Dia itu tampan, sayang dingin banget."
"Udah nikah belum, ya? Kalau belum, gue mau daftar jadi istrinya dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Cewek Ndeso[SUDAH TERBIT]
Humor[SUDAH TERBIT DI SHANA PUBLISHER] Sebagian part sudah dihapus Seorang CEO muda yang sudah lama menjomblo, dan kini dia memilih untuk melajang saja. Namun, ada suatu perkara yang tak mudah baginya. Tanpa sengaja dia telah menabrak seorang gadis desa...