Teriakan adikku sukses membuatku merasa terganggu akan kehadirannya, perlahan aku pun membuka mata secara sempurna, dan saat itu juga aku melihat Sena tengah menatapku dengan mata yang melotot.
"KALIAN! A ... MATA SENA NGGAK SUCI LAGI!"
"Loh, kamu kenapa kok teriak-teriak? Ganggu abang tidur aja," ucapku.
"Abang habis ngapain sama Tini? Tini kok bisa tidur sama abang?" tanya Sena yang masih menutupi wajahnya dengan tangan.
Aku tersadar dengan ucapan Sena, ketika aku melihat tubuhku hanya bertelanjang dada saja. Terlebih aku sedang memeluk tubuh Tini yang masih terbalut dengan selimut tebal.
Astaga, apa yang terjadi? Apa mungkin aku...
"Kamu keluar dulu, abang akan jelaskan nanti."
"Abang, aku bilangin mama, Mama abang udah tidur sama Tini. Abang nakal, Ma." Sena keluar dengan terus berteriak dan membuat mamaku datang dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kamarku.
Aku yang gelagapan bingung mau bilang apa, melihat Tini yang masih tertidur pulas dan aku segera membangunkannya.
"ASTAGA JUNA! KAMU HABIS NGAPAIN? KALIAN BERDUA IKUT MAMA SEKARANG! MAMA NGGAK MAU TAU!"
Tini yang mendengar itu, terperanjat kaget dan bangun dengan keadaan masih bingun, dan ia melihat keadaannya sama denganku detik itu juga ia langsung menangis.
"Ma, aku bisa jelasin ini. Mama keluar dulu, biar aku bicara sama Tini."
Mamaku menatapku dengan menahan amarah yang mungkin saja akan dikeluarkan saat ini juga, terlihat mamaku sangat kecewa sekali padaku. Namanya orang tua pasti akan kecewa melihat anaknya melakukan hal tidak senonoh seperti ini.
"Mama nggak nyangka loh Jun, kamu bertindak sebejat itu sama pembantu kamu sendiri. Kalian bersih-bersih dulu, mama tunggu di bawah," ucap Mamaku, lalu pergi.
Kini hanya ada aku dan Tini, dia menangis sesengukan bahkan selimutku digunakan olehnya untuk mengusap ingus yang turut keluar.
"Tini, maafkan saya. Saya akan bertanggung jawab, kamu merasa kalau saya udah ituin kamu? Atau kita berdua hanya tidur berdua saja?"
"Tini nggak ingat Mas, s-setahu Tini Mas Juna udah perkosa Tini. Hiks, jahat sekali kamu Mas."
"Saya akan bertanggung jawab, jika kamu hamil. Maafkan saya, saya salah, tolong maafkan saya," ucapku memohon sambil menggenggam jemarinya tapi yang aku dapat dia melepas genggamanku dengan kasar.
Hening, Tini hanya diam saja dan terus menangis. Aku pun beranjak dari tempat tidurku dan berdiri di sampingnya.
Untung saja aku sudah memakai baju, melihat dia terus menangis aku merasakan rasa sesal yang amat dalam, karena kelakuanku yang seperti hewan saja.
"Kamu bersih-bersih dulu, di kamar saya sudah ada kamar mandi."
"Mas, Mas Juna udah ambil harta berharganya Tini. Tini udah nggak suci lagi, siapa yang mau jadi suami Tini, pasti bapak marah kalau lihat Tini udah nggak perawan lagi. Tini juga salah Mas, hiks." Tini menangis lagi, kali ini tangisannya lebih kencang.
Tanpa rasa malu lagi, aku pun memeluknya, dan berusaha menenangkannya. Tini pun melepaskan pelukanku itu dan pergi ke kamar mandi, aku lihat dia jalan tampak biasa saja.
Aku masih bingung dengan keadaanku semalam, apa benar aku sudah meniduri dia? Atau sekedar tidur bersama saja? Pertanyaan yang terus berputar-putar dalam pikiranku.
Sambil menunggu Tini selesai mandi, aku memilih untuk turun menemui mamaku. Tapi, sebelum itu aku membersihkan diri di kamar mandi dekat dapur. Langkahku terhenti ketika aku melihat mama dan adikku sedang duduk di ruang keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with Cewek Ndeso[SUDAH TERBIT]
Humor[SUDAH TERBIT DI SHANA PUBLISHER] Sebagian part sudah dihapus Seorang CEO muda yang sudah lama menjomblo, dan kini dia memilih untuk melajang saja. Namun, ada suatu perkara yang tak mudah baginya. Tanpa sengaja dia telah menabrak seorang gadis desa...